5 peristiwa dunia yang mengejutkan publik sepanjang 2016

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 peristiwa dunia yang mengejutkan publik sepanjang 2016
Pada akhir tahun 2016, dunia dikejutkan dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat

JAKARTA, Indonesia – Penuh kejutan. Itu mungkin pernyataan yang pas untuk menggambarkan peristiwa internasional di sepanjang tahun 2016.

Beberapa peristiwa terjadi di luar dugaan keinginan sebagian besar publik, mulai dari Inggris yang memilih keluar dari keanggotaan Uni Eropa hingga kandidat presiden dari Partai Republik, Donald J. Trump terpilih memimpin Amerika Serikat untuk 4 tahun ke depan.

Lantaran banyak kejutan – yang notabene lebih tidak diinginkan – sehingga memicu kekhawatiran publik karena tidak ada kepastian. Dalam kasus terpilihnya Trump, muncul kekhawatiran dari umat Muslim mereka tak lagi diizinkan masuk ke Negeri Paman Sam.

Apalagi peristiwa lainnya yang mengejutkan publik, berikut Rappler rangkumkan untuk kalian:

1. WNI mulai jadi sasaran pembajakan Abu Sayyaf

Insiden pembajakan pertama yang menimpa WNI terjadi pada tanggal 26 Maret. Saat itu yang jadi sasaran adalah kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang tengah membawa 7.000 ton batu bara dari Sungai Puting, Kalimatan Selatan menuju ke Batangas, Filipina selatan.

Total terdapat 10 WNI yang diculik saat itu dan nyawanya terancam, karena Abu Sayyaf dikenal tidak segan-segan untuk memenggal kepala korban yang disekap. ASG dikabarkan sempat meminta uang tebusan kepada perusahaan pemilik kapal, PT Patria Maritime Lines sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 14 miliar dan dibenarkan oleh Luhut Pandjaitan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang hukum, politik dan keamanan.

Setelah melalui berbagai upaya negosiasi, akhirnya 10 WNI dibebaskan oleh ASG secara bersamaan pada 1 Mei. Sejak awal pembebasan sandera isu adanya pembayaran uang tebusan yang dilakukan pemerintah sudah santer terdengar. Namun, pemerintah berulang kali membantahnya.

Setelah insiden pembajakan pertama, peristiwa itu seakan tidak berhenti. Bahkan, di saat pemerintah tengah membebaskan 10 ABK Brahma 12, Abu Sayyaf kembali menculik 4 WNI yang bekerja di kapal tongkang Henry dan tunda Cristi.

Pemerintah mulai geram, karena mereka menyadari WNI sudah mulai dijadikan sasaran penculikan ASG.

Kelompok itu tidak hanya menyasar WNI yang berlayar menuju dan dari Filipina selatan saja, tetapi juga yang tengah melaut di perairan Malaysia.

“Indonesia menekankan kembali, kejadian seperti ini tidak dapat ditolerir. Kami meminta agar Pemerintah Filipina dan Malaysia untuk berupaya keras dalam menjaga wilayah mereka, baik di darat dan di perairan,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 11 Juli lalu.

Saat komentar itu disampaikan, empat insiden penculikan sudah berlangsung dalam 7 bulan terakhir. Khawatir wilayah perairan di sekitar Pulau Kalimantan berubah menjadi seperti Somalia, Indonesia berinisiatif menggelar pertemuan Menhan dari tiga negara.

Menlu Retno berpikir jika ingin mencari solusi dalam isu tersebut, maka dibutuhkan komitmen dari pihak Filipina, Malaysia dan Indonesia.

Dalam pertemuan itu, militer dari ketiga negara sepakat untuk melakukan patroli terkoordinasi di wilayah perairan masing-masing.

Sayangnya, kesepakatan dari pertemuan tersebut nyatanya tidak dapat mencegah aksi pembajakan terjadi. ASG tetap beraksi dan menyasar WNI. Hingga kini masih terdapat 4 WNI yang masih disekap oleh ASG usai diculik di perairan Malaysia.

2. Rodrigo Duterte terpilih jadi Presiden Filipina

Walikota Davao, Rodrigo Duterte akhirnya terpilih menjadi Presiden Filipina menggantikan Benigno Aquino yang sudah habis masa jabatannya. Dalam pemilu yang digelar pada bulan Mei, Duterte berhasil meraih suara 14,8 juta warga Filipina dan mengalahkan saingan terberatnya, Manuel Roxas.

