Pelajaran hidup dari orang kaya yang jatuh bangkrut

Liveolive

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tiga orang berbagi cerita tentang bagaimana mereka dulu hidup nyaman dan makmur, hingga kemudian harus kehilangan segala kemudahan tersebut.

Kita sering mendengar kisah sukses tentang bagaimana seseorang membangun kekayaan dari nol, gadis cantik dari desa yang kemudian menjadi model dan hidup mewah nan glamor. Kita pun mudah berasumsi bahwa mereka tetap sukses di posisi mereka.

Kenyataannya, kisah sukses tidak selalu berakhir seperti kalimat dongeng, “…dan mereka hidup bahagia selama-lamanya.”

Tiga orang berbagi cerita tentang bagaimana mereka dulu hidup nyaman dan makmur, hingga kemudian harus kehilangan segala kemudahan tersebut. Kita bisa belajar banyak dari kegagalan orang lain sebanyak kita belajar dari kisah sukses mereka.

Terlena hidup enak

Kakek Armand, 28, bekerja sebagai pejabat negara dan memiliki karier yang cukup sukses. Ia berhasil mengembangkan bisnis dan memiliki beberapa properti. Dengan segala kemudahan yang ada, nampaknya ia lupa mengajarkan putranya untuk terus sekolah dan mengejar cita-cita. “Dari kecil, ayah selalu ada di rumah, bahkan yang antar jemput saya ke sekolah itu ayah,” kata Armand.

Ibunya, yang menikah dengan ayahnya semenjak kuliah, mengungkapkan bahwa biaya rumah tangga mereka sejak awal diurus oleh kakek dan nenek Armand.

Hingga suatu ketika, tulang punggung keluarganya, sang kakek, meninggal dunia. “Saya masih di TK dan sejak saat itulah kami hanya bertahan hidup dari uang warisan kakek,” kata Armand.

Tidak ada lagi yang mencari uang, tidak ada lagi sumber pendapatan.

Ayah Armand tidak tahu bagaimana caranya menjalankan bisnis dan sama sekali tidak punya bekal pengalaman karena kuliahnya pun tidak selesai. “Ketika itu, sangat sulit untuk semua keluarga agar bisa mulai berhemat atau mencari jalan keluar untuk kembali menjalankan usaha kakek yang sempat terbengkalai,” tuturnya. Enam tahun kemudian uang warisan tersebut habis.

Mereka mencoba menjual perhiasan dan beberapa rumah. Sayangnya, hal itu pun tidak menolong banyak. “Karena tidak bisa menjalankan usaha, ayah memilih untuk mencoba judi dan menangnya tidak lebih banyak dari kalahnya,” tutur Armand.

Ketika semakin mendesak, ayah dan ibunya bekerja membantu usaha milik saudara. “Tidak besar, tapi membantu saya untuk tetap bisa kuliah hingga bisa mencari penghasilan sendiri sekarang,” kenangnya.

Tanpa kontrol dan perencanaan

“Ibu saya memang tidak ahli dalam mengatur keuangan,” kata Dimas. Ketika ia masih kecil, orang tuanya berpisah, sehingga ibunya harus bekerja sambil mengurus Dimas sendiri. Mungkin mereka berdua dapat menjalani kehidupan dengan kondisi aman seandainya ibunya tidak membiasakan hidup mewah. “Living from paycheck to paycheck, there were times where we couldn’t pay the bills,” kenangnya. Kondisi yang memprihatikan memberikan pengalaman tidak dapat menonton TV dan juga harus bertahan hidup dengan uang Rp 100.000 untuk dua minggu.

Akhirnya, rumahnya di kawasan Menteng (Jakarta Pusat) dijual, tapi gaya hidup tetap tidak berubah. Tidak hanya kehabisan uang, permasalahan bertambah dengan banyaknya utang. “Tagihan kartu kredit banyak sekali, 100 juta rupiah! Tidak ada tabungan, investasi, usaha,” tuturnya.

Cara yang dilakukan Dimas dan ibunya ialah menjual barang-barang dan mulai berhemat, termasuk memasak makanan sendiri, membeli baju baru dua bulan sekali, hingga makan di warteg. Kuncinya, kata Dimas, adalah hemat dan punya self-control.

Berhenti kerja terlalu cepat

Bermula dari pekerja biasa hingga memiliki usaha sendiri yang laris membuat orang tua Mira berpikir bahwa apa yang mereka miliki sudah cukup untuk menopang kebutuhan mereka seumur hidup. Saat berada di puncak kesuksesannya, ayah Mira memilih untuk berhenti bekerja.

“Awalnya papa bilang kalau ia capek dan ingin mulai bersantai, sudah tua katanya – akhir empat puluhan. Sempat ada pembicaraan kalau ia akan meneruskan kembali usaha tersebut,” ceritanya.

Namun, saat itu ia masih terlalu muda untuk mengerti apa yang terjadi. Ketika usaha tersebut dilanjutkan, keuntungan yang didapat ternyata semakin menurun hingga nol. Alhasil, Mira tidak bisa melanjutkan kuliah dan harus langsung bekerja.

“Rasanya betul-betul mendadak hanya untuk sadar bahwa uang memang sudah habis,” katanya. “Masalahnya, saya punya adik yang masih sekolah, SMP pula. Cuma saja papa itu malu kalau harus kembali bekerja dengan orang lain karena sudah pernah punya usaha sendiri.”

Karier Mira di bidang perhotelan bisa dibilang lumayan, namun ia kini harus membiayai seluruh keluarganya. “Yang saya tidak mengerti dari papa, kenapa berhenti (kerja) saat semuanya sedang berjalan bagus atau kenapa tidak diperhitungkan dulu matang-matang agar kondisinya tidak seperti ini,” sesal gadis tersebut.  – Rappler.com

Tips di atas berasal dari LiveOlive, sebuah situs yang membekali perempuan Indonesia dalam hal pengelolaan keuangan pribadi.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!