‎Karut-marut bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang berbuntut suap

Felicia Santoso

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‎Karut-marut bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang berbuntut suap

EPA

Bagaimana awal terbongkarnya kasus suap dalam persoalan 'dwelling time' di Pelabuhan Tanjung Priok?

JAKARTA, Indonesia — Satuan Tugas Khusus Polda Metro Jaya membongkar dugaan suap besar di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan dalam persoalan dweling time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kasus ini akhirnya mengantarkan 4 orang dari pejabat internal, termasuk Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan, dan‎ pihak eksternal sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Hasil penyelidikan satgas, penyuapan ini ada pada proses perizinan awal dalam penerbitan Surat Perizinan Impor (SPI) bagi para importir dalam dwelling time. Di mana dalam waktu bongkar-muat ‎dwelling time peti kemas ini ada 3 tahapan, yakni pre-clearance, customs-clearance dan, post-clearance‎.

“Di situ kami temukan akar permasalahan dalam proses dwelling time ini terdapat pada tahapan pre-clearance, dan porsinya sebesar 65 persen,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti yang mensupervisi Kasatgas ini, kepada Rappler, Sabtu, 1 Agustus.

Tahapan pre-clearance ini ditentukan dari proses ‎perizinan impor yang harus diurus sebelum proses customs clearance. Ada 18 kementerian/lembaga yang mengeluarkan perizinan impor ini.

 “Dari 18 kementerian/lembaga ini, instansi yang paling banyak menerbitkan perizinan impor adalah Kementerian Perdagangan, yaitu sebesar 74,1 persen dan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sebesar 10,9 persen,” kata Khrisna.

Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia berke‎wajiban mengikuti regulasi yang ditentukan WTO dalam perdagangan bebas. Dalam perdagangan bebas ini sendiri ada kebijakan yang diterapkan yaitu kebijakan hambatan tarif (Tarrif Barrier) negara yang sama untuk semua negara (MostFavored Nation) dan kebijakan hambatan non-tarif (Non-tarrif Barrier)‎.

“Kebijakan tarif barrier‎ pelaksanaannya menekankan pada tarif bea masuk dan pajak. Sejalan dengan AFTA, karena perdagangan bebas ini barang-barang impor yang masuk bebas dan hanya dikenakan tarif bea masuk dan pajak sebagai pemasukan negara,” katanya.

Sementara kebijakan hambatan non-tarif pelaksanaannya menekankan pada regulasi aturan pembatasan dan larangan impor yang tidak sejalan dengan AFTA tadi. Hambatan non-tarif barier ini dapat berupa standarisasi, pembatasan kuota dan peraturan khusus. “Pada kebijakan inilah terdapat celah-celah yang bisa dimanfaatkan oknum suatu instansi pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin awal untuk melakukan tindak pidana,” ucapnya.

Hambatan non-tarif atas komoditi impor di beberapa negara tetangga seperti Malaysia sebesar 17%, Australia 17% dan Singapura sebesar 11%.

Sementara hambatan non-tarif atas komoditi impor di Indonesia sangat tinggi, yaitu sebesar 51%, bahkan makin hari kian meningkat prosentasenya sehingga secara tidak langsung hal ini bertentangan dengan AFTA.

“Persoalannya, banyak importir yang mengimpor barang dengan dasar perdagangan bebas ini masuk dengan menggunakan kebijakan tariff barrier. Namun ketika ‎masuk dihadapkan dengan kebijakan non-tariff barrier tadi, sehingga mau tidak mau mereka mengurus perizinan dengan birokrasi yang rumit dan tempo sesegera mungkin,” paparnya.

Adanya ‎kebijakan hambatan non-tariff barrier ini memaksakan para pengusaha untuk mencari lingkaran di internal sehingga barang mereka bisa cepat keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok. Jika tidak, pengusaha akan dikenakan sanksi denda (demurage), penyitaan barang, pembekuan izin impor, dan bahkan re-ekspor yang memerlukan ongkos lebih besar dan merugikan para importir.

“Kalau pengusaha yang tahu perizinan ini bisa diurus dengan cepat dan bisa menggunakan uang pelicin, tidak menjadi masalah. Namun bagi pengusaha yang tidak tahu dengan kebijakan tersebut mau tidak mau akhirnya mereka kena sanksi-sanksi tadi sehingga dweeling time‎ memakan waktu lama hingga melewatii batas waktu normal yang diperhitungkan,” katanya.

