Dua Plt pimpinan KPK dianggap punya rekam jejak buruk

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dua Plt pimpinan KPK dianggap punya rekam jejak buruk

DANY PERMANA

Kritikus menilai Ruki kompromistis dan tak pernah lakukan gebrakan besar selama memimpin KPK periode pertama.

 

JAKARTA, Indonesia — Presiden Joko “Jokowi” Widodo akhirnya tidak jadi mengangkat Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Namun keputusannya untuk memberhentikan para komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menjadi tersangka, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dan mengangkat komisioner sementara KPK hingga adanya proses seleksi reguler dianggap kurang tepat.

Mengapa? Karena pelaksana tugas (Plt) komisioner KPK yang baru saja ditunjuk oleh Jokowi Selasa, 18 Februari, lalu dinilai tidak kompeten dan sarat dengan konflik kepentingan. 

(BACA: Profil 3 pimpinan baru KPK: polisi, mantan wartawan, dan ahli hukum)

Misalnya saja Taufiequrrahman Ruki, yang pernah menjabat sebagai Ketua KPK pertama periode 2003-2007. 

“Apa prestasinya? Seingat saya tidak ada, kecuali yang heboh itu menangkap mantan anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum), (alm) Mulyana W. Kusumah, dan (beliau sebagai) Komisaris Utama Bank Jawa Barat (BJB),” ujar Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti saat diskusi dengan wartawan di Jakarta, Jumat, 20 Februari.

Mulyana saat itu disebut terlibat dalam kasus korupsi pengadaan kotak suara Pemilihan Umum 2004.

“Yang kedua, beliau hanya punya prestasi menangkap Gubernur Banten sebelum Ratu Atut, Djoko Munandar, yang kejahatannya tidak lebih besar dari Atut,” imbuh Ray.

Djoko dipenjara atas tuduhan korupsi perumahan DPRD Banten di 2006.

Pengamat politik Indonesia Institute for Development and Democracy (INDED) Arif Susanto mengatakan bahwa Ruki saat menjabat sebagai ketua KPK cenderung kompromistis. 

“Kenapa tidak ada kasus besar yang bisa dia ungkap? Terutama karena kurang berani mengambil resiko,” ujarnya di sela diskusi yang sama. 

Hal itulah yang membedakan kepemimpinan Ruki dengan Samad dan Widjojanto. (BACA: Samad: Komisioner KPK bukan malaikat, bukan pula penjahat)

“Apa yang menyebabkan Samad dan Bambang Widjojanto jadi tersangka? Karena mereka dorong sedemikian rupa penyidikan untuk menyentuh pihak-pihak yang selama ini dianggap untouchable,” ungkap Arif. 

BEKERJASAMA. Plt pimpinan KPK Taufiequrrahman Ruki berjabat dengan Plt Kapolri Badrodin Haiti usai pelantikan Ruki di Istana Negara, 20 Februari 2015. Foto oleh Gatta Dewabrata/Rappler

Selain itu, latar belakang Ruki sebagai lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1971 yang pernah bekerja di kepolisian selama 32 tahun dan menjadi anggota DPR RI selama tiga periode dan bergabung dengan Fraksi TNI/Polri ini juga dianggap berbahaya. 

Hal ini bisa jadi salah satu penyebab mengapa KPK tidak menangkap satupun polisi selama pimpinannya, menurut Arif. 

“Kemungkinan karena ada solidaritas korps yang negatif,” ujarnya. 

Sesaat setelah pelantikan oleh Jokowi pagi ini, Ruki mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Polri untuk menyelesaikan kisruh yang terlanjur mendalam. 

“Harus, harus. Tanpa koordinasi semuanya tidak bisa dijalankan,” kata Ruki kepada wartawan di Istana Merdeka, Jumat pagi.

Selain Ruki, ditunjuknya ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, sebagai salah satu Plt pimpinan KPK juga mendapat kecaman keras dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi.

Dalam rilis yang diterima hari ini, koalisi tersebut mengungkapkan beberapa track record Indriyanto yang dianggap dapat merugikan kiprah KPK ke depannya. 

Berikut kutipan rilis yang diterima Rappler Indonesia:

Anti-KPK

  • Yang bersangkutan (Ybs) pernah beberapa kali berupaya mengurangi kewenangan dan lingkup yurisdiksi hukum KPK melalui judicial review terhadap UU KPK mewakili koruptor.
  • Ybs memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi pasal 28 huruf I ayat 1 UU KPK atas permintaan penggugat Bram Manoppo (saat itu Direktur Utama PT Putra Pobiagan Mandiri dan merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter bersama Abdullah Puteh); 
  • Pada 2006, Ybs juga mewakili Paulus Efendi dkk (31 hakim agung) dalam uji materi UU melawan Komisi Yudisial (yang diwakili Amir Syamsuddin, Bambang Widjojanto dkk) untuk membatasi kewenangan pengawasan dan penjatuhan sanksi terhadap hakim agung pada Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi

Pernah membela koruptor

  • Ybs dikenal memberikan pendampingan terhadap kasus korupsi pejabat negara. Menjadi kuasa hukum bagi Abdullah Puteh, mantan Gubernur Aceh, dalam kasus pengadaan helikopter Mi-2, dengan kerugian negara Rp 13,6 miliar.

Pembela kejahatan perbankan

  • Ybs sebagai kuasa hukum klien-klien yang terlibat penyalahgunaan kekuasaan oleh otoritas keuangan; menjadi kuasa hukum mantan Direktur BI Paul Sutopo, Heru Supraptomo, dan Hendrobudianto di tingkat banding dan kasasi dalam hal penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar untuk mengurus UU BI, maupun pemberian bantuan hukum terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kredit ekspor, dan kasus lain. 
  • Ybs sebagai ahli hukum pidana yang diundang Bareskrim dalam gelar kasus L/C fiktif Bank Century yang dilaporkan Andi Arief dengan tersangka Robert Tantular, Linda Wangsa Dinata, Hermanus Hasan Muslim, dan Krisna Jaga Tesen.

Pembela kejahatan di industri ekstraktif

  • Ybs merupakan kuasa hukum atas kasus kejahatan industri ekstraktif, seperti sengketa pertambangan batubara. 
  • Ybs merupakan kuasa hukum PT SKJM dalam kasus PTUN pemberian kuasa pertambangan batubara oleh Bupati Tanah Laut kepada SKJM dalam wilayah PKP2B PT Arutmin Indonesia.

Pembela kriminal dan pelanggar HAM 

  • Ybs menjadi kuasa hukum terhadap klien yang melakukan kriminalitas berat/pembunuhan terkait dengan kasus korupsi; antara lain menjadi kuasa hukum Tommy Soeharto dalam kasus kepemilikan senjata api dan bahan peledak, pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. 
  • Ybs pada 2004 menjadi kuasa hukum bagi Abilio Soares (saat menjadi terpidana pelanggaran HAM berat di Timor Timur) dalam gugatan uji materi pasal 43 ayat 1 UU Pengadilan HAM. 

Pembela Orde Baru

  • Ybs merupakan kuasa hukum Soeharto dalam gugatan terhadap majalah TIME Asia terkait pemberitaan tentang korupsi keluarga Cendana dalam edisi 24 Mei 1999, sekaligus mendampingi gugatan saat Soeharto dikenakan tahanan rumah oleh Kejagung. 
  • Ybs juga merupakan kuasa hukum bagi keluarga Soeharto/Yayasan Supersemar dalam kasus gugatan perdata penyalahgunaan uang negara. 

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!