Merindukan Gus Dur

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Merindukan Gus Dur
Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009

SEMARANG, Indonesia — Laila Fajirin melangkahkan kakinya dengan mantap menuju bundaran Tugu Muda, Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis malam, 29 Desember. 

Hujan gerimis yang mengguyur Kota Lumpia itu tak menyurutkan niatnya untuk bergabung dengan teman-temannya menggelar aksi seribu lilin perdamaian bersama para tokoh lintas agama.

Niatannya ikut aksi tersebut bukan tanpa alasan. Laila mengaku begitu resah dengan situasi keamanan yang berkembang di Tanah Air belakangan ini. Bukannya semakin tenteram dan damai, yang ada justru banyak bermunculan berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama.

Ia menganggap tindakan kekerasan yang dilakukan sejumlah kelompok intoleran membuat bangsa yang ia sebut negeri majemuk, menjadi terpecah-belah.

“Tapi saya tidak takut dengan tindakan yang mereka lakukan, karena saya punya semangat untuk menyelesaikan itu semua. Salah satunya dengan ikut aksi damai bersama umat lintas iman di Semarang,” kata Laila kepada Rappler.

Dengan mengikuti aksi damai, ia mengatakan sedikit banyak mampu mereduksi tindak kekerasan yang selama ini kerap meneror sejumlah kaum minoritas di Indonesia. 

Di Semarang sendiri, sepanjang tahun ini terdapat beberapa aksi intimidasi yang dilakukan kelompok intoleran saat perayaan Asyura digelar oleh jemaah Syiah. Hal serupa juga dialami Ahmadiyah saat membangun masjid di Kendal.

“Yang harus saya lakukan sekarang adalah dengan memperbanyak jalinan persahabatan dengan umat lintas agama, serta meningkatkan pengetahuan melalui tulisan-tulisan yang menyejukan agar dapat mengisi intelektual buat sumbangsih bagi bangsa Indonesia,” katanya.

Merindukan sosok pemersatu agama

Laila mengaku, sebagai kaum Nahdliyin, dirinya kini sangat merindukan mendiang KH Abdurahman “Gus Dur” Wahid, sosok pluralisme yang begitu dekat dengan orang marjinal. Kebetulan, hari ini, Jumat, 30 Desember, bertepatan dengan peringatan 7 tahun wafatnya presiden keempat Republik Indonesia tersebut.

“Menangisi Gus Dur sama dengan melanjutkan api yang sudah menyala selama ini. Mari kita teruskan perjuangannya.”

Haul Gus Dur dirayakan dengan khidmat oleh sejumlah warga Semarang, termasuk Laila yang selama ini aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang sejak lama memegang teguh 4 prinsip hidup almarhum Gus Dur.

“Selama aktif di PMII saya sudah ikut haul Gus Dur dua kali. Saya merindukan sosok seperti beliau, sehingga dalam bermasyarakat saya, empat prinsip hidup yang disiarkannya seperti toleransi, inklusif moderat, dan plural,” kata mahasiswi semester V Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo tersebut.

Karena itulah, ia mengaku sangat miris saat tahu bahwa nilai toleransi antar umat beragama yang diajarkan Gus Dur seolah luntur akibat aksi kekerasan yang dilakukan segelintir massa intoleran. Baginya, sangat disayangkan bila Indonesia terpecah hanya gara gara kekerasan yang mengatasnamakan agama. 

“Saya merindukan Gus Dur. Saya minta terorisme dan sweeping segera dihentikan dan jangan sampai memecahbelah negeri ini. Indonesia adalah bangsa yang kuat jadi kita perlu terus menjaganya,” ujarnya.

Pembela kaum tertindas

Senada dengan Laila, beberapa mahasiswa Buddha yang ikut aksi seribu lilin di Tugu Muda juga mendambakan sosok pemersatu bangsa seperti Gus Dur. 

Nugroho, seorang Pendeta Kristen yang juga hadir dalam aksi seribu lilin, berpendapat seandainya Gus Dur masih hidup, pasti dia tak akan membiarkan intoleransi berkembang di Indonesia. 

“Makanya, saya ajak kepada semua umat beragama jangan biarkan ketidakadilan merajalela. Semuanya harus memperjuangkan hal itu,” katanya.

“Lagipula saya sebagai seorang Kristen juga belajar banyak sama Gus Dur. Menangisi Gus Dur sama dengan melanjutkan api yang sudah menyala selama ini. Mari kita teruskan perjuangannya”. 

Di tempat yang sama, Pastor Gereja Paroki Raja Ungaran, Aloys Budi Purnomo, mengingat sosok Gus Dur yang teguh membela kaum miskin, sekaligus orang yang mewariskan kegembiraan bagi Indonesia. 

Gus Dur dikenang pula sebagai garda terdepan yang membela burung Garuda agar tidak dibunuh dan dihancurkan sehingga apa yang almarhum lakukan selama ini membuat Indonesia tetap jaya di mata dunia. 

“Saya memimpikan Indonesia jadi negeri damai sejahtera adil dan rukun,” ungkap Romo Budi.

Ia sendiri telah melakukan ikrar damai bersama tokoh lintas agama di kediaman Gus Dur di Jalan Ciganjur, Jakarta, beberapa waktu lalu bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Agil Siraij dan Monsjnyur Ignasius Suharyono Ketua PGI dan katolik. 

Ikrar damai itu menyepakati 5 poin untuk diperjuangkan, antara lain:

  • Menjaga perdamaian kerukunan dan keadilan bagi sesama umat beragama
  • Menciptakan suasana sejuk dan bebas konflik antar umat beragama
  • Memelihara perbedaan dengan saling melindungi sesama manusia dengan tulus dan bersungguh-sungguh
  • Menolak segala intimidasi dalam beragama
  • Pemerintah Indonesia menegakan konstitusi dengan keyakinan agama masing-masing

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!