Sejak awal maju menjadi capres, sebagian besar publik Filipina khawatir dia akan menerapkan kebijakannya sebagai walikota dulu untuk Filipina secara keseluruhan. Salah satunya menggunakan kebijakan yang tegas dalam menumpas para pelaku tindak kriminal.

Kekhawatiran itu terbukti ketika dia mulai menabuh genderang perang melawan narkoba. Ribuan orang yang diduga adalah bandar narkoba ditemukan tewas di tengah jalan.

Sejak dilantik dan menjabat pada tanggal 1 Juli hingga bulan September 2016, hampir 3.000 orang tewas dalam kampanye perang anti narkoba. Sementara, lebih dari 4.400 orang yang terkait narkoba telah ditangkap.

Duterte juga mengiming – imingi hadiah sebesar 2 juta peso atau sekitar Rp 570 juta kepada siapa saja yang berhasil menangkap polisi atau pejabat yang melindungi gembong narkoba di Filipina (BACA: 5 hal penting dari sosok Rodrigo “Digong” Duterte)

Aksi kerasnya itu diprotes oleh banyak kelompok pembela HAM seperti Human Rights Watch dan Amnesty International. Mereka menganggap Duterte telah melanggar HAM dengan membunuh orang tanpa melalui proses hukum lebih dulu.

Duterte juga dikenal publik internasional karena gaya bicaranya yang ceplas-ceplos dan tidak segan-segan mengeluarkan makian. Para pemimpin dunia tidak luput dari makian Duterte, termasuk Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, yang sempat disebut anak pelacur. Pernyataan tersebut disampaikan Duterte, karena mendengar presiden dari Partai Demokrat itu akan menceramahinya mengenai penegakan HAM di Filipina.

Obama sempat hilang selera untuk bertemu Duterte di sela KTT ASEAN di Laos. Namun, akhirnya Menlu kedua pihak saling berkoordinasi dan memastikan pertemuan tersebut kembali dilakukan.

Rupanya antipati terhadap Amerika Serikat itu benar-benar serius dilakukan Duterte. Dia berulang kali mengancam akan memutuskan hubungan dengan Negeri Paman Sam itu, termasuk ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok pada tanggal 20 Oktober lalu. Pernyataan itu lalu diralat Duterte dengan mengatakan rasa ketergantungan warga Filipina ke AS sangat tinggi.

“Itu bukan pemutusan hubungan. Saya tidak bisa melakukan itu, mengapa? Karena kebijakan tersebut memiliki kepentingan yang sangat tinggi bagi negara kami. Mengapa? Karena ada banyak warga Filipina di AS, warga Amerika pun juga banyak yang menjadi nenek moyang warga Filipina,” kata Duterte.

3. Inggris tinggalkan Uni Eropa

BENDERA. Bendera Uni Eropa dan Britania Raya berkipar di depan kantor walikota di pusat London. Foto oleh Leon Neal/AFP

Rakyat Inggris mengejutkan publik dunia dengan memilih keluar dari Uni Eropa (UE) dalam sebuah referendum yang digelar pada tanggal 24 Juni. Berdasarkan hasil penghitungan suara, 52 persen rakyat Inggris memilih untuk keluar dari UE. Sedangkan 48 persen memilih untuk tetap bersama UE.

Keputusan Inggris keluar dari UE kemudian disebut “Brexit”, gabungan antara kata “Britain” dan “Exit”. Mengetahui keputusan itu, para investor kemudian bergegas untuk menjual mata uang Poundsterling dan menyebabkan nilai tukarnya terperosok, bahkan terendah sejak tahun 1985. Ini juga menjadi kali pertama negara anggota UE keluar dari bagiannya dalam sejarah sejak 60 tahun berdiri.

Sayangnya, setelah hasil referendum keluar, sebagian besar rakyat Inggris justru tidak paham apa yang sebenarnya mereka pilih. Beberapa warga bahkan mengaku menyesal karena telah memilih Brexit, lantaran tidak paham konsekuensi yang akan dihadapi.

Harian Washington Post melaporkan warga Inggris kemudian berbondong-bondong melakukan pencarian soal makna Brexit di Google. Pertanyaan yang banyak dicari menyangkut implikasi Brexit dan UE.

Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla, mengatakan Brexit tidak akan berpengaruh secara langsung kepada Indonesia. JK menyebut efek ke Indonesia tidak besar, tetapi semangat proteksi akan terjadi di banyak negara.

