Pencarian blackbox AirAsia QZ8501 terhambat jarak pandang bawah laut

Handoko Nikodemus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pencarian blackbox AirAsia QZ8501 terhambat jarak pandang bawah laut

EPA

Jarak pandang yang rendah itu disebabkan oleh arus yang cukup kuat dan juga kondisi dasar laut yang berlumpur.

JAKARTA, Indonesia — Jarak pandang yang rendah di dasar laut menyebabkan para penyelam dari tim search and rescue (SAR) gabungan belum berhasil menemukan kotak hitam, atau black box, hingga Kamis pagi (08/01), yang disinyalir masih berada di dalam bagian ekor pesawat AirAsia QZ8501.

“Sejak 6:45 WIB, tim penyelam kita sudah kembali menyelam di bagian ekor. Namun setelah sampai di sasaran, visibility-nya di bawah 1 meter di dasar laut,” kata Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo di kantornya di bilangan Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis. (BACA: Basarnas pastikan ekor pesawat AirAsia QZ8501 telah ditemukan) 

Jarak pandang yang rendah itu disebabkan oleh arus yang cukup kuat dan juga kondisi dasar laut yang berlumpur.

“Kecepatan arus 4 hingga 5 knot. Kalau masih di bawah 2 knot, bisa lihat,” ungkap Soelistyo.

Oleh karena itu, tim penyelam yang terdiri dari 3 orang tersebut hanya bisa mengambil serpihan-serpihan dari ekor pesawat, yang ditemukan Rabu pagi (07/01). (BACA: Setelah temukan ekor pesawat, Basarnas fokus cari kotak hitam AirAsia QZ8501) 

“Saat ini mereka sedang menunggu, terutama adalah kecepatan arus bawah. Kalau sudah membaik, maka mereka akan kembali melakukan [pencarian]. Saya sudah bekali dengan gambar yang disebut blackbox-nya AirAsia itu seperti apa, sehingga pada waktu mereka menyelam, mereka sudah tahu persis tugasnya apa,” kata Soelistyo.

Menurutnya, ada dua kemungkinan mengenai posisi blackbox.

Plan kita adalah secara bertahap untuk memastikan apakah blackbox itu masih berada di rak atau di posisinya, atau blackbox ini sudah terlepas dari tempatnya semula,” ungkap Soelistyo. 

“Kalau blackbox itu masih melekat, kita koordinasi dengan KNKT [Komite Nasional Keselamatan Transportasi], apakah boleh ekor itu kita angkat sekaligus.”

Apabila diizinkan oleh KNKT, maka Basarnas sudah siap dengan crane yang sekarang ini ada di kapal dengan kemampuan maksimal 70 ton.

Namun apabila blackbox tidak ditemukan di dalam ekor, maka Basarnas akan koordinasi dengan KNKT untuk mengoperasikan pinger locator, yaitu alat untuk mendeteksi sinyal yang dikeluarkan oleh blackbox selama 30 hari sejak kecelakaan.

“Kalau tidak ada, maka kapal minggir dari area dan pinger locator kita turunkan. Setelah di-locate, baru penyelam turun ke situ,” ungkap Soelistyo.

Pinger locator tidak digunakan bersamaan dengan turunnya penyelam karena alat tersebut harus digunakan dalam keadaan tenang tanpa gangguan suara dari kapal-kapal di sekitar lokasi.

“Kalau kita mengoperasikan pinger locator, itu tidak boleh ada gangguan-gangguan dari keberadaan kapal-kapal di sekitar itu, harus free. [Selain itu] kalau itu [blackbox] masih menempel di ekor, buat apa kita buang-buang waktu dengan pinger locator?” ujar Soelistyo. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!