Polemik impor senjata, skenario politik yang gagal?

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polemik impor senjata, skenario politik yang gagal?

ANTARA FOTO

Pengadaan senjata gunakan dana APBN-P 2017. PT Mustika Dutamas beberapa kali menjadi rekanan Polri

JAKARTA, Indonesia – Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai polemik tentang impor 5.000 senjata api ilegal adalah sebuah “skenario drama politik”.  “Tapi skenario ini gagal total.  Jadi bingung semua sekarang,” kata Connie, kepada Rappler pada Minggu, 1 Oktober 2017.

Connie, penulis buku Pertahanan Negara dan Postur TNI Yang Ideal (2007) ini menanggapi informasi masuknya impor senjata untuk Brigade Mobile (Brimob) Polri yang viral di media sosial pada 30 September 2017.

 Dalam informasi viral yang dibuat dalam bentuk format laporan yang ditujukan kepada ‘Komandan’, dengan Perihal: Impor Senjata Api dan Amunisi yang diimpor oleh PT Mustika Dutamas dan akan didistribusikan ke  Brimob Polri itu, disebutkan ada dua jenis benda yang diimpor oleh Polri, yakni senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40X46 mm. Jumlahnya mencapai 280 pucuk dan dikemas dalam 28 kotak (10 pucuk/kotak) dengan berat total 2.212 kilogram.

Sementara, benda kedua adalah amunisi Castior  RLV-HEFJ kaliber 40X46 mm dengan high explosive fragmentation Jump Grenade yang dikemas dalam 70 boks (84 butir/boks) dan 1 boks (52 butir). Totalnya mencapai 5.932 butir (71 boks) dengan berat 2.829  kilogram.

Baik amunisi dan senjata merupakan peralatan yang sesuai dengan standar militer. Menurut situs arsenal-bg.com, SAGL merupakan senjata pelontar granat tipe M 406. Sementara, RLV-HEFJ adalah amunisi granat yang digunakan sebagai senjata serbu militer untuk menghancurkan kendaraan atau material lapis baja ringan.

Informasi tersebut juga menuliskan: “Hingga saat ini rekomendasi Kabais TNI terkait izin masuk impor barang tersebut belum diterbitkan, meskipun sudah diajukan berdasarkan Surat Dankorps Brimob Polri kepada Kabais TNI Nomor B/2122/IX/2017 tanggal 19 September 2017.

Sebagai sebuah pengingat, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan soal isu adanya institusi yang membeli 5.000 senjata api secara ilegal dalam acara tatap muka dengan para purnawirawan di Mabes TNI pada Jumat, 22 September, atau 3 hari setelah tanggal surat pengajuan surat Dankorps Brimob Polri di atas.

“Ketika sebuah pesawat memasuki wilayah udara nasional sebuah negara maka harus ada clearance dari negara  tujuan. Dan itu tidak bisa dilakukan mendadak. Apalagi pesawat kargo tersebut membawa bahan berbahaya seperti senjata dan lain-lain yang berisiko meledak.  Maka, jelas masuknya barang ini legal dan telah melalui proses air clearance. Jadi sudah diketahui otoritas pemberi air clearance kita yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan dan MABES TNI,” ujar Connie.

Connie melanjutkan pendapatnya dengan melontarkan pertanyaan. “Pertanyaannya sederhana, mengapa barang tersebut mengarah ke (bandar udara) Cengkareng?  Karena setahu saya tidak pernah boleh diizinkan sebuah pesawat kargo membawa barang seperti itu masuk wilayah bandara sipil. Harus ke Air Force Base,  dalam hal ini Halim Perdanakusuma,” kata doktor politik lulusan Universitas Indonesia ini.

Dia menganggap ada semacam skenario yang ingin dibangun, agar publik menganggap masuknya senjata dan perlengkapannya pada Subuh, 30 September 2017 dikesankan sebagai senjata ilegal, dan tidak jelas.

“Apakah ini untuk tujuan tertentu untuk menciptakan kesan seolah ucapan Panglima TNI betul,  lalu ucapan Pak Wiranto salah?” karta Connie.

 BACA: Wiranto membantah ada penyelundupan senjata 

Connie juga menyoroti kesan yang muncul dalam informasi yang beredar viral, bahwa sekarang Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI  menahan barang.  “Kalau BAIS bekerja betul, seharusnya barang itu bukan tiba di Indonesia lalu dibuat “ribut”,  tapi sejak awal akan dibeli, akan dikirim, dan akan bergerak menuju Indonesia dari origin place barang tersebut, yaitu  Bulgaria sudah dapat distop prosesnya,” ujar Connie.

Dalam informasi yang beredar disebutkan bahwa impor senjata api oleh PT Mustika Dutamas itu menggunakan pesawat charter model Antonov AN-12 TB dengan Maskapai Ukraine Air Alliance UKL-4024.  Juga disebutkan data pengirim: Arsenal JSCO 100 Rozova Dolina STR, 6100 Kazanlak, Bulgaria. Alamat penerima adalah  Bendahara Pengeluaran Korps Brimob Polri Kesatriaan Amji Antak, Kelapa Dua, Cimanggis, Indonesia.

Rappler mengecek ke situs lelang pengadaan barang secara elektronik Polri, pengadaan Stand Alone Grenade Launcher KAL. 40 x 46 MM untuk Korps Brimob Polri diumumkan pada tanggal 5 September 2017.  Biaya pengadaan berasal dari APBN-Perubahan 2017 dengan pagu harga Rp 26.940.000.000.   HPS pemenang lelang, dalam hal ini PT Mustika Dutamas,  dicantumkan senilai  Rp 26.939.999.892.

