Gay Indonesia soal fatwa mati: MUI ketinggalan zaman

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Gay Indonesia soal fatwa mati: MUI ketinggalan zaman

EPA

Kaum gay Indonesia meminta MUI tidak menyamakan homoseksual dan penjahat seksual. Mereka juga meminta MUI untuk merujuk pada rekomendasi PBB.

 

JAKARTA, Indonesia — Alih-alih tersinggung dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukuman mati bagi para pelaku seks menyimpang, kaum gay Indonesia justru memberikan koreksi dan saran bagi mereka. 

MUI sebelumnya, pada Selasa, 3 Maret 2015, mengeluarkan peringatan keras dan merekomendasikan hukuman mati bagi para pelaku lesbian, gay, dan sodomi.

“Sodomi, homoseksual, gay dan lesbi dalam hukum Islam adalah haram dan merupakan perbuatan yang keji yang bisa dikenakan hukuman hingga hukuman mati,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dalam jumpa persnya di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Selasa.

Jangan samakan homoseksual dan pedofilia

Amahl S. Azwar, penulis asal Jakarta yang juga seorang gay mengatakan, perilaku menyimpang yang disebut oleh MUI harus dijelaskan lebih lanjut.

“Perilaku menyimpang itu bukan sex offenders, bukan pemerkosaan,” katanya pada Rappler, Rabu, 4 Maret.

Menurut Amahl, jika dua orang yang memiliki jenis kelamin yang sama dan melakukan hubungan seksual atas keinginan bersama, keduanya tak bisa disamakan dengan seorang pedofilia. 

Amahl khawatir, MUI tak bisa membedakan kedua golongan ini.

“Mereka menyamakan homoseksualitas dan pedofilia,” katanya. 

Ia lebih khawatir lagi, karena pernyataan MUI ini hanya akan meningkatkan jumlah homofobia, atau orang yang fobia terhadap homoseksual.

Fatwa MUI bertentangan dengan rekomendasi PBB

Aktivis LGBTIQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, Queer) Dede Oetomo juga menyesalkan pernyataan MUI. Dede yang juga salah satu pendiri organisasi gay di Indonesia, mengatakan, fatwa MUI tersebut bertentangan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

PBB sudah mengatakan, trennya harusnya dekriminilasasi homoseksualitas dan kewariaan, internasional dorongannya ke sana,” katanya pada Rappler Indonesia hari ini. 

(BACA: Kilas balik 3 dekade organisasi LGBT Indonesia)

Negara-negara lain juga sudah mencabut bentuk-bentuk diskriminalisasi terhadap kaum gay atas nama hak asasi manusia. “Pemahaman internasional (tentang homoseksualitas) itu bukan lagi sesuatu yang melanggar hukum, itu sudah lama,” katanya. 

“Kalau begini, MUI ketinggalan zaman. Dugaan saya mereka ketinggalan zaman,” katanya lagi. 

Tafsir MUI tak mutakhir lagi?

Dede juga menyebut, tafsir MUI sudah usang, tak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Aktivis keberagaman Siti Musdah Mulia, kata Dede, pernah mengungkapkan bahwa tafsir MUI soal homoseksualitas tak sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi soal rekomendasi hukuman mati. 

“Tren peradaban sekarang, menghukum mati itu biadab dan ketinggalan zaman,” katanya. 

Karena itu, Dede meminta MUI untuk membaca lebih banyak lagi, agar lebih banyak bahan masukan dalam membuat fatwa.

“Bukankah perintah dalam Al-Quran itu adalah iqro (baca)?” katanya. 

Dede selanjutnya mengingatkan, Indonesia jangan sampai meniru Uganda. Di negara itu, kaum homoseksual terancam hukuman seumur hidup. Dengan undang-undang anti homoseksualitas, seorang gay di Uganda bisa dihukum seumur hidup, dan dihukum mati bila “kesalahan” itu diulang.

“Jangan diteruskan,” pungkasnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!