Jejak air di situs Warungboto, lokasi prewedding putri Presiden Jokowi

Anang Zakaria

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jejak air di situs Warungboto, lokasi prewedding putri Presiden Jokowi
lokasi pemotretan prewedding puteri presiden Joko Widodo

YOGYAKARTA, Indonesia – Orang Yogyakarta mengenalnya peninggalan purbakala itu sebagai situs Warungboto karena letaknya di Kelurahan Warungboto Kecamatan Umbulharjo. Namanya melambung dan ramai diberitakan media massa setelah menjadi lokasi pemotretan prewedding puteri presiden Joko Widodo.

Lokasi situs tak jauh dari pusat kota Yogyakarta. Dari jantung wisata Malioboro hanya berjarak 6 kilometer ke arah timur. Di tempat inilah, awal Oktober lalu, pasangan Kahiyang Ayu dan Bobby Afif Nasution, menggelar sesi pemotretan pra-nikah. “Sore-sore jam 4 waktu itu, rombongan ada delapan mobil,” kata Iwan Yuliantoro (44 tahun) warga sekitar situs menceritakan waktu pemotretan itu, Rabu 1 November 2017.

Sejatinya situs ini bernama Pesanggrahan Rejowinangun. Saat ini Rejowinangun adalah nama sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta. Dalam catatan Direktorat Jenderal Kebudayaan, pesanggrahan ini dibangun oleh KGPAA Hamengkunegara, putera mahkota keraton Yogyakarta, pada 1785.

Hamengkunegara, naik tahta pada 1792 dan bergelar Sultan Hamengku Buwono II, dikenal sebagai raja yang banyak mendirikan pesanggrahan semasa pemerintahannya. Pada masanya, pesanggrahan berfungsi sebagai tempat peristirahatan di luar keraton. Selain Rejowinangun, pesanggrahan lain yang dibangun Hamengku Buwono II adalah Ambarketawang, Tamansari, dan Krapyak.

Pesanggrahan Rejowinangun dilengkapi dengan kolam pemandian dan tempat beribadah. Jejak keduanya bisa dinikmati hingga kini. Setahunan lalu, pemerintah mengkonservasi tempat ini. Situs yang semula tersisa puing reruntuhan dibangun kembali hingga terlihat bentuknya.

Kolam pemandian terletak di bagian tengah. Ada dua kolam di sini, berbentuk lingkaran dan persegi empat di timurnya. Dulu, ornamen di tengah kolam berbentuk lingkaran itu memancarkan air yang bersumber dari dalam tanah. Air lalu mengalir ke kolam persegi sebelum terbuang ke sungai Gajah Wong melalui saluran air di selatan situs.

Iwan mengenang, saat kanak-kanak, sekitar usia 6 tahun, sering mandi di kolam itu. Rumahnya berada persis di selatan situs. Saluran pembuangan air dari sumber ke sungai, kini berubah menjadi selokan di depan rumahnya. “Saya belajar berenang pertama kali ya di kolam itu,” katanya.

Menurut dia, ada kolam lain selain kedua kolam itu. Letaknya persis di sebelah timur kedua kolam. Bentuknya memanjang ke utara. Pada masa itu, warga mamanfaatkan sumber air di kolam itu untuk mandi dan mencuci. Saat seusia bocah SMP, Iwan mengatakan pernah mencemplungkan benih ikan di kolam ketiga di situs itu. Sayangnya, kolam itu kini tak tersisa lagi karena teruruk tanah.

Yang tak tersisa lain dari situs ini adalah sumber mata air. Pada tahun 1991, debit air yang keluar dari sumber kian kecil. Hanya pada musim hujan debitnya kembali membesar. Saat tiba kemarau, kembali mengecil. “Tahun 2000 tak keluar lagi,” katanya.

Beberapa tahun kemudian, ia mengatakan, pernah air keluar dari sumber di tengah kolam. Meski debitnya terlalu kecil jika dibandingkan bertahun-tahun sebelumnya. Beberapa saat mengucurkan air, lalu sumber tak lagi mengeluarkan air. Hingga kini.

