Bentrok eksekusi lahan Kampung Bugis di Bali sebabkan warga luka-luka

Iwan Setiadharma

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bentrok eksekusi lahan Kampung Bugis di Bali sebabkan warga luka-luka
Ini adalah eksekusi lahan ketiga, setelah yang pertama dan kedua pada 2014 lalu gagal dilaksanakan.

DENPASAR, Indonesia — Tangis ratusan warga Kampung Bugis, Pulau Serangan, Denpasar, Bali pecah saat panitera dari Pengadilan Negeri Denpasar akan mengeksekusi lahan mereka, pada Selasa, 3 Januari 2017. 

Usai subuh, warga mulai menduduki jalanan. Tampak juga perahu diletakkan di jalan untuk menghadang aparat kepolisian.

Proses eksekusi berlangsung alot, warga bersama-sama pasang badan untuk mempertahankan rumah-rumah mereka. Sejak pukul 07:00 WITA warga, termasuk anak-anak, sudah berkumpul melantunkan doa-doa yang diiringi tangis kesedihan. Mereka didampingi Raja Pemecutan Anak Agung Ngurah Manik Parasara yang bergelar Ida Cokorda Pemecutan XI.

Warga Kampung Bugis di Serangan mengklaim sudah menempati tanahnya sejak ratusan tahun silam. Lahan yang dihuni warga Kampung Bugis adalah lahan pemberian dari Kerajaan Badung yang kekuasaannya dipegang Puri Pemecutan.

Eksekusi lahan bermula ketika seorang warga Kampung Bugis, Maisarah, mengklaim lahan seluas 94 are sebagai miliknya dengan bukti sertifikat tanah tahun 1992.  

Para warga Kampung Bugis kemudian melakukan perlawanan lewat jalur hukum hingga ke Mahkamah Konstitusi (MA). Pada 27 Februari 2014, sempat ada upaya mengeksekusi lahan. Tetapi, demi menghindari bentrokan warga dan aparat, maka eksekusi itu gagal.

Pada 28 Mei 2014 warga mengupayakan perlawanan lewat jalur hukum mengajukan Peninjauan Kembali (PK). PK itu atas dasar temuan bukti baru dari warga, bahwa ada kesalahan sasaran obyek tanah di dua lokasi yang berbeda.

Kuasa Hukum warga Kampung Bugis, Rizal Akbar Maya Poetra, mengatakan bahwa di dalam pemberitaan eksekusi ditulis Putusan Mahkamah Agung Kasasi No. 3081/pdt/201 tertanggal 22 Maret 2012. Maka, menurut dia, tidak ada putusan eksekusi No. 3081 tahun 2012. 

“Yang ada tahun 2010,” kata Rizal.

Ia menjelaskan dalam putusan Mahkamah Agung, batas sebelah timur adalah lahan milik Haji Mohammad Anwar dan lahan kehutanan. 

“Sebelum dilaksanakan eksekusi, cek dulu lahan sebelah timur mana yang dimaksud,” ujarnya.

Menurut dia, jika pihak eksekusi salah batas, sesungguhnya eksekusi tidak layak dilakukan. Karena, lanjutnya, yang menentukan batas-batas adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

“Badan Pertanahan Nasional tidak dilibatkan, bahwa eksekusi ini tidak jelas,” kata Rizal.

Kapolresta Denpasar Komisaris Besar Hadi Purnomo mengatakan, sebanyak 1.278 personel diturunkan untuk menjaga jalannya eksekusi hari ini. Para personel berasal gabungan dari Polresta Denpasar, Polda Bali, dan TNI. Menurut Hadi, jumlah personel sebanyak itu diperlukan agar eksekusi bisa segera diselesaikan.

“Kami tidak mau gagal seperti sebelumnya. Kami sudah lakukan tahapan mediasi, pihak termohon tidak mengakui pelaksanaan eksekusi,” katanya.

Hadi menjelaskan jumlah 1.278 personil disesuaikan dengan eskalasi menghadapi kemungkinan terjadi perlawanan. Ia menambahkan, bahwa kali ini adalah eksekusi ketiga.

“Pertama dan kedua tahun 2014 gagal. Alasan masih Peninjauan Kembali karena ada kekurangan. Kami pastikan eksekusi ini sudah final,” ujarnya.

Aparat kepolisian mulai mengawal jalannya eksekusi mulai sekitar pukul 09:30 WITA. Suasana semakin mengharukan ketika ratusan warga Kampung Bugis Serangan, menolak rumahnya dieksekusi. Isak tangis anak-anak semakin keras sambil terus melantunkan doa.

Ketika alat berat ekskavator akan masuk, polisi berusaha menyingkirkan warga dari jalan. Aparat kepolisian terus menekan. Pukulan-pukulan pentungan dari aparat kepolisian terus dihujamkan, terlihat darah mengalir dari kepala beberapa warga yang terkena pukulan polisi.

Sontak kejadian itu membuat anak-anak yang berada dalam kerumunan itu berteriak ketakutan berhamburan lari. Polisi juga menembakkan gas air mata, warga tak kuasa menahan pedih dan sesak, akhirnya menyingkir.

Tangan kanan Hery Purwanto (38 tahun) tampak bengkak usai menangkis pentungan kepolisian. Naas, setelah enam kali menahan pukulan, tongkat itu mengenai sisi kiri kepalanya. 

“Kena sekali di kepala langsung berdarah,” katanya. Ia juga terlihat menahan rasa sakit di bagian belakang leher yang bengkak terkena tembakan gas air mata.

“Pedih dan panas sekali, bikin sesak saya langsung keluar,” kata Hery.

Warga lainnya juga mengalami luka di kepala. Setelah dua kali pentungan polisi mendarat di kepala Zaenudin (35 tahun), langsung mengeluarkan darah. 

“Saya terpaksa keluar sendiri dari kepungan itu, karena darah banyak yang keluar di kepala,” ujarnya.

Muhammad Nuh (51 tahun) mengatakan bahwa pengawalan kepolisian saat eksekusi dianggap berlebihan. Karena, menurutnya, jumlah warga hanya berkisar 150 orang. 

“Masa harus kaya begini? Mereka polisi ribuan,” katanya.

Suasana mulai agak tenang sekitar pukul 11:20 WIB ketika warga mulai menjauh dari aparat barisan kepolisian. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!