Menanti anak muda menjadi guru

Ayu Meutia Azevy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menanti anak muda menjadi guru

ANTARA FOTO

Sebagai anak muda yang meniti karir dalam dunia perkantoran, penulis resah pada persoalan pendidikan saat ini

JAKARTA, Indonesia – Pada suatu siang, saya dan ibu menyaksikan seorang aktor kawakan Indonesia di sebuah stasiun televisi. Aktor berpenampilan menarik lulusan SMA, sedang mencalonkan diri menjadi bupati di salah satu Kabupaten di Jawa Barat.

Di akhir tayangan program berita televisi itu, banyak peserta kampanye yang berbondong-bondong meminta foto bersamanya.

Fenomena artis turun ke dunia politik sudah tidak asing lagi. Menurut saya, ada dua motivasi artis terjun ke politik. Pertama, mereka memang memiliki itikad baik untuk membangun negeri.

Kedua, adalah artis yang digunakan wajah dan namanya untuk menaikkan nama partai yang mereka gawangi. Kebanyakan yang mendapat lampu sorot adalah golongan artis kedua.

Indonesia jadi mirip panggung boneka. Dengan pelbagai persoalan seperti korupsi, dan pelanggaran HAM, sekarang masyarakat dibuat resah dengan calon pemimpin yang tidak berkompeten mengurus negara.

Masyarakat menyalahkan pejabat, tapi bukankah masyarakat Indonesia yang memilih pejabat?

Kembali memperbincangkan tayangan berita televisi mengenai seorang artis kawasan yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Secara sederhana, saya dan ibu menyimpulkan Indonesia harus memiliki sistem pendidikan yang kuat.

Pendidikan yang baik akan membuat masyarakat membaca hal-hal di balik sebuah peristiwa. Tidak mudah dibodohi serta mampu membedakan mana yang baik dan buruk.

Sayangnya, di Indonesia sistem pendidikan sangat memprihatinkan. Tak semua orang memiliki kesempatan yang sama mengenyam pendidikan hingga ke bangku kuliah. Pendidikan mahal, tak bisa diakses oleh orang-orang miskin.

Di sisi lain, kebanyakan guru-guru sekolah masih memakai pendekatan dengan cara lama yakni mendikte dan mencatat. Sudah sebaiknya, guru-guru melakukan pendekatan yang berbeda agar meningkatkan kualitas dan cara berpikir kritis.

Salah satu jalan untuk membangun edukasi yang baik adalah mengajak insan-insan muda terbaik Indonesia untuk menjadi guru. Mengajak mahasiswa untuk menjadi guru kontrak atau honorer di tahun terakhir mereka kuliah.

Indonesia saat ini butuh tenaga pengajar muda, kreatif dan penuh semangat. Pengajar muda yang mampu  mendistribusikan pengetahuannya kepada anak muda Indonesia lain yang masih terbelakang pendidikannya.

Anak-anak muda Indonesia bisa menginspirasi seperti seorang kakak yang menjadi tauladan kepada adik-adiknya. Menebarkan minat mereka di bidang sains, teknologi dan media. Sesederhana itu.

Dengan ini, wawasan-wawasan anak muda akan terbuka. Dan mereka akan sadar bahwa ada banyak pilihan untuk tumbuh tanpa batas, tidak lagi terpukau dengan ketenaran seorang selebritis.

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan pada acara puncak Peringatan Hari Guru Nasional ke-21 Tahun 2015 di Istora Senayan, Jakarta, 24 November 2015. Foto oleh ANTARA Foto

Sebagai anak muda Indonesia yang berumur 23 tahun, hal tersebut terdengar menarik. Tapi sebagai anak muda Indonesia, saya mengakui menjadi guru merupakan sebuah obsesi karir yang sederhana.

Separuh teman sekelas IPA saya di SMA dulu berangkat menuju bangku kuliah. Mereka lebih memilih karir di dunia kedokteran perkantoran dan mengincar perusahaan bergengsi.

Saya tidak munafik, tiga tahun belakangan ini saya bekerja di bidang periklanan dan komunikasi. Saya termasuk generasi anak-anak muda yang masa depannya berorientasi pada karir dan pekerjaan. Dan, tidak ada yang salah dengan itu semua.

Karir dan pekerjaan menjadi penunjang hidup. Ini yang kemungkinan menjadi alasan anak muda mempunyai obsesi karir di bidang kedokteran atau korporasi dengan bayaran yang menjanjikan. Untuk menjadi guru, tak pernah terpikirkan.

Mungkin sudah saatnya berubah. Saya masih ada keraguan di dalam diri sendiri apabila saya bisa bergerak untuk berubah. Di sinilah saya ingin mengambil bagian untuk membuka ruang diskusi.

Sekarang sudah banyak program relawan untuk kalangan professional muda sebagai guru di luar sana. Sudahkah Anda mencobanya? atau kepikiran untuk setidaknya mencoba–mungkin proses merehabilitasi Indonesia bisa dimulai dengan langkah kecil. Langkah menjadi guru. Selamat Hari Guru Nasional!—Rappler.com

Baca Juga:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!