Sariban, kakek gila kebersihan yang mendunia

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sariban, kakek gila kebersihan yang mendunia
Anak-anaknya sempat malu melihat ‘profesi’ ayah mereka. Berniat menjadikan Bandung bersih seperti Singapura, ia sempat ingin mencalonkan diri jadi cagub. Niatnya bermula dari mimpi pohon menangis

BANDUNG, Indonesia — Kakek 74 tahun itu ditemui sedang asyik memunguti sampah di Jalan Cikutra Barat, Kota Bandung, Jawa Barat, pada suatu pagi. Berbaju kuning dengan topi caping membuatnya mudah dikenali. Saat ditemui, ia tersenyum ramah memamerkan giginya yang sudah mulai berkurang. Postur tubuhnya yang terbilang kecil masih terlihat tegak dan sehat.

Ia kembali melanjutkan tugasnya memunguti sampah dengan menggunakan alat pencapit makanan yang berukuran cukup besar.

“Kalau pakai ini, puntung-puntung rokok juga bisa diambil,” katanya sambil terus memunguti puntung rokok dan sampah-sampah lain yang berserakan di pinggir jalan.

Namanya singkat saja, Sariban. Laki-laki kelahiran Magetan, 7 Agustus 1943, ini dengan bangga menyebutkan profesinya sebagai Relawan Peduli Lingkungan Hidup Bersih. Jabatan yang dia sandang sejak 34 tahun yang lalu. 

Bermula dari sebuah mimpi, ia melihat pohon menangis dan mengeluarkan darah karena tubuhnya dipaku untuk menempel sebuah poster. Sejak itu, Sariban bertekad mencabut paku-paku di pepohonan.

Setiap hari, bapak empat anak itu pergi dari rumahnya untuk membersihkan jalan-jalan di Kota Bandung. Sebuah sepeda tua dengan papan bertuliskan “Ingat kebersihan sebagian dari iman,” menemaninya menjalankan tugas mulia itu.

Sepeda itu telah dimodifikasi sesuai tugasnya. Di bagian belakang sepeda, terpasang dua tempat sampah untuk menampung sampah-sampah yang dipungutnya.  

Peralatan kebersihan seperti sapu lidi, karung, sekop, arit, dan alat penjepit sampah, tampak memenuhi sebuah wadah yang dipasang di bagian lain sepeda. Sariban mengaku memiliki sebuah alat penjepit sampah dari Australia, oleh-oleh dari seorang warga Bandung yang mengaguminya.

“Profesi” relawan dilakoni Sariban sejak 1983. Bahkan ketika ia masih tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Di rumah sakit itu pun, tugasnya tak jauh dari kebersihan.

Ketika pensiun pada 2000, Sariban memutuskan untuk memberikan sebagian besar waktunya menjaga kebersihan di Kota Bandung. Pada 2007, suami dari Sukim ini memulai sebuah proyek pribadi yang dijalaninya secara rutin. Dua kali sehari, pagi dan sore, Sariban membersihkan sampah di Jalan Pahlawan Kota Bandung.  

Ia menempuh perjalanan kurang lebih 2 kilometer dari rumahnya ke Jalan Pahlawan dengan menggunakan sepeda. Setibanya di tujuan, kakek 6 cucu ini mulai menyapu dan memunguti sampah yang berasal dari pepohonan atau dibuang sembarangan oleh pengguna jalan.

Tidak hanya di Jalan Pahlawan, sosok Sariban juga bisa ditemui di sekitar Gasibu dan kawasan Dago saat Car Free Day, termasuk bila ada aksi unjuk rasa. Sariban hadir di tengah kerumunan massa, bukan sekadar memunguti sampah yang ditinggalkan para pendemo, tapi juga mengajak semua orang untuk sama-sama menjaga kebersihan.