Daerah berlimpah air yang kehilangan mata air

Umbulharjo berasal dari dua kata. Umbul bermakna sumber air dan harjo yang berarti ramai. Nama Umbulharjo, yang kini menjadi nama untuk kecamatan, setidaknya menandai dahulu kala daerah itu berlimpah air. “Tapi sekarang airnya susah,” kata Iwan.

Pada musim kemarau, ia mengatakan, banyak sumur warga kering tak mengeluarkan air. Agar air keluar, mereka harus “menyuntik” sumur menjadi lebih dalam. Kebanyakan sumur asat terjadi di daerah di barat situs yang kontur tanahnya lebih tinggi. 

Sumur-sumur warga di timur situs, dengan kontur tanah yang lebih rendah, masih lebih beruntung. Meski beberapa di antaranya juga mengalami nasib serupa sumur di barat situs.

Ernawati (44 tahun) salah satunya. Perempuan yang berumah di timur situs itu mengatakan sumurnya tak pernah kering. “Mungkin karena lebih dekat dengan sungai,” katanya, Kamis 2 November 2017.

Ia meyakini mata air di sekitar situs masih ada. Meski jumlahnya terus berkurang. Hampir tiap hari, menurut dia, banyak pemancing di sungai Gajah Wong. Dari mereka, ia tahu di tepian sungai itu kadang terlihat pancaran air dari sumber. “Coba perhatikan air di sungai kan tidak terlalu keruh,” katanya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta Halik Sandera mengatakan ada dua faktor yang mempengaruhi keberadaan sumber air. Aliran sungai dan kondisi perubahan lahan. 

Air dalam cekungan Yogyakarta bersumber dari daerah tangkapan di lereng Merapi. Di lereng Merapi pula sejumlah sungai yang mengalir di Yogyakara berhulu.

Masalahnya kini, kata dia, penambahan pasir di lereng Merapi berlangsung masif. Penambangan tak hanya terjadi di tepian sungai tapi sekaligus merambah lahan yang semula ditumbuhi tanaman. Kondisi itu membuat tutupan tanah berkurang. Air hujan langsung mengalir sungai dan hilang. Daerah tangkapan air berkurang.

Di waktu yang sama, alih fungsi lahan di kota Yogya berlangsung tak kalah masif. Gedung baru berdiri, hotel-hotel marak dibangun. Ruang terbuka yang semula menjadi serapan air hujan pun menjadi berkurang. Padahal eksploitasi air tanah dalam terus terjadi.

Bisa ditebak, stok air dalam menipis dan mempengaruhi kondisi sumber air di permukaan. “Pengambilan air tanah cukup tinggi tapi proses isi ulang lambat,” katanya, Kamis 2 November 2017.

Gara-gara dua alasan itulah, ia melanjutkan, permukaan air dalam tanah di Yogya turun. Dalam satu penelitian yang dilakukan pemerintah, diketahui permukaannya turun 20 hingga 30 sentimeter. Ada sejumlah cara untuk mengendalikan kian berkurangnya sumber-sumber air. 

Salah satunya, dengan memperbanyak sumur resapan. “Agar air tak langsung hilang dan tersimpan di tanah,” katanya.

Ada dua kolam di Situs Warungboto Yogyakarta. Satu berbentuk lingkaran dan satu lainnya berbentuk persegi empat. Foto oleh Anang Zakaria/Rappler

Ornamen berbentuk bungan di bagian tengah kolam berbentuk lingkaran di Situs Warungboto Yogyakarta. Pada masanya, ornamen ini merupakan kanal air keluar dari sumber di dalam tanah. Foto oleh Anang Zakaria/Rappler

Seorang pengunjung berfoto di Situs Warungboto Yogyakarta, Sabtu 4 November 2017 siang. Awal Oktober lalu, situs ini menjadi lokasi untuk sesi pemotretan pre-wedding puteri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu. Foto oleh Fariz Fardianto/Rappler  

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!