Menunggu jurus tinju Okto di balap sepeda

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menunggu jurus tinju Okto di balap sepeda
Popularitas balap sepeda memang tak seperti sepakbola atau badminton. Tapi, potensinya bisa menyalip dua cabang olahraga paling digemari di Indonesia itu.

Pengurus Besar Ikatan Sepeda Sport Indonesia (PB ISSI) baru saja menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), Sabtu, 7 Maret, di Gedung Serba Guna Senayan, Jakarta Selatan. Hasilnya, konglomerat muda asal Kalimantan Barat Raja Sapta Oktohari menjadi pemimpin baru federasi balap sepeda Tanah Air. Apa yang bisa diharapkan dari pengusaha dan penghobi sepeda ini? 

Sebagian besar dari kita mengenal nama Raja Sapta Oktohari lebih banyak sebagai pengusaha muda. Ia menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) periode 2011-2014. Atau jika kamu lumayan update soal olahraga pasti mendengar nama dia berita-berita laga tinju. Maklum, Okto, panggilan lelaki 39 tahun ini, adalah promotor petinju top Indonesia seperti Daud Jordan dan Chris John. 

Lawan dia ada dua. Yakni, Engkos Sadrah dan Doddy Iswandi. Mereka bertiga berebut 29 suara pengurus Pengprov ISSI. Di putaran pertama Okto dan Doddy sama kuat. Suara mereka sama-sama 12. Engkos yang hanya didukung lima suara pun terdepak. Di Gedung Serba Guna Senayan di malam Minggu lalu, nama Okto diteriakkan. Sejumlah pengurus balap sepeda mengenakan kaos hitam dengan tulisan namanya berwarna merah menyala. Teriakan itu semakin menggelegar saat dia menang tipis melalui babak overtime pemilihan ketua umum.

Konglomerat muda asal Kalimantan Barat Raja Sapta Oktohari menjadi pemimpin baru federasi balap sepeda Tanah Air. Foto oleh @RajaSaptaOkto/Twitter

Di putaran kedua, pemilihan berlangsung dramatis. 28 suara yang dibuka menunjukkan dukungan imbang: sama-sama 14 untuk keduanya. Satu suara terakhir menjadi penentuan. Keheningan di tengah malam kawasan belakang Hotel Atlet Century itu pun pecah saat nama Okto disebut. 

Pekikan pendukung Okto tak hanya karena sang calon menang. Tapi juga kelegaan bahwa mereka berhasil mengalahkan calon yang dikirim “penguasa”. Maklum, dalam munaslub tersebut, Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI) yang menjadi induk dari semua pengurus besar cabang olahraga itu mengajukan Doddy sebagai calon dari KONI. Ini mirip era Orde Baru yang mengirim calon versi Presiden Soeharto ke munas partai.

“Ada ‘urusan’ yang belum selesai antara PB ISSI dan KONI. Dan itu soal duit. Makanya mereka perlu mengirim calon untuk ‘mengamankan’,” kata sumber yang dekat dengan para pengurus kepada saya. Tapi itu masih selevel “gosip jalanan”. 

Satu demi balap sepeda

Drama pemilihan Okto sudah selesai. Kini kita harus fokus kepada apa yang bisa dilakukan putra konglomerat Oesman Sapta Odang itu di PB ISSI. Okto secara diplomatis berusaha mengakhirinya. “Kini tidak ada kubu. Kita semua satu demi balap sepeda Indonesia,” katanya.

Kenapa balap sepeda penting? Memang, popularitasnya tidak seperti sepakbola atau badminton. Tapi, potensinya bisa menyalip dua cabang olahraga paling digemari di Indonesia itu. 

Di SEA Games 2013 Indonesia meraup lima medali emas. Sebelumnya di SEA Games 2011 Indonesia meraih 12 medali emas. 

Di level Asia, Indonesia memiliki sejarah sukses dengan meraih dua emas balap sepeda di Asian Games 1962. Prestasi yang bahkan tak pernah bisa disamai sepakbola.

Penggemar balap sepeda Inu Febiana melalui akun Twitter miliknya @IFnubia yakin bahwa potensi balap sepeda besar. Dia bahkan berani mengatakan, “Balap sepeda Indonesia bisa jadi juara Asia dalam empat tahun dan juara dunia kurang dari delapan tahun!” 

