Sketsatorial: Sejarah golput dalam pemilu Indonesia

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bagaimana kiprah golongan putih ini dalam sejarah pemilu di Indonesia? Simak uraiannya dalam Sketsatorial Rappler Indonesia

JAKARTA, Indonesia — Sebagai negara dengan sistem demokrasi, pemilihan umum adalah cara masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin negaranya. Namun, ada sebagian masyarakat yang memilih untuk golput. Semakin tinggi jumlah masyarakat yang golput, berarti tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu semakin rendah. 

Bagaimana kiprah golongan putih ini dalam sejarah pemilu di Indonesia? Simak uraiannya di Sketsatorial Rappler Indonesia.

Partisipasi masyarakat Indonesia dalam Pemilu di masa Orde Lama dan Orde Baru tergolong sangat tinggi. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa masyarakat benar-benar telah melakukan proses demokrasi dengan baik, karena tidak terpenuhinya unsur langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. 

Pemilu pertama yang berlangsung pada 1955 mencatat tingkat partisipasi publik hingga 91,1% dan angka golput sebanyak 8,6%. Angka Golput terendah terjadi pada pemilu berikutnya yaitu 1971, yang turun hingga angka 3,4%. 

Angka golput terbesar malah terjadi pada era reformasi pasca Orde Baru, yaitu pada pilpres 2009, yang mencetak angka golput sebanyak 29,3%. Pilpres 2009 merupakan pemilihan umum pertama di mana masyarakat Indonesia bisa memilih presiden dan wakil presidennya secara langsung.

Sementara dalam lingkup daerah, pilkada serentak yang pertama kali diadakan pada 2015 hanya diikuti oleh 70% pemilih dari daerah yang mengadakan pemilihan. Artinya, tingkat golput dalam Pilkada serentak 2015 mencapai 30%.

Tingginya tingkat golput bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk regulasi, konflik dalam partai politik, serta para kandidat kepala daerah yang tidak memiliki nilai jual di mata masyarakat. 

Memilih dalam pemilu adalah hak bagi seluruh Warga Negara Indonesia yang telah memiliki KTP. Namun bagi mereka yang memutuskan untuk tidak memilih, apapun alasannya alias menjadi golput, sebenarnya tidak menyalahi aturan perundang-undangan manapun, sehingga tidak dapat dipidana. 

Meskipun begitu, Pasal 308 UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu memberikan ruang bagi penegak hukum untuk menjerat siapapun yang mengajak orang lain untuk golput. —Rappler.com

Sketsatorial adalah kolom mingguan Rappler tentang isu-isu penting yang dibahas dengan menggunakan video sketsa, dan dibuat oleh Iwan Hikmawan. Follow Iwan di Twitter @Sketsagram.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!