Physical Education

Siapa dukung cuti melahirkan 6 bulan?

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Siapa dukung cuti melahirkan 6 bulan?
Mana yang lebih mendesak, cuti melahirkan ditambah menjadi 6 bulan atau fasilitas memadai bagi ibu bekerja yang masih menyusui bayinya?

Pekan lalu sebuah artikel yang dimuat di Rappler mendapat perhatian luas. Artikel berjudul Mengapa saya memberikan cuti hamil 6 bulan kepada karyawati itu ditulis Kokok Herdhianto Dirgantoro, seorang mantan wartawan, mantan karyawan bank, yang sekarang mengelola kantor konsultan di bidang komunikasi strategis. Dia mendapat ide berdasarkan pengalaman pribadi saat istrinya hamil, dan mengalami black-out berkali-kali. 

Mardi Wu, CEO Nutrifood, saat saya senggol di akun Twitter-nya soal usulan Kokok di atas mengatakan, “Ide yang baik untuk dikaji. Saya pernah memberikan tambahan cuti hamil, unpaid leave 3 bulan, sehingga total menjadi 6 bulan,” kata Mardi kepada saya.

Belajar dari negara lain

Teman saya Nina Mussolini-Hansson, yang kini tinggal di Swedia, mengatakan, “Di Swedia cuti melahirkan bagi perempuan bekerja adalah 15 bulan dan tetap mendapat gaji 80%”. Di negara Skandinavia seperti Swedia, masa maternity leave, atau cuti melahirkan, memang cukup panjang.

Sementara Australia membolehkan cuti melahirkan sampai 4,5 bulan dengan gaji penuh, dan opsi cuti diperpanjang sampai 12 bulan tanpa digaji. 

Perbandingan cuti melahirkan antar negara menunjukkan posisi Amerika Serikat sebagai negara yang kurang menarik untuk perempuan melahirkan. Rencana untuk menggolkan cuti hamil tetap digaji selama 12 minggu selalu gagal karena ditolak politisi Partai Republik.

Bagaimana di tanah air? Saat ini aturan pemerintah Indonesia adalah 3 bulan cuti dibayar gaji untuk perempuan yang melahirkan. Di perusahaan swasta, karyawan lelaki yang istrinya melahirkan biasanya mendapat cuti 3 hari. Aturan cuti hamil dan melahirkan bagi pegawai negeri sipil di negeri ini adalah, dua bulan saat jelang melahirkan dan satu bulan sesudah melahirkan. Sementara aturan ketenagakerjaan adalah 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. 

Peta ILO ini menunjukkan perbandingan panjangnya cuti hamil di berbagai negara. Warna yang lebih gelap menunjukkan lamanya cuti yang lebih panjang. 

Pengalaman saya

Karena peraturan di Indonesia, hampir 12 tahun lalu saya memilih melahirkan di hari Kamis, agar suami saya yang setiap minggunya libur di hari Sabtu dan Minggu, mendapat hari ekstra untuk menikmati status sebagai ayah.

Kebetulan saya mengalami proses melahirkan secara caesar, harinya sudah ditentukan sebelumnya berdasarkan saran dokter dan pilihan saya. Saya  sendiri masih bekerja penuh sampai sehari sebelum melahirkan, setelah hamil 9 bulan 5 hari. 

Kehamilan kedua yang menyenangkan dan tanpa masalah termasuk mual dan pusing. Saya sempat bertugas ke luar kota selama hamil dan sedang sibuk-sibuknya bekerja di TV7 (kini Trans 7) sambil mengurus asosiasi televisi swasta, di mana saya menjadi ketua harian, plus anggota Dewan Pers.

Cuti hamil saya ambil secara penuh praktis hanya 2 pekan lebih. Yang ini jangan ditiru. Saya merasa nyaman meninggalkan anak saya untuk kembali bekerja karena memiliki ibu yang sangat mendukung dalam menemani mengurusi anak saya.  

Pada kehamilan yang pertama, sebelumnya saya harus bed-rest, beristirahat penuh di tempat tidur selama dua bulan. Pendarahan berat. Memasuki bulan ke-4, janin tidak bisa diselamatkan. Saya keguguran. 

Perusahaan di mana saya bekerja sendiri memberikan keleluasaan kapan cuti diambil. Jika kehamilan tidak bermasalah, kebanyakan baru mengambil beberapa hari menjelang jadwal melahirkan, sehingga lebih banyak waktu bersama bayi.

Bagaimana fasilitas memadai bagi ibu bekerja?

Pertanyaan kemudian, mana yang lebih mendesak, cuti melahirkan ditambah menjadi 6 bulan atau fasilitas memadai bagi ibu bekerja yang masih menyusui bayinya?

