Ajukan menjadi ‘justice collaborator’, apakah Setya Novanto akan mengaku bersalah?

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ajukan menjadi ‘justice collaborator’, apakah Setya Novanto akan mengaku bersalah?
Surat permohonan menjadi justice collaborator diajukan pada Rabu malam, 10 Januari

JAKARTA, Indonesia – Kasus korupsi KTP Elektronik terus memberikan kejutan kepada publik. Ketua DPR non aktif, Setya Novanto akhirnya resmi mengajukan diri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi ‘justice collaborator’ atau saksi pelaku yang bekerja sama.

Surat permintaan secara resmi telah diterima KPK pada Rabu, 10 Januari. Hal ini mengejutkan, sebab pada pekan lalu, pihak kuasa hukum justru memberikan sinyal tidak akan mendorong agar kliennya ikut menjadi JC. Salah satu anggota kuasa hukum, Maqdir Ismail, khawatir kliennya tetap akan dihukum berat kendati telah bekerja sama dan membongkar nama-nama besar lainnya.

Informasi mengenai Setya yang mengajukan JC disampaikan oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah. Namun, lembaga anti rasuah akan mempelajari pengajuan JC tersebut lebih dulu.

“Pihak SN (Setya Novanto) memang sudah mengajukan surat secara resmi untuk memohon menjadi ‘justice collaborator’. Tentu, surat tersebut kami terima lebih dulu, dibaca dan dipelajari. Sebab, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan,” ujar Febri yang ditemui di kantor KPK pada Rabu malam, 10 Januari.

Menurut mantan pegiat anti korupsi itu ada tiga syarat yang harus dipenuhi kalau permohonan JC nya ingin dikabulkan. Pertama, Setya harus mengakui dulu perbuatannya. Artinya, mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut, harus mengaku bersalah dan ikut terlibat melakukan korupsi dalam proyek pengadaan KTP Elektronik yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Kedua, seorang pelaku yang bekerja sama juga harus mau menyampaikan secara terbuka informasi-informasi yang benar tentang dugaan keterlibatan pihak lain, yakni aktor intelektual, pihak yang lebih tinggi atau pihak-pihak lain yang terlibat,” tutur dia.

Poin terakhir yang menjadi pertimbangan dan penting yakni KPK akan memeriksa apakah Setya merupakan pelaku utama dalam kasus korupsi KTP Elektronik tersebut. Sebab, menurut Febri, status JC tidak bisa diberikan kepada orang yang menjadi dalang dalam tindak kejahatan tersebut.

“Yang dimaksud sebagai pemeran utama dalam kasus tersebut yakni orang-orang yang pada faktanya lebih dominan. Dia juga yang memperoleh keuntungan yang besar melalui tindak korupsi tersebut,” katanya.

Kalau permohonan JC dikabulkan oleh KPK, maka hal itu memberi keuntungan terdakwa agar tidak dituntut hukuman penjara lebih lama. Sementara, dalam kasus korupsi KTP Elektronik, pria berusia 62 tahun itu disangka telah melanggar pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi. Setya ikut disangka dengan pasal 3 dari UU yang sama. Ancaman hukuman yang menanti Setya maksimal 20 tahun dan seumur hidup.

Tidak kah KPK khawatir, bahwa ini hanya strategi Setya agar bisa lolos dengan jerat hukum ringan?

“Tentu secara objektif kami akan menganalisa lebih dulu permohonan JC tersebut. Selain dibutuhkan waktu, diperlukan pula fakta-fakta dan konsistensi,” kata dia.

KPK pun mengaku tidak khawatir Setya akan kembali menggunakan alasan sakit sebagai cara untuk memperlambat persidangan. Sebab, berdasarkan pemeriksaan dokter RSCM dan IDI, Setya dinyatakan sehat dan sanggup untuk menjalani persidangan.

Menarik untuk dinantikan siapa saja nama-nama yang akan muncul dalam persidangan Setya yang mulai digelar pada Kamis, 11 Januari. Sedangkan pekan depan, sidang Setya akan dimulai dua kali dalam satu pekan yakni hari Senin dan Kamis. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!