Profil 3 pimpinan baru KPK: polisi, mantan wartawan, dan ahli hukum

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Profil 3 pimpinan baru KPK: polisi, mantan wartawan, dan ahli hukum
3 kolaborasi antara mantan polisi, mantan wartawan, dan ahli hukum. Akankah ketiganya bisa bersinergi? Baca profilnya.

JAKARTA, Indonesia- Presiden Joko Widodo baru saja mengumumkan 3 pelaksana tugas (plt) pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siang ini, Rabu, 18 Februari 2015, di Istana Bogor. Ketiganya adalah Taufiequrachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Senoadji. (BACA: Jokowi: Budi Gunawan batal dilantik, Badrodin Haiti diangkat jadi Kapolri)

Penunjukan itu dilakukan setelah dua pimpinan lainnya, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad tersangkut kasus pidana. Bambang dijadikan tersangka atas kasus dugaan penghasutan saksi di Mahkamah Konstitusi untuk Pemilu Kepala Daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. (BACA: Jumat keramat untuk Bambang Widjojanto)

Sedangkan Samad, juga baru saja diumumkan status tersangkanya atas kasus dugaan pemalsuan dokumen di Makassar, yang menyebut nama Feriyani Lim. Feriyani, diduga sebagai teman dekat Samad, foto panasnya sempat beredar. (BACA: Abraham Samad jadi tersangka pemalsuan dokumen)

Berikut profil 3 pimpinan baru yang mungkin perlu anda tahu: 

Taufiequrrahman Ruki, polisi pertama yang pimpin lembaga antirasuah 

Irjen Polisi (Purnawirawan) Taufiequrachman Ruki adalah pria kelahiran Rangkasbitung,  Lebak, Banten, pada 1946. Ruki adalah lulusan terbaik Akademi kepolisian (Akpol) tahun 1971. Ia juga lulus dengan peringkat 4 terbaik. Ia juga meraih sarjana hukum (S1) dari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta, tahun 1987.

Ruki kemudian meniti karier sebagai perwira kepolisian. Ia mengawali kariernya pada tahun 1970–1971 dan mengakhiri kariernya sebagai polisi pada tahun 1992–1997 sebagai kepala Kepolisian Wilayah Malang.

Ia kemudian melanjutkan kariernya sebagai Anggota DPR RI, duduk di Komisi III/Hukum Fraksi TNI Polri pada tahun 1992-1997.  Terakhir ia menjadi anggota DPR pada 2000–2001 sebagai ketua komisi VII bidang kesejahteraan sosial. 

Lalu pada tanggal 13 Desember 2003, Ruki terpilih menjadi ketua KPK melalui mekanisme pemungutan suara. Ia memimpin KPK hingga tahun 2007.  

Johan Budi SP, mantan wartawan yang ingin terjun langsung berantas korupsi 

Johan Budi mengawali kariernya sebagai seorang wartawan pada tahun 1998 di Forum Keadilan. Ia kemudian pindah ke Tempo dan menjadi kepala biro Jakarta Majalah Tempo. Di Tempo, Johan Budi sempat menjadi kepala news room pada tahun 2003. Hingga akhirnya, ia menjadi redaktur Bidang Nasional. 

Kemudian, pada tahun 2004, Johan bergabung dengan KPK sebagai Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK. Ia kemudian diangkat sebagai juru bicara resmi. Hingga tahun kemarin, Johan naik pangkat jadi Deputi Pencegahan KPK. 

Pada Juli 2011, Johan sempat menyatakan mundur dari jabatannya sebagai juru bicara. Tepatnya saat ia dituding melanggar kode etik oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, karena diduga ikut dalam pertemuan di Hotel Formula One Cikini bersama Direktur Penyidikan Ade Raharja. Padahal saat itu KPK sedang menangani kasus korupsi Wisma Atlet.  

Tapi Johan menampik hal tersebut. Ia mengatakan, alasan pengunduran dirinya karena ingin fokus menjalani proses seleksi calon pimpinan KPK yang tengah diikutinya. Namun pengunduran diri itu ditolak oleh pimpinan KPK saat itu, Abraham Samad.

Tahun ini, saat seteru antara KPK dan Polri merebak, Johan Budi termasuk dalam jajaran yang dilaporkan ke Markas Besar Polri, 10 Februari 2015 oleh Andar M Situmorang, pimpinan LSM Goverment Against Corruption and Discrimination (GACD). 

Dalam laporan TBL/96/II/2015/Bareskrim, keduanya dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan hubungan langsung atau tidak langsung terhadap orang yang sedang berperkara di KPK.

Ini diatur dalam Pasal 421 KUHP jo Pasal 36 Pasal 37 yang ancam hukumannya terdapat dalam Pasal 65 Pasal 66 Pasal 67 UU No 30 tahun 2002 tentang korupsi.

“Mereka ini (terlapor) mengaku di media sudah lima kali bertemu Nazarudin, ini yang dulu. Lalu sudah diproses etik juga di KPK tapi ini masuknya pidana jadi saya laporkan,” terang Andar. Kasus Johan saat ini masih ditangani Mabes Polri. 

Dalam menjalankan tugas sehari-harinya sebagai juru bicara, Johan dikenal akrab oleh awak media. Ia sempat ditanya oleh salah satu wartawan tentang pilihan bergabung dengan KPK. “Saya ingin terjun langsung, ikut melakukan pemberantasan korupsi,” katanya. 

Indriyanto Senoadji, anak mantan menteri kehakiman yang pernah jadi tim hukum “Cendana”  

Indriyanto adalah seorang dosen di program magister Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI). Selain itu, ia meneruskan kantor advokat Oemar Seno Adji yang didirikan ayahnya. 

Ayah Indriyanto, Oemar adalah jaksa agung muda tahun 1950-1959. Oemar juga mengabdi sebagai dosen di FH UI sejak tahun 1959. Hingga pada 1966-1974 ia dipercaya sebagai Menteri Kehakiman RI. 

Prestasi Indriyanto sendiri juga tak kalah mentereng seperti ayahnya, ia sempat tercatat mendaftar sebagai hakim konstitusi pada 2008 lalu. Namanya masuk di antara 15 nama calon hakim konstitusi yang dibawa ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu. Namanya juga tercatat sebagai guru besar di Pusdiklat Kejaksaan Agung RI.

Pada tahun 2007, Indrijanto dikabarkan pernah tercatat sebagai tim hukum mendiang mantan Presiden Soeharto melawan Majalah TIME, bersama OC Kaligis. Karena itu ia sempat dijuluki sebagai tim  hukum keluarga Cendana, tempat tinggal Soeharto di Menteng. 

Pada tahun 2010, nama Indriyanto pernah disebut oleh Komjen Pol Susno Duadji dalam rapat bersama panitia khusus Century Gate pada Rabu, 20 Januari 2010. Susno menyebut nama Indriyanto sebagai pengacara dua pemegang saham pengendali Bank Century, Rafat dan Hesyam.

Catatan lain dari Indrijanto adalah mengenai pandangannya tentang polemik KPK-Polri. Ia mengatakan hakim pada sidang praperadilan Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi, telah bersikap netral dan obyektif, dengan memberikan kesempatan kepada pemohon dan termohon mempertahankan maupun menyangkal gugatan.

“Jadi hakim sudah bersikap equal dan balance sehingga mencerminkan due process of law,” katanya. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!