Svida Alisjahbana, CEO kelompok penerbitan perempuan Femina Group dan ketua perkumpulan alumni Eisenhower Fellowship di Indonesia, tidak setuju perpanjang cuti melahirkan dengan gaji dibayar, lebih dari apa yang sudah diatur saat ini.

“Yang dibutuhkan perempuan bekerja dan profesional adalah memberikan pengertian atas peran ganda perempuan. Bukan cuti 6 bulan yang dia perlukan,” kata Svida. 

Sebuah gerakan mendukung pemberian ASI muncul di Filipina. Di Indonesia sendiri, apakah telah tersedia fasilitas untuk para ibu yang  masih menyusui? Foto oleh George Moya/Rappler

Menurut Svida, yang diperlukan bagi ibu menyusui, dalam hal ini karyawati, adalah pertama, ruang laktasi. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan panduan ruang menyusui.

Hal kedua, untuk mendukung ibu yang masih menyusui bayinya, adalah flexi-hour, waktu kerja yang lebih longgar di mana perempuan bisa mengganti jam saat dia masih berada di rumah atau mengurusi bayinya, di waktu lain.

Ketiga, untuk karyawan yang menjadi ayah, sebaiknya perusahaan memberikan peluang waktu cuti selama satu bulan, selama kurun waktu 6 bulan setelah melahirkan.

Saya bertanya kepada Svida melalui grup WhatsApp Eisenhower Fellowship karena saya sendiri juga merupakan salah satu anggotanya. Ada tujuh CEO perempuan di sana. Baik yang bekerja di perusahaan milik orang lain maupun usaha milik sendiri. Elisa Sutanudjaja, arsitek dan aktivis perkotaan yang ada dalam grup, sepakat dengan Svida.

“Saya satu bulan melahirkan sudah balik kerja lagi,” kata Elisa, ibu satu anak ini, membagikan pengalamannya. Ini juga yang dilakukan Svida, ibu dua anak. 

Kembali ke Elisa, meskipun sebulan setelah melahirkan sudah masuk kantor, ia bersyukur bisa menyusui putrinya secara eksklusif sampai berusia 20 bulan. “Sepakat dengan Mbak Svida. Yang perlu adalah dukungan antar sesama teman. Tapi jangan support group yang kerjanya posting banyak-banyakan hasil perahan air susu ibu ya. Ini bikin stress, karena saya termasuk yang ASI-nya pas-pasan,” demikian kata Elisa. Oh, iya, saya sudah meminta izin mereka untuk memuat komentar di grup WhatsApp. 

Lebih jauh tentang apa yang disampaikan Elisa di atas, sudah jamak di kantor swasta bahwa ibu bekerja “memerah” ASI di kantor, lalu dimasukkan ke botol-botol kecil yang kini dijual bebas lalu disimpan di lemari pendingin. Saat pulang kerja, air susu itu bisa diberikan ke bayi. Bisa untuk stok juga untuk keesokan hari saat bayi ditinggal kerja. 

“Itu sebabnya saya sepakat, yang terpenting adalah menyediakan ruang laktasi dengan fasilitas penyimpanan susu. Saat ini di banyak tempat perempuan memerah ASI di toilet atau dapur kantor. Tidak higienis,” kata Fifiek Mulyana, seorang pengacara, mitra di sebuah kantor konsultan hukum.

Saya sendiri saat bekerja di ANTV, akhirnya berhasil menggolkan usulan menyediakan ruang khusus menyusui.  Pemilik ANTV Anindya Bakrie menyetujui usulan itu setelah dia pulang dari pertemuan APEC Business Summit di Vladivostok, Rusia. Di pertemuan itu, Anindya mengikuti sesi bersama CEO perempuan. Kelonggaran bagi cuti melahirkan dan fasilitas perempuan bekerja menjadi salah satu bahasan.

Siapa yang dukung?

Berbeda dengan Svida dan Elisa, Intan Abdams Katoppo, seorang ibu yang juga CEO Inna Hotel Group (kelompok bisnis perhotelan yang berstatus badan usaha milik negara), setuju ide menambah bilangan bulan cuti hamil dan melahirkan dari saat ini 3 bulan menjadi 4 sampat 6 bulan.

“Selama bisa memberikan air susu ibu secara eksklusif, setuju ditambah,” ujar Intan, yang saya kontak di tengah kesibukannya mengikuti Forum Ekonomi Dunia Asia dan Forum Bisnis Asia-Afrika. Di kedua perhelatan akbar yang tengah digelar di Jakarta itu, Intan menjadi panitia inti.

