Ruki: Saya hadir di KPK untuk padamkan bara api

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ruki: Saya hadir di KPK untuk padamkan bara api

DANY PERMANA

Dalam wawancara dengan Rappler, Ruki menjawab seputar keputusan pelimpahan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung, protes ICW, hingga petisi tidak percaya dari pegawai internal lembaga anti-rasuah sendiri.

 

JAKARTA, Indonesia — Plt Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrahman Ruki pamit pulang ke rumah pada koleganya Plt Wakil Ketua Johan Budi, Senin malam, 2 Maret. Dari lantai 3 gedung KPK, ia menuju lift bergegas turun.

Selama di perjalanan menuju mobilnya, ia melayani beberapa pertanyaan dari Rappler Indonesia mengenai keputusan KPK untuk melimpahkan kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan pada Kejaksaan Agung. (BACA: KPK tetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka)

Sambil sesekali meluruskan jas abu-abunya, ia mengatakan, keputusan itu tidak diputuskan secara terburu-buru. KPK telah memikirkan opsi itu dalam waktu yang lama.

Usai mengobrol dengan Rappler, ia kemudian keluar dari lift dan menyapa awak media. Awak media pun menyerbunya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar putusan pelimpahan kasus. Ruki kembali menjelaskan keputusan itu bukan dadakan. Melainkan sudah dipikirkan dengan matang. (BACA: Sidang praperadilan: Penetapan Budi Gunawan tersangka oleh KPK tidak sah)

Lalu apa alasan utama pimpinan memasrahkan kasus mantan ajudan Megawati Soekarnoputri, saat menjabat presiden dulu, pada Kejaksaan Agung? Berikut petikan wawancaranya: 

Ruki dan Plt Kapolri Badrodin Haiti berjanji bekerja sama atasi kisruh KPK-Polri. Foto oleh Gatta Dewabrata/Rappler

Terkait keputusan pelimpahan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung, apakah keputusan ini tidak terlalu terburu-buru? 

Tidak. Ini tidak tiba-tiba. Tapi sudah dipikirkan lama. Keputusannya kami ambil hari Minggu sore (1 Maret) dengan beberapa pihak. Perdebatannya cukup panjang. (BACA: KPK serahkan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung)

Semua pimpinan sepakat atau ada voting?

Nggak, nggak voting. Jadi saya sepakat, tinggal bagaimana bernegosiasi kita serahkan pada siapa ini, bagaimana caranya, mekanismenya. Nah, di situlah kami mulai melakukan komunikasi yang intens, baik yang sifatnya formal maupun informal, yang kadang bersama-sama, yang kadang-kadang sendiri. Tapi sendiri sekali pun diketahui kedatangan kami itu. 

Itu semua kami lakukan hingga akhirnya kemarin hari Minggu pukul 2 siang diputuskan, kami bicara secara teknis, pembicaraan final selesai, sehingga kami semua sepakat eksekusinya hari Senin.

Tapi apa yang menjadi alasan pimpinan untuk menyerahkan kasus tersebut ke Kejaksaan, bukannya itu berarti menyerah?

Bukan. Saya justru mau memadamkan bara api. 

Memadamkan api? Maksudnya kasus Budi Gunawan ini apinya? 

Iya. Ini salah satunya. 

Mengapa harus dipadamkan, apakah mengganggu aktivitas KPK menyelidiki 36 kasus yang lain? 

Ya, kan yang diganggu 21 penyidiknya itu. Jadi apinya harus dipadamkan dulu. Saya di sini untuk memadamkan api itu. (BACA: Ruki dan indikasi pelemahan KPK

36 kasus yang terbengkalai karena kasus Budi Gunawan itu apa saja? 

Saya tidak ingat semua, antara lain, kasus Pak SDA (Suryadharma Ali), Pak Jero Wacik, kasus Pak Hadi Purnomo, kasus Pak Ilham Surajudin Walikota Makassar. Saya tidak ingat semua, tapi menurut laporan yang saya terima kemarin, ada 36 kasus yang harus diselesaikan. Itu semua pekerjaan. 

Ini faktanya mesti kami kerjakan, belum nanti yang akan ditemukan dalam 36 itu apa, mungkin OTT (Operasi Tangkap Tangan), mungkin hasil penyelidikan matang. Belum lagi masalah lain, apa itu? 

Jadi betapa besarnya yang mesti kita hadapi, ini yang mesti saya hadapi, dalam sepuluh bulan ke depan ini. Kalau tidak, maka saya akan memberikan utang perkara pada pemimpin tahun 2016 ke depan hingga 2020. 

Ini kalau bisa kita selesaikan per-etape. Kalau bisa ya syukur, kalau nggak bisa, ya entah bagaimana caranya. 

