Jelang Ramadhan dan Idul Fitri, Kemendag impor sapi

Haryo Wisanggeni, Stefanie Budi Suryo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jelang Ramadhan dan Idul Fitri, Kemendag impor sapi
Apakah impor memang satu-satunya jalan untuk melakukan hal stabilisasi?

JAKARTA, Indonesia — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru saja meloloskan keinginan importir sapi. Stabilitas harga menjelang bulan puasa Ramadhan dan Idul Fitri menjadi tujuan diambilnya kebijakan ini.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah merekomendasikan kepada Kemendag dilakukannya impor daging sapi selama dua bulan ke depan.

Hal ini untuk menghadapi potensi naiknya permintaan selama bulan Ramadhan hingga datangnya hari raya Idul Fitri. Apalagi stok yang tersedia untuk tiga provinsi besar yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat diperkirakan hanya sebesar 27.760 ton.

Angka ini berada di bawah proyeksi tingkat permintaannya yang mencapai 49.250 ton hanya di tiga provinsi tersebut.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Muladno memastikan bahwa dengan masuknya daging impor, pasokan dan harga di pasar akan stabil. “Stok pasti aman dan harga relatif stabil,” kata Muladno, Selasa, 2 Juni.

Rekomendasi yang dikeluarkan Kementan saat ini telah mendapat persetujuan dari Kemendag yang telah mengeluarkan izin impor tambahan sebanyak 29.000 ekor sapi siap potong.

“Kami sudah mengeluarkan izin impor sapi tambahan sebanyak 29.000 ekor,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan sebagaimana dikutip oleh media.

Dilema impor pangan

Setelah beras, pemerintah kembali menggunakan impor sebagai alat untuk menjaga stabilitas harga untuk daging sapi. Apakah impor memang satu-satunya jalan untuk melakukan hal stabilisasi?

Analis Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah berpendapat bahwa untuk saat ini, impor merupakan pilihan yang paling efisien, meskipun ke depannya situasi ini harus diubah.

“Fluktuasi baik di sisi permintaan maupun penawaran pangan sebetulnya bisa dihadapi dengan proses distribusi yang efektif dan efisien antar daerah. Masalahnya adalah ini perlu infrastruktur yang memadai sehingga dwelling time tidak tinggi. Kita belum punya itu,” kata Imaduddin.

“Dalam banyak kasus, mengimpor dari luar negeri biayanya malah lebih murah dibandingkan dengan mendatangkan dari tempat lain di Indonesia,” katanya.

Lebih jauh, Imaduddin juga memaparkan bahwa impor bukanlah kebijakan yang salah, namun demikian harus diingat bahwa masuknya barang impor akan menggerus pasar untuk petani lokal.

“Impor tidak salah, tapi ingat juga nasib petani kita,” ujarnya.

Faktor teknologi

Selain persoalan infrastruktur dan konektivitas, Imaduddin juga menyoroti belum tersedianya teknologi pertanian yang memadai di Tanah Air. Tanpanya, produksi pangan kita akan sangat tergantung pada faktor alam.

“Pertanian ini kan sangat tergantung pada alam. Ada musibah bencana alam, misalnya, langsung gagal panen. Penawaran langsung turun dan harga naik. Untuk menghadapi hal-hal semacam ini kita perlu teknologi, termasuk untuk memprediksi dengan presisi jumlah produksi dari waktu ke waktu,” kata Imaduddin.

Mentan: Dua tahun lagi, tak perlu impor daging sapi

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman punya jawaban terhadap persoalan di atas.

“Kalau program percepatan kelahiran ternak sapi sebanyak 2 juta akseptor berhasil, saya harap 2 tahun kemudian Indonesia tidak impor sapi lagi. Kemudian didukung juga program mencari pulau untuk lahan ternak sapi,” kata Amran.

“Kita cari lahan di pulau seluas 1 juta ha atau 500.000 ha seperti Australia,” kata Amran sebagaimana dikutip oleh media.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!