Kelompok ultra nasionalis berunjuk rasa di Yangon

Phyu Zin Poe

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kelompok ultra nasionalis berunjuk rasa di Yangon

EPA

YANGON, Myanmar — Sekitar 300 orang bergabung dalam sebuah unjuk rasa di Yangon menuntut diakhirinya tekanan internasional terhadap Myanmar terkait krisis migran Teluk Benggala.

Di Myanmar, warga harus meminta izin kepada polisi sebelum mereka menggelar aksi unjuk rasa.

Dan biasanya pengunjuk rasa tidak diberi izin dan didakwa melanggar hukum. Tapi kelompok ini mengaku mendapat izin dari polisi.

Berikut laporan dari koresponden Asia Calling KBR.

Sekelompok pengunjuk rasa sedang menuju Lapangan Kyaikkasan di Tamwe, Yangon. Di baju mereka tertulis “Manusia Perahu bukan Myanmar. Berhenti Menyalahkan Myanmar.”

“Siapa yang mendukung orang Benggali adalah musuh kami. PBB tidak boleh bias. Kami tidak ingin tekanan yang tidak adil. Rohingya bukan dari Myanmar. Jangan lecehkan negara kami, jangan lecehkan rakyat kami. Pergi manusia perahu,” teriak mereka. 

PBB menggambarkan muslim Rohingya sebagai salah satu kelompok yang paling teraniaya di dunia. Kebanyakan dari mereka tinggal di Negara Bagian Rakhine di Myanmar Barat selama beberapa generasi. Tapi pemerintah menolak memberikan status kewarganegaraan pada mereka.

Sekitar 150 ribu orang terpaksa tinggal di kamp pengungsian setelah dua kekerasan etnis di negara bagian Rakhine pada 2012. Sejak itu makin banyak orang Rohingya yang mencoba melarikan diri ke Malaysia, Indonesia dan Thailand, lewat laut.

Ibu dua anak, May Thandar Aye, mengaku ikut unjuk rasa karena dia peduli dengan negeri ini.

“Saya ingin mendukung saudara sebangsa saya. Saya khawatir manusia perahu akan tinggal di negara ini dan tidak mau kembali ke negara asalnya,” katanya. 

Unjuk rasa dilakukan ‘Pagoda Emas’ Arakan, sebuah kelompok yang memayungi beberapa organisasi ultra nasionalis – seperti Pemuda Rakhine, Jaringan Nasional Myanmar dan Perlindungan Rakyat Arakan.

“Kami dengar banyak media asing yang mengatakan manusia perahu ini berasal dari Myanmar. PBB sendiri mengatakan kalau Myanmar harus menerima Rohingya di negara kita. Tapi Rohingya tidak dari Myanmar,” kata salah seorang penggerak aksi Htat Arkar.  

“Mereka tidak termasuk di antara 135 kelompok etnis dalam konstitusi kita. Hari ini, kami ingin memberitahu PBB dan media asing kalau tidak ada Rohingya di negara ini. “

Tidak seperti protes mahasiswa sebelumnya, aksi unjuk rasa yang satu ini mendapat izin polisi. Asia Calling ingin mewawancarai polisi soal apa alasan mereka mengizinkan unjuk rasa ini. Tapi mereka tidak mau berkomentar.

Htat Arkar mengatakan unjuk rasa ini jelas sejalan dengan kepentingan pemerintah.

“Menurut saya pemerintah juga ingin menunjukkan pada rakyatnya kalau mereka tidak menerima Rohingya sebagai warga negara mereka. Mereka secara resmi mengatakan tidak ada Rohingya. Kami juga mengikuti prinsip ini. Kami meminta izin secara resmi kepada polisi dan menjelaskan tujuan kami. Karena sesuai dengan kriteria polisi, kami diberi izin,” katanya. 

Kata Rohingya sendiri di Myanmar sangat kontroversial. Sebagian besar media arus utama berbahasa Burma tidak menggunakannya di media mereka. Gantinya mereka menggunakan kata orang Benggali. — Rappler.com

Berita ini berasal dari Asia Calling, program radio mingguan dari KBR

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!