“Indonesia sama saja sebenarnya. Mengekspor ke Inggris dan mengekspor ke Uni Eropa sama saja. Efeknya lebih banyak terjadi di internal Uni Eropa,” kata JK.

4. Kudeta untuk gulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan

KUDETA MILITER. Tank-tank milik militer Turki tetap berjaga di sebuah jalan di Istanbul, Turki pada Sabtu, 16 Juli. Foto oleh Tolga Bozoglu/EPA

Di tengah gempuran teror yang dilakukan oleh kelompok militan, Turki juga harus menerima fakta sebagian elemen militernya justru ingin menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan melalui kudeta. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 15 Juli itu ditandai dengan pesawat jet tempur yang terbang rendah di ibukota Ankara.

Kemudian, sebuah pernyataan dari kelompok yang menamakan diri “Dewan untuk Perdamaian Dalam Negeri” menyampaikan melalui siaran radio bahwa mereka mendeklarasikan darurat militer dan jam malam. Mereka beralasan kudeta dilakukan untuk memastikan dan mengembalikan tatanan konstitusi, demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan dan supremasi hukum di Turki.

Erdogan yang menjadi sasaran untuk digulingkan diketahui dalam keadaan aman. Dia bahkan ikut menyerukan kepada publik untuk turun ke jalan dan menolak kudeta.

Fasilitas publik seperti bandara dan titik-titik perbatasan sempat ditutup. Akibatnya, ribuan calon penumpang di Bandara Ataturk sempat terjebak, termasuk 60 WNI.

Namun, kurang dari 24 jam, militer yang setia kepada Erdogan bisa menguasai Ankara dan area Turki lainnya. Kudeta pun dinyatakan gagal. Militer pro Erdogan kemudian melakukan penangkapan besar-besaran terhadap pihak yang diduga ikut terlibat dalam kudeta tersebut.

Erdogan menuding ulama Fethullah Gulen sebagai dalang di balik aksi untuk menggulingkan dirinya.

5. Trump jadi Presiden Amerika Serikat

Salah satu peristiwa yang hingga kini masih sulit dicerna publik ketika mereka mengetahui Donald J. Trump resmi memenangkan pemilu Amerika Serikat yang digelar pada 9 November lalu.

Ini merupakan kekalahan yang telak bagi kandidat Presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton yang sudah digadang-gadang oleh media akan memenangkan pemilu AS. Tidak ada yang memprediksi jika Trump akan menang, lantaran dalam 3 debat publik sebelumnya, mogul properti itu tidak bisa menyampaikan visi dan misinya secara baik.

Tetapi, hal itu rupanya tidak berlaku. Dalam hasil hitung awal, Trump berhasil meraih 270 electoral votes. Sementara, hasil penghitungan akhir yang dilakukan tanggal 19 Desember menunjukkan Trump berhasil memperoleh 304 electoral votes. Sedangkan, Clinton hanya mendapat 227 electoral votes.

Maka, satu tanda tanya besar muncul, mengapa Trump bisa menang? Berbagai spekulasi dan analisa bermunculan di publik, termasuk adanya kemungkinan hasil pemilu diretas oleh Pemerintah Rusia. Temuan itu berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan Badan Intelijen AS (CIA).

Di akhir masa kepemimpinannya, Obama berjanji akan membalas perbuatan Negeri Beruang Merah itu. Nampaknya, janji itu tidak akan terealisasi, karena di bawah kepemimpinan Trump, hubungan AS-Rusia diprediksi kembali hangat. Apalagi Trump dan Presiden Vladimir Putin sudah saling berkirim surat.

Apa pun hasil pemilu AS, Clinton sudah mengakui bahwa dia kalah. Malah mantan Ibu Negara itu sudah memberikan selamat kepada Trump.

“Tadi malam, saya telah mengucapkan selamat kepada Donald Trump dan menawarkan diri untuk bekerja bersama atas nama negara kita,” ujar Clinton.

Publik kini menanti apakah semua janji Trump saat kampanye tempo hari akan ditepati, termasuk membatasi masuknya umat Muslim ke Amerika Serikat. Departemen Luar Negeri AS memastikan terlepas siapa pun Presidennya, mereka tidak akan pernah melarang umat Muslim ke sana. Tetapi apakah pada akhirnya hal itu terealisasi, usai Trump dilantik secara resmi pada tanggal 20 Januari. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!