Lelang pengadaan stand alone grenade launcher (screenshot hasil lelang).

Connie Bakrie mengkhawatirkan bahwa ribut-ribut pengungkapan informasi mengenai impor senjata Polri rawan memicu perpecahan di antara institusi aparat keamanan.

“Karena pengadaannya sah menggunakan dana APBN, maka jelas ini bukan berita intelijen.  Apalagi dianggap informasi A1 sebagaimana pernyataan Panglima TNI beberapa waktu lalu,” ujar Connie.  Dia menganggap potensi perpecahan bisa dipicu oleh kesan yang dibangun ke publik bahwa pengadaan senjata ini ilegal, padahal legal.

Persoalan impor senjata kualifikasi militer yang dilakukan Polri, menurut Connie, seharusnya dibahas di lingkungan pemerintah.  “Karena pengadaannya resmi, menggunakan APBNP 2017, terus yang salah siapa?  Bagaimana dengan sistem bernegara dan sistem kontrol kita?” ujarnya.  Impor pengadaan alat pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) seharusnya seizin Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).  “Ketua KKIP itu Presiden,” ujar Connie.

Tanggapan Polri

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto memastikan jika pembelian senjata yang didatangkan dari Bulgaria itu sesuai sesuai dengan prosedur.

“Barang yang ada di dalam Bandara Soetta dan dinyatakan oleh rekan-rekan, betul itu adalah senjata milik Polri dan barang yang sah,” ujar Setyo ketika memberikan keterangan pers pada Sabtu, 30 September di Mabes Polri.  Keterangan ini menjelaskan informasi viral yang beredar cepat, meskipun tidak menyebutkan sumber.

Rappler menanyakan sumber informasi mengenai kedatangan senjata untuk Brimob Polri itu melalui pesan pendek kepada Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto pada Minggu, 1 Oktober 2017.  Sampai tulisan ini diterbitkan, belum ada jawaban.

Dalam keterangan kepada media, Kadivhumas Setyo Wasisto  mengatakan Polri sudah melakukan perencanaan, lalu melelang, dan ditinjau oleh staf Irwasum dan BPKP. Semua proses itu dilakukan, katanya, sebelum mereka memutuskan untuk membeli melalui pihak ketiga.

Menurut dia, pengadaan ini sudah diketahui Dankor Brimob Irjen Pol Murad Ismail dan BAIS TNI.

“Dankor Brimob sudah tahu dan meminta rekomendasi ke BAIS TNI. Prosedurnya memang demikian, barang masuk dulu ke Indonesia kemudian untuk dikarantina dan dicek BAIS TNI. Lalu dikeluarkan rekomendasi TNI,” kata  Setyo.

Menurut dia, jika dalam pengecekan tersebut, bisa jadi tidak diloloskan. Namun, hal itu belum pernah terjadi.

“Apabila dalam pengecekan tidak sesuai. Maka dapat diekspor kembali tetapi dalam pelaksanaanya tidak pernah seperti itu. Karena memang ini bukan kali pertama dengan barang sejenis,” kata Setyo.

Kepala Korps Brimob Kepolisian RI Inspektur Jenderal Murad Ismail yang hadir dalam jumpa pers di Mabes Polri mengatakan senjata jenis Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL), yang diimpor Polri bukanlah senjata mematikan dan berbahaya.

“Ini senjatanya bukan untuk membunuh, tapi untuk efek kejut. Modelnya memang seram, tapi sebenarnya ini laras kecil. Kalau ditembakkan dengan kemiringan 45 derajat, paling jauh jatuhnya 100 meter,” katanya.

Menurut Murad, senjata SAGL bisa digunakan untuk menembakkan berbagai jenis peluru. “Pelurunya banyak, ada peluru karet, peluru hampa, peluru gas air mata, peluru asap, dan peluru tabur,” ujarnya.

Murad mengatakan ini bukan pertama kali Polri mengimpor senjata sejenis, tapi sudah yang ketiga kalinya. “Ini bukan impor pertama, tapi sudah yang ketiga kali. Yang pertama pada 2015 dan kedua 2016,” ucapnya.

Situs lelang LPSE Polri pada tanggal 1 Oktober 2017 juga mengumumkan pemenang lelang pengadaan amunisi granat  Kal 40 x 46 MM (Smoke).  Harga pagu yang dicantumkan Rp 48. 589.160.000, dengan HPS Rp 48.589.110.944.

Mustika Dutamas rekanan lama

Menurut situs lelang Polri juga,  PT Mustika Dutamas  yang berkantor di Graha Mobilindo Lantai 3, Jalan Raden Saleh Raya No 54, Jakarta pusat ini sebelumnya pernah memenangkan beberapa lelang pengadaan barang termasuk pengadaan monocular night vision pada 2015 oleh Korps Brimob dan pengadaan peralatan data pengolah sidik jari Inafis oleh Bareskrim Polri.

Nama PT Mustika Dutamas pernah menjadi sorotan  tahun 2006  dalam proyek pengadaan paspor imigrasi di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.  Penunjukan PT Mustika Duta Mas dalam proyek tersebut dituding tanpa proses tender.          

Menurut Menkumham saat itu, Hamid Awaluddin, penunjukan PT Mustika Duta Mas adalah untuk menjaga ketersediaan paspor yang aman dari pemalsuan setelah habisnya kontrak dengan Perusahaan Uang Republik Indonesia (Peruri). Meskipun sempat ramai dibahas dalam rapat dengar pendapat di DPR, masalah penunjukan langsung ini menguap begitu saja – Rappler.com

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!