Curhat kematian kucingnya di Facebook, Fatkurrahman divonis bersalah

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Curhat kematian kucingnya di Facebook, Fatkurrahman divonis bersalah
"Ke depan akan semakin banyak orang berpotensi dipidanakan karena mengkritik.”

YOGYAKARTA, Indonesia — Seorang pecinta kucing, Fatkhurrahman (27 tahun) hanya bisa membisu saat Hakim Ayun Kristianto menyatakan dirinya bersalah dalam kasus pencemaran nama baik dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sleman Rabu 2 Agustus 2017.

“Mengadili dan menyatakan bahwa Fatkurrahman terbukti secara sah dan meyakinkkan telah mendistribusikan dan atau mentransmisikan informasi elektronik atau dokumen yang bermuatan penghinaan,” kata Hakim Ayun saat membacakan putusan.

Fatkhurrahman divonis 3 bulan penjara dengan 6 bulan masa percobaan dan denda sebesar Rp 5 juta. “ Penjara selama 3 bulan tidak perlu dijalani, kecuali apabila selama 6 bulan masa percobaan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana lain,” kata Hakim Ayun.

Sementara jika denda sebesar Rp 15 juta tidak dibayar, maka Ayun harus menggantinya dengan  hukuman penjara selama 15 hari. Meski putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa 6 bulan penjara, 1 tahun masa percobaan dan denda sebesar Rp 10 juta, namun Fatkhurrahman tetap terlihat kecewa.

“Saya terserah teman-teman LBH Yogyakarta saja,’ katanya usai sidang. Ia sungguh tak menyangka jika status yang diunggahnya di Facebook pada 20 Februari 2016 lalu akan mengantarnya ke persidangan.

Saat itu, melalui statusnya, Fatkurrahman mengkritis klinik hewan Naroopet yang dianggapnya menjadi penyebab kematian kucing persianya yang berusia 8 bulan. Status tersebut kemudian menjadi bahan pemilik klinik untuk melaporkan Fatkurrahman dengan pasal pencemaran nama baik.

Kuasa hukum Fatkurrahman, Yogi Zul Fadhli, mengatakan pihaknya masih akan menimbang-nimbang putusan hakim tersebut. “Ini menjadi preseden buruk, karena kedepan akan semakin banyak orang berpotensi dipidanakan karena mengkritik,” kata Yogi.

Menurut Yogi yang juga Kepala Departemen Advokasi LBH Yogyakarta, kasus Fatkurrahman adalah kasus dengan undang-undang ITE ke dua yang ditangani selama di Yogyakarta. “Kasus pertama di tahun 2014, sama juga polanya, dan divonis bebas murni,” katanya.

Sementara pemilik Naroopet sekaligus pelapor, Sri Dewi Samsuri, menganggap keputusan hakim adalah terbaik bagi dirinya dan terdakwa. “Karena tidak ada keuntungan bagi saya jika dia dipenjara atau tidak. Ini menjadi pembelajaran bagi semuanya,” katanya. —Rappler.com 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!