Berani bersuara pada Hari Tanpa Diskriminasi 2017

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Berani bersuara pada Hari Tanpa Diskriminasi 2017
“Diskriminasi ditandai ketika seseorang diberi perlakuan yang tidak adil. Perlakuan tersebut menyebabkan ia kehilangan haknya.”

 

JAKARTA, Indonesia — Slogan Bhinneka Tunggal Ika sudah tertanam dalam benak masyarakat Indonesia. Semboyan itu digunakan untuk menyatukan negara kepulauan ini. Dengan keberagaman suku, ras, agama, dan golongan, kita diharapkan untuk tidak saling mendiskriminasi dan bersatu untuk kepentingan bersama. 

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)  juga mengajak masyarakat dunia untuk menghargai keberagaman dan tidak mendiskriminasi sesama. Oleh karena itu, UNAIDS (program PBB untuk gerakan global terkait HIV dan AIDS), mendeklarasikan setiap 1 Maret sebagai Hari Tanpa Diskriminasi (Zero Discrimination Day).

Hari Tanpa Diskriminasi didasari oleh kekhawatiran akan diskriminasi yang didapat penderita HIV dan AIDS.

“Diskriminasi terhadap pengidap HIV dan AIDS dilakukan oleh sejumlah orang yang belum paham, takut, dan krater akan penularan HIV. Hal itu membuat sejumlah pengidap HIV dan AIDS merasa ditolak di masyarakat, kemudian menarik diri dari pengobatan,” kata Partnership Adviser UNAIDS Indonesia Elis Widen kepada Rappler pada Senin, 27 Februari.

Pada awalnya, UNAIDS mencanangkan Zero Discrimination Day sebagai hari untuk menghapus diskriminasi terhadap mereka yang menderita HIV dan AIDS. Namun seiring pergantian tahun, setiap 1 Maret diperingati tidak hanya untuk mengampanyekan penghilangan diskriminasi terhadap penderita HIV dan AIDS saja, melainkan diskriminasi dalam bentuk apapun dan sebagai perayaan keberagaman.

Diskriminasi didapat ketika seseorang atau sekelompok orang diberikan perlakuan berbeda, pengecualian, dan pelarangan terhadap suatu hal dengan alasan adanya perbedaan di diri mereka.

Perbedaan tersebut berupa gender, etnis, kewarganegaraan, agama, disabilitas, orientasi seksual, kelas sosial, umur, status pernikahan/tanggung jawab dalam keluarga, dan kondisi/kategori lainnya.

“Diskriminasi ditandai ketika seseorang diberi perlakuan yang tidak adil. Perlakuan tersebut menyebabkan ia kehilangan haknya. Mereka yang didiskriminasi akan mencari pelarian dari masyarakat. Mereka rentan terhadap hal-hal yang negatif,” kata Elis.

Ia mengatakan, diskriminasi dapat ditemui dimana saja. Kita semua dapat menjadi korban diskriminasi di tempat kerja, sekolah, rumah atau keluarga, dan komunitas atau organisasi lain. 

UNAIDS melihat pentingnya penghilangan diskriminasi terhadap semua kondisi atau kategori manusia, bukan hanya terhadap pengidap HIV dan AIDS. Semangat yang didorong adalah toleransi, kasih sayang, dan perdamaian di dunia. 

Hari Tanpa Diskriminasi pertama kali diperingati pada 2014 dengan tema “Join the Transformation”. Sejumlah publik figur ternama di dunia pun memberi dukungan resmi terhadap peringatan tersebut, mulai dari David Luiz (pesepak bola tim nasional Brasil), Michael Ballack (pesepak bola tim nasional Jerman), Titica (pop star dari Angola), Michelle Yeoh (aktris dan aktivis asal Tiongkok), Loyiso Bala (penyanyi R&B dari Afrika Selatan), Annie Lennox (penyanyi dan aktivis legendaris), hingga Toumani Diabaté (musisi internasional). 

Setahun berikutnya, mengambil tema “Open Up, Reach Out”, Hari Tanpa Diskriminasi dimeriahkan dengan berbagai kegiatan. Acara yang diselenggarakan antara lain pameran foto di Tiongkok, pentas tarian di Gabon, konser di Madagaskar, dongeng di Mongolia, pemutaran film di Nepal, hingga seminar dan lokakarya di 20 negara lainnya.

Tahun lalu, UNAIDS bermitra dengan World Health Organization’s Global Health Workforce Alliance. Keduanya bekerja sama membuat perencanaan terkait penghilangan diskriminasi akses kesehatan. Dengan tema “Stand Out (on Zero Discrimination)”, kampanye lewat media sosial masih dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya. 

Kembali diperingati tahun ini, Hari Tanpa Diskriminasi mempunyai tema “Make Some Noise (for Zero Discrimination)”. UNAIDS berkeyakinan, diskriminasi dapat mengahalangi kita untuk menggapai tujuan dan cita-cita. Oleh karena itu diharapkan masyarakat bersuara atas diskriminasi yang dialami sendiri dan yang ada di sekeliling mereka. 

Selain itu, UNAIDS masih berfokus pada penghilangan diskriminasi terhadap akses kesehatan. Data terbaru yang dikumpulkan dari 50 negara didapatkan oleh UNAIDS menyebutkan, 1 dari 8 orang pengidap HIV tidak diterima di fasilitas kesehatan negaranya.  

UNAIDS Indonesia turut mendorong masyarakat untuk sadar dan ikut serta memperingati Zero Discrimination Day 2017. 

“Lewat media sosial dan media massa, kami ingin melakukan edukasi yang lebih luas lagi. Kami ingin menyadarkan masyarakat untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi atas dasar apapun,” kata Elis.

“Stigma atau cara pandang kita terhadap seseorang dapat berubah menjadi perilaku [diskriminasi] yang menghalangi produktivitas hidup orang lain,” katanya. 

Seperti simbol kupu-kupu yang tertera di logo Zero Discrimination Day, kita diharapkan bertransformasi. Kita dapat berubah menjadi masyarakat tanpa diskriminasi. Siapkah kita bertransformasi? 

Mari bangkitkan kesadaran #ZeroDiscrimination di lingkungan sekitar, juga lewat media sosial. Ceritakan pengalaman dan harapan kalian menggunakan tagar #ZeroDiscrimination. 

Kalian juga bisa tersambung dengan media sosial resmi dari UNAIDS Indonesia maupun global di sini:

—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!