
BANDA ACEH, Indonesia — Pasangan nonmuhrim atau belum menikah bakal dilarang berboncengan saat mengendarai sepeda atau sepeda motor di Kabupaten Aceh Utara.
Larangan itu tercantum dalam Qanun Kemaslahatan dan Ketertiban Umat yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara, Kamis, 30 April.
Fauzan Hamzah, Ketua Badan Legislasi DPRK Aceh Utara yang dihubungi via telepon dari Banda Aceh, Senin, 4 Mei, menyebutkan, alasan pembuatan qanun itu sebagai upaya mengurangi perbuatan maksiat di kabupaten berpenduduk lebih dari 500 ribu orang itu.
“Ini upaya antisipasi agar warga Aceh Utara tidak lagi melakukan perbuatan dilarang agama. Berboncengan bagi pasangan nonmuhrim melanggar syariat Islam. Mereka duduk berdempetan sehingga mengarah pada dosa,” ujarnya kepada Rappler.
“Kondisi selama ini banyak remaja Aceh Utara yang kalau naik sepeda motor, mereka berpelukan. Itu sudah melanggar syariat. Dalam Islam, memeluk istri sendiri di tempat umum tidak boleh. Apalagi kalau pasangan nonmuhrim, tentu berdosa.”
Menurut politisi dari Partai Aceh itu, berboncengan laki-laki dan perempuan bukan muhrim dibolehkan dalam kondisi darurat, misalnya membawa orang sakit ke rumah sakit atau membantu korban kecelakaan.
Partai Aceh ialah partai lokal di Aceh yang didirikan bekas gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah terwujudnya perdamaian dengan pemerintah Indonesia di Helsinki, Agustus 2005, untuk mengakhiri konflik bersenjata yang menewaskan lebih 25.000 orang, umumnya warga sipil.
Tak boleh jual pakaian tak Islami, menampilkan manekin dan karaoke
ke lhokseumawe kalo gadak ikatan muhrim ga blh boncengan, ya udah besok kalo bonsengan pakek ikat sabuk. MINIMAL
— Acul Ibnu Ali (@fidy2twoblack) May 3, 2015
Selain mengatur larangan berboncengan pasangan nonmuhrim, qanun itu melarang para pedagang menjual pakaian tak Islami dan menampilkan manekin (patung untuk memajang pakaian) yang bisa membangkitkan birahi orang memandangnya.
“Nanti setelah sosialiasi yang saya targetkan 6 bulan tidak ada lagi pedagang di Aceh Utara menjual pakaian ketat sehingga otomatis masyarakat akan mengenakan pakaian yang menutup aurat,” kata Fauzan.
Dia menambahkan, qanun itu juga mengatur tentang pemisahan ruang belajar laki-laki dan perempuan mulai dari Sekolah Menegah Pertama hingga Perguruan Tinggi. Pemisahan juga berlaku untuk pengunjung wanita dan pria pada objek-objek wisata yang ada di Aceh Utara.
Murid mulai Sekolah Dasar sampai SMA, jelasnya, tidak boleh berkeliaran usai shalat Magrib dan wajib ikut pengajian. Sedangkan orang dewasa wajib ikut pengajian rutin di balai pengajian, dayah, meunasah, dan tempat lain.
“Pertunjukan keyboard dan karaoke di pesta perkawinan, sunatan, kafe, arisan, kegiatan ekstrakurikuler sekolah dan kampus, kegiatan perkantoran, serta kegiatan bisnis atau promosi juga dilarang,” katanya.
Sanksi dan kontroversi
Kan bukan muhrim “@jonaridha: hih nda tesumbalit kahRT Reniipsari: Boncengan syariah haha:D pic.twitter.com/RfPhLOs6Yg
— Reni. (@Reniipsari) November 26, 2014
Ketika ditanya apakah dalam qanun juga mengatur sanksi bagi warga yang melanggar aturan tersebut, Fauzan menyatakan bahwa bentuknya lebih bersifat sanksi moral.
“Sanksi bagi warga yang melanggar dimulai dari teguran, pernyataan maaf, bimbingan di pesantren, kerja sosial, dikucilkan dari kampung, pencabutan gelar adat, pencabutan izin usaha, denda dan dikeluarkan dari kampung,” jelasnya.
Ditambahkan bahwa qanun tentang Kemaslahatan dan Ketertiban Umum mulai akan efektif diimplementasikan, Mei 2016. Selama setahun ke depan bakal dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.
“Kami mengharapkan, ketika diimplementasikan tak ada lagi warga Aceh Utara yang melanggar berbagai aturan yang terdapat dalam qanun ini,” kata Hamzah.
Saat ditanyakan bahwa ada beberapa aturan kontroversi terkait pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang tak jalan, Hamzah menegaskan bahwa pihaknya akan mengawasi pelaksanaan qanun tersebut.
“Kami sebagai legislatif akan terus mengawal kerja eksekutif saat mengimplemetasi qanun ini. Selain itu, pemerintah mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, hingga ke tingkat desa harus ikut melaksanakan qanun ini,” katanya.
Seperti diketahui bahwa Kabupaten Aceh Barat pernah membuat aturan agar semua perempuan di daerah itu memakai rok saat berada di luar rumah, pada 2010.
Selain itu, pada 2013, Pemerintah Kota Lhokseumawe sempat melarang perempuan duduk mengangkang saat berboncengan di sepeda motor. Tetapi kedua aturan itu tak jalan karena masyarakat tidak mau mematuhinya. — Rappler.com
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.