Syaratnya, “Tidak hanya teknis, tapi juga kemampuan lini strategis (pengurus), baik ke dalam negeri maupun luar negeri.”

Selain itu, tren balap sepeda semakin meningkat dengan animo masyarakat terhadap olahraga bersepeda. Komunitas bersepeda menjamur. Media sudah mulai memperlakukan olahraga bersepeda sebagai komoditas penting. Kelompok elit masyarakat (sebagian besar pengusaha) bahkan memperlakukan olahraga tersebut dengan standar pembalap sepeda profesional. 

Apa hubungannya komunitas dan PB ISSI? Dengan tren yang meningkat, banyak pengusaha yang tidak ingin bersepeda hanya menjadi hobi. Mereka ingin ikut “mengasuh” cabang olahraga tersebut agar berprestasi. 

Prajna Murdaya, putra kerajaan bisnis Berca Grup (Hartati Murdaya), bahkan membuka kawasan eksibisi terluas di Indonesia, Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, miliknya khusus untuk latihan sepeda. Dengan luas 44 hektare, dia membuat sirkuit balap sepeda dengan segala fasilitasnya di kawasan tersebut. Tahun lalu dia menggelar ajang balap sepeda internasional JIExpo Criterium di sana.

“Saya ingin JIExpo Kemayoran menjadi pusat latihan anak-anak sepeda. Usia berapapun silakan ke sini. Kami juga ingin di sini ada workshop agar mereka memahami bagaimana bersepeda yang benar. Saya ingin ada kompetisi rutin dengan level usia tertentu di sini,” kata Prajna yang juga kolektor sepeda-sepeda mahal tersebut kepada saya tahun lalu.

Nah, orang-orang seperti Prajna banyak jumlahnya. Mereka adalah pengusaha yang hobi bersepeda. Mereka ingin berkontribusi bagi perkembangan balap sepeda tapi terbentur sumbatan-sumbatan “politik” di PB ISSI. Jika munaslub kemarin tidak ada, PB ISSI akan terjebak pada dualisme kepemimpinan (mungkin bukan dualisme, tapi “tripelisme” karena ada tiga versi ketua).  

Menghidupkan yang mati suri

Okto sudah siap menjembatani itu semua. Saat saya tanya usai pidato kemenangan di munaslub, dia berkata, “Lho, saya ini basic-nya dari komunitas. Saya ini cyclist juga. Saya kenal baik dengan Mas Prajna (Murdaya) dan banyak pengusaha lain yang peduli balap sepeda. Kami akan sinergikan,” katanya. 

Okto juga berjanji mengaktifkan kembali agenda balap sepeda PB ISSI yang mati suri selama sekitar empat tahun, yakni Tour de Indonesia (TDI). “Sebagai langkah awal akan ada event lokal rutin. Dalam waktu dekat kami akan melaksanakan tur di setiap daerah, seperti Tour de Sulsel dalam tiga bulan ke depan. Setelah itu target kami menggelar TDI di akhir tahun. Beri saya waktu satu tahun untuk melakukan persiapan matang,” janjinya.

Bagaimana kira-kira Okto akan melakukannya? Kita memang belum tahu. Tapi, gaya dia dalam mengelola tinju bisa jadi acuan. Okto berhasil membuat arena tinju bergairah dengan agenda pertarungan Daud Jordan dan Chris John. Penonton membeludak, sponsor bersemangat.

Wartawan JPNN Aam Amjad pernah bertanya kepada Okto, “Bang, apakah menggelar pertandingan Daud Jordan dan Chris John mendatangkan keuntungan?” 

Dia lantas menjawab, “Saya ini businessman. Tinju ini industri olahraga. Bagi businessman, untung itu adalah tidak merugi. Balik modal saja sudah untung karena event itu pasti sukses,” katanya. 

Bagaimana jurus tinju itu akan diterapkan di balap sepeda? Kita tunggu saja. —Rappler.com

 

Agung Putu Iskandar, atau Aga Agung, adalah mantan wartawan Jawa Pos. Aga yang juga penggemar berat olahraga bersepeda kini berdomisili di Jakarta, memilih untuk menjadi penulis lepas sembari mengamati dunia olahraga. Selain menulis soal olahraga, ia juga peduli pada isu sosial dan hukum. Follow Twitter-nya di @agaagung.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!