Denny Indrayana terindikasi korupsi

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Setelah dilaporkan bulan lalu, mantan Wamenkumham Denny Indrayana akan diperiksa perdana oleh Polri 6 Maret 2015.

 

Sumber TwitterJ

AKARTA, Indonesia — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana terindikasi korupsi terkait layanan pembayaran online pembuatan paspor.  

“Terdapat indikasi keterlibatan beliau (Denny) dari keterangan saksi, alat bukti, termasuk hasil audit. Kecenderungannya ke sana,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso seperti dikutip oleh Kantor Berita Antara, Kamis, 5 Maret  2015. 

Denny rencananya akan diperiksa Jumat, 6 Maret 2015 oleh penyidik Polri. Belum jelas apakah dia akan ditetapkan sebagai tersangka. 

“Ya, nanti kita lihat. Artinya, hasil dari proses pemeriksaan besok. Besok dipanggil sebagai saksi terkait laporan terhadap dirinya. Besok dijadwalkan pemeriksaan yang bersangkutan,” kata Waseso. 

Meski diduga korupsi, Waseso mengatakan Polri belum meminta keterangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang kemungkinan jumlah kerugian negara. 

 

Kasus Denny 

Denny dilaporkan oleh Andi Syamsul Bahri ke Polri atas dugaan korupsi ketika dia masih menjabat sebagai wamenkumham pada Februari 2014. Tidak jelas identitas dan pekerjaan dari Syamsul ini. 

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto, ada selisih antara nilai pembayaran pembuatan paspor yang seharusnya dengan nilai pembayaran yang terjadi karena ada tambahan pembayaran. 

“Akumulasi dari pengurusan paspor itu Rp 32 miliar. Itu bukan nilai kerugiannya ya, tapi akumulasi dari pembuatan paspor,” kata Rikwanto. 

Polisi sudah memanggil 12 orang saksi termasuk mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, saksi dari Telkom sebagai pemenang tender dan Ditjen Imigrasi. 

 

Penjelasan Denny

 

Denny membantah dugaan keterlibatannya dalam kasus ini. Menurut dia, dugaan korupsi tersebut  mengada-ada. 

“Celah dugaan korupsi tersebut kemungkinan dicari-cari dari potongan biaya administrasi yang dikenakan masyarakat saat melakukan pembayaran secara online,” kata Denny sebagaimana dikutip oleh liputan6.com. 

Menurut Denny, memang ada biaya tambahan pembayaran elektronik melalui transaksi perbankan sebesar Rp 5.000. 

“Jika pemohon keberatan bisa melakukan pembayaran manual yang gratis sesuai Permenkumham Nomor 18 Tahun 2014. Karena biaya itu atas persetujuan pemohon, tidak wajib, maka tidak dapat dikatakan pungli,” kata Denny.

“Yang pasti tidak ada kerugian negara dan tidak ada pula rekomendasi membawa masalah ini ke penegak hukum. Jadi pembayaran PNBP secara elektronik dalam pembuatan paspor ini seharusnya diakui sebagai inovasi, dan bukan justru dikriminalisasi apalagi dituduh korupsi,” tambahnya.

Denny menduga bahwa pelaporan dirinya terkait dengan kisruh antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, karena Denny dikenal sebagai pendukung KPK. 

(BACA: Daftar panjang upaya pelemahan KPK)

“Ini adalah bagian dari kriminalisasi kepada KPK dan para pendukungnya. Terindikasi dengan waktunya yang bersamaan dengan advokasi kasus KPK, diproses dengan super cepat, dan dugaan kasus yang berubah-ubah,” katanya sebagaimana dikutip kompas.com. — Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!