Persoalan ini tidak hanya berdampak terhadap banyaknya penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Lebih luar lagi, berdampak terhadap stabilitas harga barang di pasaran. “Karena tingginya cost barang impor ini, sehingga ketika barang sampai di pasaran, harganya menjadi mahal dan ini tentunya menambah beban bagi masyarakat,” ujarnya. 

Terbongkarnya suap

Persoalan dwelling time ‎ini pun akhirnya membuat Presiden Joko “Jokowi” Widodo marah ketika dalam inspeksinya ke Pelabuhan Tanjung Priok, 17 Juni lalu, menemukan banyaknya peti kemas yang menumpuk di pelabuhan tersebut. Bahkan Jokowi memberikan sinyal akan ada yang dicopot karena permasalahan di Pelabuhan Tanjung Priok ini.

Jokowi kemudian memerintahkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menelusuri permasalahan di Pelabuhan Tanjung Priok tersebut, termasuk apakah ada tindak pidana di dalamnya atau tidak. Instruksi Jokowi ini langsung ditindaklanjuti oleh Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal M. Tito Karnavian.

Tito ‎pun memerintahkan Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi untuk turun ke lapangan dan mencari akar permasalahannya. Untuk melancarkan proses penyelidikan ini, Tito juga membentuk Satgas Khusus yang disupervisi oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti dan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mujiyono.

Proses penyelidikan yang dilakukan Satgas Khusus ini tergolong cukup singkat. Hanya dalam waktu 3 minggu, Satgas Khusus menemukan kekarut marutan ini disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan tindak pidana dalam dwelling time peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok ini.

“Kita lihat ada indikasi tindak pidana di situ, mulai dari gratifikasi, penyuapan, yang disuap maupun kemungkinan pemerasan kepada pengusaha. Ini kita petakan, kita selidiki selama hampir 1 bulan dan kita berkesimpulan adanya tindak pidana penyuapan dan gratifikasi karena perizinan tadi,” kata Tito, 29 Juli lalu.

‎Dalam kasus ini, Satgas telah menetapkan tersangka, yakni mantan Dirjen Daglu Kemendag Partogi Pangaribuan serta bawahannya, Kasubdit Barang Modal Direktorat Impor Ditjen Daglu Imam Aryanta, dan Musyafa selaku staf honorer serta ME, seorang importir pemberi suap.

(BACA: Tersangka kasus suap ‘dwelling time’ Dirjen Kemendag Partogi jalani masa pensiun di tahanan)

Penggeledahan yang dilakukan pada Selasa lalu, 28 Juli, Satgas menyita barang bukti 40.000 USD yang ditemukan di meja R — salah satu staf Partogi — 10.000 USD dari tangan N, seorang broker serta sejumlah dokumen impor. Polisi juga menyita sebuah rekening atas nama Musyafa yang berisi saldo sekitar Rp 6 miliar.

Penggeledahan di rumah Partogi di Perumahan Mas Naga Jl Gununggede II No 59 RT 09/12, Bintara Jaya, Kota Bekasi, disita sertifikat 4 rumahnya, Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil Honda CRV milik Partogi, dan 5 buah rekening milik Partogi dan keluarga.

Persoalan sistematis

Permasalahan yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok begitu sistematis. Dari 18 kementerian/lembaga yang mengeluarkan perizinan yang seharusnya ada perwakilannya di pelabuhan tersebut, ternyata tidak berjalan. 

“Sistem satu atap di situ ternyata tidak berjalan. Harusnya setiap 18 instansi ini ada perwakilan sehingga tanpa dikenakan biaya cukup sehari selesai, kenyataannya tidak begitu,” kata Tito.

Tak adanya perwakilan dari 18 kementerian/lembaga tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok, membuat para importir harus kesana-kemari mengurus perizinan dan menjadi panjang. Hal ini pun memunculkan celah terjadinya penyuapan karena bertele-tele dan rumitnya birokrasi ‎pengurusan perizinan tersebut.

Kapolda mengatakan, dari 18 kementerian/lembaga yang mengeluarkan izin, ‎persoalan paling banyak terjadi di Kementerian Pedagangan. 

“Ini lebih banyak terjadi di Kemendag, tapi kita akan mencari kemungkinan di kementerian lain yang 17 tadi. Khususnya di Ditjen Daglu, kita lihat ini melibatkan beberapa calo, baik dari dalam maupun calo luar,” ucapnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!