Keluarga Mary Jane: Kami tak akan kehilangan harapan

Jet Damazo-Santos

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mark, anak Mary Jane yang berusia 12 tahun, syok setelah tahu bahwa ibunya akan menghadapi regu tembak. Meski demikian, keluarga masih berharap ada mujizat.

 MASIH BERHARAP. Cesar, ayah dari Mary Jane Fiesta Veloso bersama Maritess, kakak perempuan Mary Jane, mambaca surat Mary Jane pada keluarganya. Foto oleh Joe Torres/UCA News

JAKARTA, Indonesia — “Benarkah? Benarkah Mahkamah Agung sungguh menolak kasus adik saya? Apakah mereka akan mengeksekusinya?” 

Maritess Veloso, kakak terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso, mengatakan kepada Rappler bahwa mereka cuma mendengar dari berita kalau harapan terakhir adiknya lolos dari hukuman mati di Indonesia telah ditolak. Mereka belum menerima informasi resmi dari Pemerintah Filipina. 

“Kami semua panik, apalagi ibu dan ayah kami,” kata Maritess, Jumat, 27 Maret 2015, sehari setelah diumumkannya penolakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) tersebut. “Kami tidak menduga bahwa mereka akan menolak kasusnya. Kami kira prosesnya masih akan sekitar dua bulan lagi.”

Penasihat hukum Mary Jane juga mengira masih perlu berbulan-bulan lagi buat Mahkamah Agung (MA) mempertimbangkan patut atau tidaknya ibu dari dua anak ini menghadapi regu tembak karena berusaha menyelundupkan 2,6 kilogram heroin ke Indonesia. 

Agus Salim, ketua tim pengacara Mary Jane, sebelumnya mengatakan kepada Rappler, mereka optimistis memenangkan PK karena dua alasan kuat. Pertama, Mary Jane mengatakan dia dijebak membawa koper berisi heroin ke Indonesia. Kedua, dia tidak bisa membela dirinya dengan baik di pengadilan karena tidak disediakan penerjemah yang kompeten. (BACA: Lawyers for Filipina on death row: Her translator was just a student)

Pengacaranya juga optimistis karena ada preseden sebelumnya. Pada 2007, MA mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup bagi seorang warga negara Thailand karena tidak didampingi penerjemah yang mumpuni. Apalagi, warga Thailand tersebut positif memakai narkoba, sedangkan Mary Jane tidak. 

Tapi Mahkamah Agung tidak sependapat. 

DITOLAK. Putusan Mahkamah Agung pada permintaan PK Mary Jane. Sumber situs www.mahkamahagung.go.id

Apa langkah selanjutnya?

Agus mengatakan, mereka akan menunggu salinan keputusan MA, baru  mendiskusikan langkah selanjutnya. “Saya belum menerima keputusan resmi dari MA, jadi kami belum tahu alasan penolakannya,” ujarnya. 

Namun apakah masih ada jalan lain? PK biasanya adalah langkah terakhir di sistem peradilan Indonesia. 

“Kami berharap masih ada (jalan keluar), tapi kami harus melihat dulu apakah penolakannya karena alasan administratif atau substantif,” kata Agus. 

“Kami semua sedih di sini. Tidak ada alasan untuk mengeksekusi Mary Jane.”

Waktu eksekusi mendekat

Bagi kejaksaan, putusan MA berarti satu langkah maju untuk melaksanakan eksekusi bagi 10 terpidana mati karena kasus narkoba, termasuk Mary Jane, dua orang Australia, dan terpidana mati lainnya dari Prancis, Brasil, Ghana, dan Nigeria. 

“Memang kami sudah mendengar jika permohonan PK dari terpidana mati Marry Jane ditolak Mahkamah Agung. Kami siap jika sewaktu-waktu harus melakukan eksekusi terhadap Mary Jane,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Yogyakarta I Gede Sudiatmaja, sebagaimana dikutip Antara, Jumat, 27 Maret.

(BACA: Indonesia to accelerate legal process for Filipina on death row)

“Hal tersebut sesuai dengan harapan dan pemahaman kami bahwa terpidana yang sudah ditolak permohonan grasinya, seharusnya tidak perlu lagi mengajukan upaya hukum,” kata juru bicara Kejaksaan Agung Tony Spontana. 

Permohanan grasi Mary Jane dulu diberikan pada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat pertemuan bilateral dengan Presiden Benigno Aquino III. Tapi permohonan tersebut diabaikan, sampai kemudian Joko “Jokowi” Widodo, yang bersikap keras terhadap penyelundupan narkoba, dilantik jadi presiden. Dia menolak grasi Mary Jane pada Januari. 

UPAYA HUKUM TERAKHIR. Mary Jane di Pengadilan Negeri Yogyakarta saat sidang untuk mendengarkan permohonan peninjauan kembali, Maret 2015. Foto oleh Suryo Wibowo/AFP

Masih berharap

“Sampai sekarang, kami masih belum kehilangan pengharapan,” kata Maritess berulang-ulang sambil menangis di telepon. “Bahkan sampai nanti ketika kami sudah melihat keputusan MA, kami tidak akan kehilangan harapan.”

“Selama adik perempuan kami masih hidup, kami tidak akan kehilangan harapan. Kami percaya ada Tuhan. Mujizat bisa terjadi.”

Menurut Maritess, Mark, anak tertua Mary Jane yang berusia 12 tahun, benar-benar terguncang mengetahui apa yang akan dihadapi ibunya. 

(BACA: A slow death for family of Filipina on Indonesia’s death row)

“Dia hanya menatap kosong. Dia tidak mau diajak bicara,” kata Maritess. “Dia sepertinya kehilangan minat belajar. Kami khawatir dia tidak naik kelas tahun ini.”

Mark masih berusia 7 tahun ketika ibunya meninggalkan mereka untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur. Tapi janji pekerjaan dari Cristina, saudara serani Mary Jane, ternyata tidak ada. Mary Jane memberitahu keluarganya kalau Cristina meminta dia untuk pergi ke Indonesia, dan memberikannya koper untuk dibawa. 

Koper tersebut berisi obat yang disembunyikan. 

Christina tinggal di Kota Cabanatuan, Provinsi Nueva Ecija. “Kami bertemu dengannya, tapi kami tidak mau bicara dengannya,” kata Maritess

Maritess mengunjungi selama 3 hari pada Februari. Kunjungan tersebut difasilitasi oleh Pemerintah Filipina. 

“Waktu itu dia senang dan sehat dan berpengharapan,” kata Maritess. 

Maritess mengatakan dia tidak yakin apakah dia akan tahan mengucapkan selamat jalan pada Mary Jane bila pada akhirnya dia dieksekusi. 

“Mary Jane bilang, seandainya dia dieksekusi, dia ingin menemui kami semua lagi. “Tapi saya tidak tahu … “ —dengan laporan dari Adelia Putri/Rappler.com. 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!