Philippine economy

#KembalikanMediaIslam: Media Islam protes pemblokiran situs ‘radikal’

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

#KembalikanMediaIslam: Media Islam protes pemblokiran situs ‘radikal’
Masyarakat protes kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka menilai situs media Islam tak menyebarkan paham radikal. Apakah pemerintah gegabah?

JAKARTA, Indonesia [UPDATED] — Sejumlah pemimpin media Islam melayangkan protes ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Selasa, 31 Maret, setelah tersiar kabar bahwa sebanyak 19 situs media Islam di tanah air diblokir atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Sebanyak 7 pemimpin media Islam menemui perwakilan dari Kemenkominfo di gedung kementerian di Jakarta hari ini.

Ketujuh media tersebut adalah: 

  • aqlislamiccenter.com
  • hidayatullah.com
  • kiblat.net
  • salam-online.com
  • panjimas.com
  • arrahmah.com
  • gemaislam.com

“Kami sampai sekarang belum mendapatkan pemberitahuan secara resmi baik dari Kemenkominfo maupun BNPT. Apa alasan pemblokiran tersebut?” ujar Mahladi, pemimpin redaksi hidayatullah.com dalam konferensi persnya.

(BACA: Kemenkominfo: Pemblokiran 19 situs radikal tidak permanen)

Menurutnya, pemblokiran tersebut janggal karena dilakukan tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

“Kalau memang situs-situs kami dianggap berbahaya, berbahayanya di mana? Kalau kami dianggap menghasut masyarakat untuk bergabung dengan ISIS, yang mana? Karena setahu kami, kami kritis terhadap ISIS,” imbuh Mahladi.

Hal yang sama diucapkan oleh Agus Soelarto, pemimpin redaksi AQLIslamicCenter.com.

“Kita media komunitas, merasa heran saja diblokir. Radikalnya di mana? Tunjukkan aja sama kita yang mana. Kita ini media komunitas orang-orang ngaji. Tidak ngapa-ngapain. Kami hanya menginfokan ilmu soal Quran dan hadis. Apa karena Quran dan hadis itu radikal? Jangan sampai ada asumsi Quran itu radikal,” ungkapnya.

Menurut juru bicara Kemenkominfo Ismail Cawidu, pihaknya hanya meneruskan permintaan BNPT.

“BNPT mengirim surat ke Kemenkominfo meminta pemblokiran sejumlah situs karena mengandung dan menganjurkan ajaran-ajaran kekerasan. Kemenkominfo sebagai pihak yang bertanggung jawab, dan berdasarkan peraturan menteri tentang konten negatif di Internet wajib melayani pengaduan dari institusi terkait,” kata Ismail, Senin, 30 Maret.

‘Mengkafirkan yang beda’

Menurut juru bicara BNPT Irfan Idris, pihaknya telah menyasar situs-situs Islam yang dianggap menyebarkan paham radikal sejak 2012.

“Kriteria website radikal menurut BNPT adalah ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, lalu mengkafirkan orang lain,” ujar Irfan, saat pertemuan dengan para perwakilan dari situs yang diblokir di gedung Kemenkominfo.

Selain itu, situs-situs tersebut juga dianggap mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung dengan ISIS, dan juga memaknai jihad secara terbatas.

“Ini yang membuat masyarakat kita bingung dan galau,” ujar Irfan. “Saya pernah lihat sekilas gambar dan kalimat (di situs-situs yang diblokir tersebut), isinya mengharamkan demokrasi dan mengkafirkan Jokowi (Presiden Joko Widodo).”

Namun, perwakilan dari situs-situs yang diblokir percaya bahwa tidak ada dari situs mereka yang beraliran radikal.

“Kami sendiri merasa tidak pernah melakukan itu, tidak pernah ada protes dari pembaca kami soal mengkafirkan orang,” ujar Mahladi, pemimpin redaksi hidayatullah.com.

Namun ia mengakui bahwa situsnya memang memberitakan fatwa haram Ahmadiyah.

“(Tapi) siapa yang mengatakan sesat itu? Itu kan fatwa MUI. Kami hanya memberitakan. Teman-teman media lain juga melakukan hal yang sama,” imbuh Mahladi.

Sementara itu, pihak Kemkominfo mengaku akan sulit bagi para situs-situs tersebut untuk memperjuangkan nasibnya sehingga masyarakat bisa mengakses kembali karena tidak ada dari mereka yang menggunakan domain Indonesia (co.id).

“Kalau bapak menggunakan .com, ya tidak bisa komunikasi (dengan mudah) dengan Kemkominfo karena kami itu .co.id,” ujar Henri Subiakto, staf ahli bidang komunikasi dan media massa di Kemkominfo.

(BACA: Ancaman UU ITE terhadap kebebasan berpendapat)

Sementara itu, gerakan tagar #KembalikanMediaIslam menjadi trending topic di Twitter. Mereka mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak transparan.  

Bagaimana denganmu? Apakah pemerintah gegabah dengan memblokir sejumlah media Islam yang dinilai menyebarkan paham radikalisme? Akankah langkah ini efektif menghambat laju terorisme di Indonesia? —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!