Bisakah menjadi gay sekaligus beragama?

Amahl S. Azwar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bisakah menjadi gay sekaligus beragama?
Masih ada lho teman-teman LGBT yang taat beribadah

Sampai sekarang, nyokap gue masih sering bertanya: “Mal, udah salat atau belum?”

God, I love her! I mean, ini adalah cara nyokap buat ngasih tahu gue kalau doi masih sayang sama gue sekalipun jalan hidup yang gue pilih berbeda dengan jalan yang dia mau.

Barangkali pertanyaan nyokap yang seperti ini agak membingungkan buat sebagian orang: Can he be a Muslim and gay?

Well, sekalipun keluarga dan keluarga besar gue cukup religius, gue sama sekali bukan Muslim yang taat (paling enggak, gue sadar dan mengakui hal ini). Jadi, gue di sini sama sekali enggak mau ngebahas apakah seorang gay masih bisa menjadi Muslim, atau sebaliknya, berdasarkan tafsiran-tafsiran agama.

Jujur, gue bukan ahlinya soal itu.

Saat ini, gue masih mencari jati diri kepercayaan gue and I think ini merupakan sesuatu yang positif.

Makanya, ketika ada temen gue yang memutuskan untuk lepas jilbab karena dia ingin “memulai kembali pencariannya dari nol”, buat gue ini sesuatu yang baik (walau banyak orang enggak berpikir demikian).

Anyway, kembali soal agama dan LGBT.

Berdasarkan pengalaman gue, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dicatat ketika seorang lesbian, gay, biseksual, atau transgender (LGBT) memutuskan untuk mendalami ajaran agama ataupun memulai perjalanan spiritual.

6. Menjadi LGBT itu sulit… 

Apalagi kalau lo memutuskan untuk terbuka kepada masyarakat umum. Memang, belakangan ini, makin banyak orang-orang yang enggak berpikiran sempit atau, seenggaknya, tidak mengambil tindak kekerasan kalapun mereka enggak setuju sama pilihan hidup kaum LGBT.

Nah, bagi beberapa teman LGBT, apa lagi yang mereka bisa lakukan untuk menghadapi semua kebencian ini selain mendekatkan diri kepada ajaran agama mereka? Mereka butuh pegangan hidup dan, for some people, faith adalah jalan satu-satunya.

So, please, don’t judge.

5. Pesantren Waria di Yogyakarta… 

Peserta pengajian di Yogyakarta, yang rata-rata adalah waria. Foto oleh Prima Sulistya/Rappler

Lihat aja bagaimana teman-teman waria di Yogyakarta tetap memperjuangkan hak mereka untuk menunaikan ibadah mereka sebagai Muslim dan sampai ada pesantren segala.

Look, gue sama sekali bukan orang yang religius, tetapi kalau teman-teman LGBT mau mendekatkan diri dengan Tuhan masa enggakboleh? Justru patut diacungi jempol.

4. Tetapi harap maklum kalau ada beberapa teman LGBT yang kehilangan kepercayaan akan agama… 

Well, faktanya, sebagian pemuka agama masih dengan terang-terangan menyatakan anti terhadap kaum LGBT dan, terkadang, cenderung mengizinkan tindakan kekerasan terhadap mereka. Lihat saja sekarang di Aceh, bagaimana teman-teman LGBT kini terancam dipermalukan di depan umum dengan hukuman cambuk.

Kekerasan, apa pun alasannya, adalah kekerasan. Bagi sebagian teman LGBT, begitu banyak kebencian yang dilontarkan atas nama agama membuat mereka mulai hilang rasa percaya akan agama (atau, setidaknya, malas membicarakan agama dan memilih untuk diam).

3. Masih ada kok teman-teman LGBT yang pergi ke tempat-tempat ibadah… 

Mungkin tidak semua dari mereka membuka status mereka tetapi kenyataannya masih ada kok teman-teman LGBT yang menunaikan ibadah. OK, barangkali losudah siap bawa-bawasoal Nabi Luth kepada mereka … But please, masa orang mau ibadah dilarang.

2. Jangan sekali-sekali bilang mereka tidak perlu beribadah ataupun menjauhi dosa karena mereka (sudah menjadi) LGBT… 

Salah satu penulis, Downtown Boy, pernah curhattentang betapa temannya (meski setengah bercanda) bilang kalau doiseharusnya tidak perlu khawatir untuk makan babi karena toh dirinya seorang gay. Ya, jangan begitu juga dong. Haha.

Sama kaya salah satu temen gue yang Muslim dan gay bilang ke temennya kalau dia ingin puasa … dijawab: “Lho, lo kan udah homo, ngapain lo puasa?”

OK, yang lo percaya adalah menjadi LGBT itu dosa. Tetapi ada juga yang menganggap itu bukan dosa. Still, memaksakan kepercayaan lo kepada orang (sekalipun dengan setengah bercanda) itu benar-benar mengganggu.

Plus, bukan hak lo untuk membuat urutan dosa mulai dari terkecil dan terbesar.

1. Pada akhirnya, it’s between you and God… 

Urusan agama dan kepercayaan itu buat gue adalah sesuatu yang benar-benar sakral dan privat. Secara umum, hal yang membuat gue paling sedih saat ini adalah kecenderungan orang-orang untuk (secara terang-terangan) saling menuding dan menghakimi mereka yang tidak mengikuti apa yang menjadi kepercayaan mereka.

At the end of the day, it’s between you and God, anyway. It’s never between you and other people. —Rappler.com 

Amahl S. Azwar adalah seorang penulis gay yang kini tinggal di Shanghai, Tiongkok 

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!