Peserta aksi 212 tertangkap tangan bawa gas elpiji

Eko Simpati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Peserta aksi 212 tertangkap tangan bawa gas elpiji
Gas elpiji dan gunting disita. Sedangkan pria yang membawa benda itu dbiarkan pergi menumpang kereta

MALANG, Indonesia – Polisi khusus kereta api (Polsuska) menyita tabung gas elpiji dan gunting dari tangan calon penumpang. Diduga penumpang dari stasiun Kota Baru Malang yang menumpang Kereta Jayabaya tujuan Pasar Senen, Jakarta Pusat, akan mengikuti aksi Super Damai Bela Islam jilid tiga. Gas elpiji diperoleh petugas saat memeriksa barang bawaan penumpang saat masuk ke dalam kereta.

“Tabbing gas elpiji dan gunting disita,” ujar petugas Polsuska, Subani pada Rabu, 30 November.

Penumpang tetap diizinkan untuk melanjutkan perjalanan kereta. Sementara, tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram dan gunting disimpan di ruangan Polsuska. Kelurga dari penumpang itu bisa mengambil barang tersebut secepatnya.

Petugas melakukan pemeriksaan lebih ketat terhadap penumpang sejak dua hari yang lalu untuk mencegah penumpang membawa barang berbahaya seperti senjata tajam dan bahan peledak. Pemeriksaan juga melibatkan sejumlah personil kepolisian resor Malang Kota. Penumpang tersebut tak menjelaskan alasan membawa tabung gas elpiji ke dalam kereta.

Sebanyak 36 personil kepolisian berjaga dan mengawasi penumpang di Stasiun Kota Baru. Mereka berjaga dan berpatroli di sekitar stasiun, tujuannya untuk mengamankan keberangkatan peserta aksi 212. Ada empat perjalanan kereta yang melayani rute ke Jakarta, terdiri dari kereta ekonomi dan eksekutif.

Kelompok yang menamakan diri Gerakan Aswaja Malang (Gamal) mengaku memberangkatkan 1.000an peserta aksi ke Jakarta. Mereka menumpang 10 bus dan sejumlah minibus.

“(Mereka) berangkat pagi tadi,” kata juru bicara Gamal, Hisa Al Ayubi Solahuddin.

Krisis kepemimpinan

Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Muhammad Fauzan menilai aksi Bela Islam merupakan bentuk ekspresi akibat krisis kepemimpinan di Indonesia. Dalam melihat pemimpin, umat Islam tak hanya menilai kemampuan manajerial dan pengambilan keputusan, tetapi juga berkaitan dengan perilaku dan sikap yang bisa diteladani.

Sementara, kondisi saat ini, tidak ada pemimpin yang ideal sehingga membuat rakyat kecewa. Untuk itu sudah menjadi tugas pemerintah untuk bisa mengelola kekecewaan menjadi sebuah harapan.

“Presiden Joko Widodo yang cepat menemui pemimpin organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan NU sudah tepat,” kata Fauzan.

Aksi Bela Islam, menurutnya merupakan sebuah anomali dari aksi massa yang terjadi selama ini. Beberapa aksi massa seperti Malari, Tritura dan Reformasi digerakkan karena krisis ekonomi dan ketidakpercayaan. Aksi itu digerakan mahasiswa.

“Sementara, kali ini eksponen mahasiswa hanya simpatisan dan bukan penggerak atau aktor,” tutur Fauzan.

Aksi Bela Islam merupakan aksi massa besar pasca reformasi yang didorong krisis kepemimpinan bangsa. Rakyat, katanya, mudah digerakkan oleh para pemimpin opini dibandingkan pemimpin formal. Ini juga menunjukkan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya sudah merosot. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!