Kepingan Portu dan Gal yang bersatu di hati Martunis

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kepingan Portu dan Gal yang bersatu di hati Martunis
Kehadiran Martunis di akademi klub Sporting Lisbon melengkapi kepingan yang hilang dalam hidupnya. Mengapa dia di sana disambut bak pahlawan? Berikut pengalaman wartawan yang pernah berusaha membantunya berangkat ke Portugal.

JAKARTA, Indonesia— Laporan khusus koran 24 Horas pada 25 Januari 2010 itu berbunyi, “A nova vida de Martunis”. Dalam bahasa Indonesia berarti, “Kehidupan baru seorang Martunis”. Tak tanggung-tanggung, laporan khusus untuk Martunis itu sepanjang 5 halaman. 

Salah satu koran besar Portugis itu sudah menyuarakan kerinduan terhadap Martunis sejak 5 tahun lalu. 

Para Portugues memang menginginkannya untuk kembali datang. Sejak berkunjung ke negeri di Semenanjung Iberia itu pada 2005 atau beberapa bulan setelah tsunami, Martunis belum pernah balik. 

Karena itu, saat koran 24 Horas mempersembahkan laporan khusus tersebut, publik Portugal semakin tak sabar menunggunya segera dewasa. Sebab, pada 2005 itu Sarbini, ayah Martunis, sudah ditawari agar mereka menetap di sana. Tapi dia menolak dengan alasan Martunis masih kecil, baru 7 tahun. 

Anak kesayangan semua warga

Duarte Nuno Baiao, wartawan yang menulis laporan itu, mengatakan kepada saya bahwa masyarakat Portugal tenggelam dalam keharuan saat membacanya. “Dia sudah seperti anak kesayangan seluruh negara,” kata Baiao ketika kami berbincang di telepon, 22 Januari 2010. 

Saat itu, saya sedang berada di Banda Aceh untuk meliput Wilayatul Hisbah alias Polisi Syariah di Aceh. Setelah semua data terkumpul, saya lantas menuju ke rumah Martunis di Desa Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, sebagai liputan “bonus”.

Tiba-tiba telepon berbunyi. Dari seberang Baiao memperkenalkan diri sebagai reporter 24 Horas. Dia meminta saya untuk membantu wawancara jarak jauh dari Portugal ke Banda Aceh. “Ini kebetulan yang luar biasa! Tolong kamu terjemahkan pertanyaan saya kepada Martunis. Saya sudah meminta izin pemred kamu,” kata Baiao.  

Jadilah saya perantara wawancara tersebut. Saya juga menyuplai Baiao dengan sejumlah foto. Foto saya terpampang di halaman utama dan beberapa halaman lain koran itu. Saya juga menuliskan dua edisi laporan saya tentang Martunis untuk koran tempat saya bekerja. 

Beberapa hari kemudian, laporan 24 Horas menggemparkan Portugal. Apalagi ada kutipan Martunis yang dicetak besar di halaman kedua. Bunyinya, “Roubaram o telemovel que o Ronaldo me deu e agora nao posso falar com ele…”. Dalam Bahasa Indonesia kurang lebih berarti, “Sayangnya saya sekarang tidak bisa berbicara langsung dengan Ronaldo”.

Para pembaca 24 Horas pun ingin Martunis datang ke sana. “Mereka ingin melihatnya sudah besar,” kata Baiao. Padahal, saat itu dia baru berusia 13 tahun. 

Baiao mengatakan, kedatangan Martunis disiapkan sebagai kejutan ulang tahun untuk superstar mereka Cristiano Ronaldo. “Ronaldo ulang tahun pada 5 Februari nanti. Orang-orang ingin dia kemari sebagai kejutan untuknya,” kata Baiao. 

Ronaldo dan Martunis memang memiliki hubungan spesial. Ronaldo adalah ayah angkat Martunis. Pemain Real Madrid itu mengangkatnya jadi anak setelah dia melihat berita di televisi tentang keajaiban Martunis selamat dari megabencana tsunami Aceh pada 2004. 

Ronaldo terharu karena saat itu Martunis mengenakan jersey timnas Portugal—meski bajakan. 

Permintaan Baiao itu membuat saya berkali-kali ke Kedutaan Besar Portugal di Menteng, Jakarta Pusat. Persiapan yang mepet membuat visa harus jadi dalam hitungan hari. Situasi semakin buruk karena masa berlaku paspor Martunis dan Sarbini habis dua bulan lagi. Padahal, pengajuan visa harus dilengkapi paspor yang valid minimal 6 bulan. 

“Kami bisa mempercepat proses visa dengan status top priority. Tapi syarat masa berlaku paspor tak bisa ditolelir,” kata Wimala, salah seorang staf di Kedutaan Portugal.

Meski dibantu jaringan 24 Horas dari Portugal, visa tak bisa dirilis. Paspor Sarbini dan Martunis akhirnya memang jadi beberapa hari kemudian. Tapi, momen ulang tahun Ronaldo sudah lewat. 

Mimpi Martunis untuk menjejakkan kaki ke Portugal untuk kali pertama setelah kedatangannya pada 2005 pun sirna. 

Bergabung ke akademi Sporting Lisbon 

Mimpi itu baru terwujud 5 tahun kemudian. Pada 28 Juni lalu, Martunis sudah bertolak ke Lisbon. Di ibukota Portugal itu dia direkrut sebagai salah satu murid di akademi sepak bola Sporting Lisbon. Baru kemudian pada 2 Juli dia diumumkan dalam acara Gala Kehormatan Sporting. 

Ini adalah akademi yang memoles bakat Ronaldo hingga menjadi megabintang sepak bola. 

Presiden Sporting Bruno de Carvalho mengumumkan kepada fans, pemain, dan petinggi klub yang hadir bahwa Martunis malam itu datang sebagai pemain baru. 

“Dia akan berlatih, hidup, belajar, dan tumbuh di sini sebagai seorang pria, seorang manusia, dan pesepak bola,” kata Carvalho diikuti tepuk tangan ratusan hadirin, seperti dikutip Guardian.

Martunis lantas naik ke panggung. Dia menyampaikan kegembiraannya bisa kembali ke Portugal setelah 10 tahun menunggu kesempatan ini. “Ini sangat berharga buat saya. Rasanya seperti mimpi yang jadi kenyataan,” katanya.

Besarnya kecintaan warga Portugal kepada Martunis tidak bertepuk sebelah tangan. Ayah Martunis yang berprofesi sebagai supir pick up menempelkan dua tulisan di kaca depan mobilnya. 

Tulisan pertama berbunyi “Martunis”. Tulisan kedua berbunyi “Portu”. Seharusnya tulisannya “Portugal”, tapi lem di stiker “gal” mengering kemudian hilang. “Tidaktahu kenapa. Mungkin kena angin,” kata Sarbini kepada saya, 23 Januari 2010. 

Tulisan Portugal di kaca depan pick up itu serupa terpisahnya momen dan kesempatan Martunis untuk berangkat ke Portugal. Selama bertahun-tahun, baru kali ini kedua penyebab suratan takdir itu akhirnya berjodoh. 

Kepingan Portu dan Gal pun sudah bersatu di hati Martunis. –Rappler.com

Agung Putu Iskandar adalah penulis lepas yang tinggal di Surabaya. Penggemar sepak bola ini sempat berguru bahasa Portugis kepada temannya sebelum berangkat ke Brasil pada 2014. Tapi begitu kembali ke Indonesia, secara misterius semua kosa katanya lenyap. Follow akun Twitter-nya @agaagung. 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!