Saat ini, kata Intan, kebanyakan perempuan bekerja mengambil cuti satu bulan sebelum melahirkan, dan dua bulan sesudahnya. “Kasihan banget, bayi masih merah sudah ditinggal ibunya bekerja. ASI pun cepat kering,” ujar Intan.

Seorang perempuan Indonesia yang sedang hamil bersama suaminya. Foto oleh EPA

Saya melakukan survei kecil-kecilan ini di beberapa grup WhatsApp. Termasuk keluarga himpunan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB). Mantan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi dan alumni IPB mengatakan dia sudah memberikan cuti hamil dan melahirkan selama 90 hari kepada staf yang bekerja langsung kepada dirinya, termasuk saat memimpin pusat studi dan Magister Manajemen Agribisnis di IPB.

Yuniarto Jokopurwanto, yang istrinya pernah bekerja di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengatakan bahwa tahun 1992 istrinya mendapat cuti melahirkan selama empat bulan.

Teguh Juwarno, anggota DPR RI yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) menginformasikan bahwa partainya tengah mengkaji usulan cuti hamil dan melahirkan sampai minimal 6 bulan, dengan tetap dibayar gaji oleh pemberi pekerjaan. “Kesempatan memberikan ASI eksklusif bagi generasi mendatang sangat penting, dan lebih baik kita upayakan,” kata Teguh, yang kebetulan adik kelas saya juga di IPB.

Diskusi seru soal ini juga ada di grup alumni Resimen Mahasiswa Mahawarman.  Sebagian memandang, cuti 3 bulan sebagaimana yang selama ini berlaku sudah cukup. Sebagian lainnya, dan ini justru dari kalangan bapak-bapak, memandang perlu tambahan cuti melahirkan. “Minimal boleh tambahan unpaid leave,” kata mereka. 

Ada yang secara rinci mengungkapkan, bahwa dua bulan cuti saat kehamilan menjelang kelahiran diperlukan karena usia kehamilan delapan sudah berisiko untuk dibawa bekerja. Apalagi bagi pekerja perempuan di pabrik atau di lapangan. Setelah itu, dua bulan minimal cuti sesudah melahirkan perlu untuk menyiapkan fisik dan mental ibu. Faktor kelancaran ASI untuk bayi menjadi pertimbangan untuk mendukung ide menambah cuti melahirkan. Kalau tidak bisa tetap dibayar, minimal boleh menambah cuti tanpa bayaran.

Kak Ubeng, salah satu senior saya di Menwa Mahawarman menjelaskan, 3 bulan pertama kebutuhan ASI bayi usia 1-3 bulan adalah 300 mililiter per hari, karena masih banyak tidur. Tiga bulan kedua dalam kehidupan bayi, mulai banyak aktivitas dan kebutuhan air susu meningkat menjadi 400 ml per hari.

“Akan berkurang sesudah bayi berusia 6 bulan karena ada makanan tambahan,” kata Ubeng. Fasilitas menyimpan sir susu penting, tapi susu juga tidak bisa disimpan terlalu lama.

Selain melalui berbagai grup WhatsApp, di Hari Kartini kemarin, Selasa, 21 April, melalui dinding Facebook saya mencoba membuat survei kecil-kecilan serupa soal apakah perempuan bekerja yang saya kenal termasuk yang menduduki posisi pemimpin misalnya Chief Executive Officer, setuju perpanjangan cuti melahirkan bagi karyawati?

Di dinding Facebook saya, rata-rata mendukung tambahan bulan cuti melahirkan. Sesudah melahirkan, banyak ibu perlu waktu masa pemulihan. Cuti bagi ayah juga diperlukan, sehingga bisa mendampingi istri yang baru melahirkan.

Ati Nurbaiti, redaktur pelaksana koran The Jakarta Post berpendapat cuti melahirkan (dan hamil) sampai 6 bulan dengan tetap dibayar gaji, perlu didukung. Aktivis perempuan Lies Marcoes mengatakan bahwa ide ini bagus, dan bisa dijalankan dengan pilihan, bisa diambil 3 bulan sesuai aturan resmi, dan bisa diperpanjang sampai 6 bulan.

Aspirasi yang saya peroleh saya bawa ke pemerintah. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri yang saya kontak siang tadi mengatakan belum bisa berkomentar atas usulan menambah waktu cuti melahirkan bagi perempuan bekerja. “Perlu data soal itu, Mbak,” kata Menteri Hanif.

Nah, maukah Anda sekalian berbagi data dan pendapat soal perlukah cuti melahirkan ditambah? Bagaimana memastikan semua perusahaan dan tempat bekerja menyediakan ruang laktasi? Mumpung ada parpol yang sudah menginisiasi usulan. – Rappler.com 

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!