Waspada penyelewengan bansos saat Pilkada

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Waspada penyelewengan bansos saat Pilkada

EPA

Dana bansos bisa dijadikan alat untuk meningkatkan popularitas petahana.

JAKARTA, Indonesia—Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengatakan banyak pejabat dan kepala daerah masuk penjara karena terjerat kasus dana bantuan sosial. “Banyak orang masuk penjara KPK karena bansos tak transparan,” kata Tjahjo di kantornya.  

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga mengungkap praktik korupsi dana bansos cukup memprihatinkan, karena mengutip duit untuk anak yatim piatu dan warga miskin.  “Itu dosanya berlipat-lipat. Hati-hati, doanya fakir miskin pasti dikabulkan,” ujar Mensos.  

Keresahan atas maraknya korupsi dana bansos ini juga direspons oleh Presiden Joko Widodo. Presiden bahkan berniat untuk menghapus alokasi anggaran dana bansos di daerah, karena dianggap banyak manipulasi. 

Berdasarkan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi, ternyata penyelewengan dana bansos paling rawan dilakukan saat menjelang Pemilu Kepala Daerah. Dana bansos rawan diselewengkan oleh kepala daerah incumbent, alias petahana. 

Komisi Pemberantasan Korupsi pernah mengeluarkan surat himbauan bernomor B-14/01-15/01/2014 tertanggal 6 Januari 2014 yang dikirimkan kepada seluruh gubernur dan ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri. 

Dalam surat itu, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pencegahan meminta kepada jajaran kepala daerah untuk mengelola secara sungguh-sungguh dana bantuan sosial dan hibah agar terhindar dari penyalahgunaan. 

Pemberian dana hibah dan bansos harus berpegang pada asas keadilan. “Kepala daerah harus memperhatikan waktu pemberian dana bansos dan hibah, agar tidak terkesan dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan Pemilukada,” kata Johan. 

Sebab temuan KPK menyebut, ada kenaikan dana hibah mengalami menjelang pelaksanaan pemilukada yang terjadi pada kurun 2011-2013 seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

“Kenaikan dana hibah terhadap total belanja cukup fantastis. Ada daerah yang persentase kenaikannya mencapai 117 kali lipat pada 2011-2012, dan 206 kali lipat pada kurun 2012-2013,” katanya. 

Adapun pilkada serentak akan diselenggarakan 9 Desember nanti. Jumlah petahana yang mencalonkan diri cukup banyak, yaitu 167 dari 838 bakal calon. 

Riset menunjukkan

Peneliti Pemilu untuk Demokrasi Titi Anggaraini mengungkap lembaganya telah melakukan penelitian atas dugaan penyelewengan dana bansos saat kampanye. 

Ada dua poin yang ia garis bawahi dari temuan tersebut:

Laporan Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan sebagian besar besar kepala daerah terjerat kasus korupsi terkait penyimpangan APBD, terutama pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, penyaluran bantuan sosial, dan juga dana hibah. 

Catatan akhir FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) pada 2011 mendukung hasil penelitian bahwa petahana yang akan bertarung kembali dituding mengalokasikan dana bansos dan digunakan untuk menarik simpati pemilih. 

Titi menambahkan, Berdasar putusan Mahkamah Konstitusi, petahana lebih rawan terhadap penyalahgunaan anggaran daerah, politisasi birokrasi, maupun penyalahgunaan wewenang. “Beberapa daerah dalam pilkada sebelumnya diputuskan oleh MK untuk diulang karena terjadinya penyimpangan yang dilakukan petahan,” katanya. 

Awasi penggunaannya atau moratorium

Lalu bagaimana mencegah praktik penyelewengan dana bansos di daerah saat Pilkada? Peneliti Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mengusulkan moratorium dana bansos oleh Kementerian Dalam Negeri. 

“Harus ada moratorium dulu,” katanya. Prinsipnya, dana bansos tidak wajib, dan bisa dialokasikan setelah Pilkada. 

Jika tidak dimoratorium, kemungkinan dana tersebut dijadikan modal politik petahana cukup besar. “Bisa dijadikan alat untuk meningkatkan popularitas mereka,” katanya.  

Modusnya dengan mengalirkan dana bansos ke lembaga yang terkait dengan petahana. Lembaga yang dimaksud bisa fiktif. 

Jika moratorium tidak dilakukan, kata Ade, masyarakat atau lembaga independen lainnya bisa meminta Pemda setempat untuk melakukan uji informasi. “Minta kepada Pemda, siapa saja sih yang menerima dana bansos. Nanti ketahuan kok dikorupsi atau tidak,” katanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!