“Kebersihan itu sebagian dari iman dan Allah menciptakan alam semesta ini. Kalau bukan hambanya yang memelihara, siapa lagi? Kita sebagai hamba Allah harus bisa menjaga lingkungan,” tuturnya bijak.

Ucapannya bukan omong kosong. Selama puluhan tahun kakek murah senyum ini telah bergelut dengan sampah. Tidak hanya sampah di pinggiran jalan, tapi juga pamflet atau poster yang menempel di tembok-tembok milik publik. Itu semua dilakukan tanpa bayaran.

Sempat dianggap gila

IMAN. Setiap hari, Sariban memunguti sampah di jalan-jalan Kota Bandung tanpa dibayar sepeser pun. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Pepohonan pun tak luput dari perhatian Sariban. Bermula dari sebuah mimpi yang dialaminya pada suatu malam. Di mimpi itu ia melihat pohon menangis dan mengeluarkan darah karena tubuhnya dipaku untuk menempel sebuah poster.  

Sejak itulah, Sariban bertekad mencabut paku-paku di pepohonan yang ia temui. Hingga kini, sudah 16 karung paku yang berhasil ia cabut dan kumpulkan.

“Sekarang tidak ada lagi yang berani memaku pohon, selain memang ada larangan dari Wali Kota,” katanya.

Karena kiprahnya, Sariban diganjar 60 penghargaan dari berbagai komunitas, instansi, dan media massa. Seringkali bapak tua ini diundang menjadi bintang tamu dalam sebuah acara talkshow di televisi. Banyak pula sekolah-sekolah yang mengundangnya untuk menginspirasi para siswa dalam menjaga kebersihan.

“Kebersihan itu sebagian dari iman dan Allah menciptakan alam semesta ini. Kalau bukan hambanya yang memelihara, siapa lagi? Kita sebagai hamba Allah harus bisa menjaga lingkungan.”

Karena kegigihannya pula, Sariban menjadi model iklan sebuah produk air mineral terkemuka pada 2015.  Kiprah kakek tua itu dianggap menginspirasi. Tak heran jika sebuah media internasional pun mengangkat profil dirinya sebagai seorang pahlawan lingkungan.

“Nama saya sekarang mendunia,” ujarnya tak menyembunyikan rasa bangga.

Tapi siapa sangka, di awal perjuangannya, ia sempat mendapat tentangan dari keluarga. Anak-anaknya bahkan mengaku malu memiliki bapak yang setiap hari bergelut dengan sampah. Tak jarang pula, ia dianggap gila.

“Cemoohan itu saya anggap cambuk untuk membuat saya lebih semangat lagi. Lagi pula, saya memang gila. Gila kebersihan,” katanya sambil tertawa.

Sariban bermimpi suatu hari Kota Bandung bisa menjadi seperti Singapura yang terkenal dengan kebersihan dan ketertiban warganya. Saking ingin melihat langsung Singapura yang katanya bersih, Sariban pergi dengan menggunakan uang tabungannya. Ia benar-benar dibuat kagum dengan kebersihan negara yang berjuluk The Lion City ini. 

Bersihnya Singapura terus membayangi Sariban. Lelaki paruh baya itu pun terobsesi mewujudkan Kota Bandung, bahkan seluruh kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, seperti Singapura. Karenanya, pada 2003, Sariban mengikuti seleksi Bakal Calon Gubernur Jawa Barat. Namun cita-citanya itu kandas karena minimnya dukungan dan dana.

Kendati demikian, upaya Sariban dalam menjaga kebersihan tidak akan surut. Baginya, menjaga kebersihan adalah kewajiban semua makhluk tuhan di bumi ini. Ia bertekad akan menjadi relawan kebersihan hingga ajal menjemputnya. Bukan penghargaan yang ia cari, tapi perubahan.

“Intinya bukan nyari penghargaan, tapi perubahan. Niatnya ikhlas supaya Bandung menjadi lebih baik. Semoga apa yang saya lakukan bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat,” ucapnya penuh harap. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!