Jadi yang harus Anda bayangkan adalah, yang dihadapi oleh KPK sekarang, adalah pekerjaan besar, sebanyak 36 perkara yang jelas menjadi beban, tidak boleh dinafikan. Itu yang sedang dipikirakan oleh kami pimpinan KPK, bagaimana mengakselerasikan pekerjaan ini.

Tapi Indonesia Corruption Watch (ICW) kecewa dengan keputusan pimpinan KPK, tanggapan bapak? 

Hak teman-teman ICW untuk tidak puas. Saya juga mendapatkan WA (aplikasi pesan WhatsApp) dari rekan saya sendiri, saudara Zainal Arifin Mochtar. Itu hak. Tetapi nanti ketika ketemu, kami akan mendiskusikan, mengapa itu semua kita lakukan. Karena buat kami persoalannya bukan hanya satu kasus hukum ini, bukan hanya sudut pandang satu masalah, tetapi seperti yang saya katakan tadi, ada pekerjaan besar lain yang tidak lebih kecil nilainya daripada kasus saudara Budi Gunawan. 

Biarlah Budi Gunawan ditangani oleh Kejaksaan, karena persoalannya ketika KPK dikalahkan di praperadilan berarti penyidikannya tak boleh dilakukan. Maka dia kembali ke proses penyelidikan.

Berarti kalau sudah proses penyelidikan, maka prosesnya adalah proses koordinasi supervisi, bisa dilimpahkan kepada pihak lain, kepada kejaksaan dan KPK melakukan koordinasi supervisi. 

Karena kita tidak mungkin menghentikan penyidikan, jalan keluarnya adalah kita serahkan kepada Kejaksaan. 

Keputusan KPK juga mendapat perlawanan dari pegawai di internal, mereka akan menggelar aksi Selasa pagi, akan tanda tangan petisi tidak percaya pada pimpinan KPK, jadi bagaimana? 

Saya tidak pernah mendengar seperti itu, dan juga saya harus katakan bahwa saya tidak yakin ada hal seperti itu.

Tapi kalau petisinya diserahkan besok (Selasa)? 

Kalau itu diserahkan ke pimpinan, saya harus katakan yang mengangkat saya adalah presiden, saya kembalikan kepada presiden. Presiden kepala negara ya, saya serahkan kepada presiden. 

Kalau presiden, kemudian menilai bahwa saya tidak firm, saya dengan senang hati, toh saya juga tidak mencari kerja, saya nothing to lose lah. Saya juga tidak mencari pekerjaan kok disini. Turun saya, dengan menjadi ketua KPK ini, saya ini turun. 

Dalam konferensi pers tadi hadir Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, apa mereka ikut dalam mengambil keputusan ini, apa peran mereka? 

Tidak. Keputusannya antara Kejaksaan Agung, KPK, dan Kepolisian, terjadi perdebatan cukup intens dengan kami, dengan teknik hukumnya. Kami sama-sama orang hukum, saya juga orang hukum, Polri juga orang hukum, Jaksa Agung juga orang hukum. Menkumham dan Menkopolhukam tidak ada, tidak campur tangan dan tidak tahu urusan itu. 

Untuk apa mereka datang ke KPK hari ini (Senin)?

Mereka memang menjadwalkan hari ini mau datang (Senin). Sowan (berkunjung). Tapi kebetulan hari ini memang sudah merencanakan akan melakukan penyerahan kasus itu. Ya sudah, saya bilang kami jadikan satu saja. 

Anda pernah mengatakan penetapan kasus tersangka Budi Gunawan terkesan terburu-buru, benar? (Sebelumnya ditanyakan juga soal penyidik) 

Kesimpulan saya, penyidiknya memang kurang. Ternyata di dalamnya lain, bukan penyidiknya yang kurang, tetapi ketergesa-gesaan menetapkan perkara dalam penyidikan. Mungkin bukti permulaannya sudah cukup, tetapi akibatnya apa, terjadi tumpukan-tumpukan perkara yang tak terselesaikan. 

Kenapa? Pernyataan penetapan tersangka atau seseorang menjadi tersangka itu adalah berita yang sangat menarik untuk pers, layak dijadikan panggung atau mungkin bagaimana tanpa menyadari setelah menetapkan seorang sebagai tersangka itu besar dan panjang sekali proses yang mesti diselesaikan, yaitu memproses penyidikan, memeriksa dan menuntut kepengadilan. Ini yang kemudian yang menjadi terbengkalai. 

Usai berbicara panjang lebar, Ruki kemudian pamit kepada awak media. “Sudah jam 10, saya harus pulang,” katanya. Ia selanjutnya berjanji pada awak media akan membahas kasus per kasus dari segi penindakan. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!