Piala Jenderal Sudirman: Dugaan kongkalikong tak terbukti, kualitas kompetisi meningkat

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Piala Jenderal Sudirman: Dugaan kongkalikong tak terbukti, kualitas kompetisi meningkat
Piala Jenderal Sudirman berhasil gabungkan unsur hiburan dan olahraga. Kemasannya juga menuai pujian. Tapi, masih ada beberapa catatan dalam penyelenggaraannya

JAKARTA, Indonesia – Salah satu “penyakit” sepak bola Indonesia adalah pengaturan skor dan skenario meloloskan tim-tim tertentu. Di era Indonesia Super League (ISL), tudingan tersebut kerap muncul.

Sejumlah skenario sudah bocor ke para jurnalis sebelum laga digelar. Begitu pertandingan digelar, terbukti cocok.

Di Piala Jenderal Sudirman (PJS), gosip yang sama juga muncul. Misalnya, ada upaya untuk meloloskan tim-tim dengan basis massa besar seperti Persija Jakarta dan Persipura Jayapura ke babak delapan besar. Begitu juga PS TNI yang dianggap sebagai tim “tuan rumah” turnamen karena menjadi salah satu inisiatornya.

Namun, tudingan itu ternyata tak terbukti. Dua tim era ISL itu kandas di fase grup. PS TNI juga hanya bisa mencapai babak delapan besar.

Dugaan bahwa Mitra Kukar yang menang 2-1 di leg pertama bakal “dikerjai” saat tampil di kandang Arema Cronus juga hanya isapan jempol. Mereka justru lolos ke final dengan adu penalti di kandang Singo Edan, julukan Arema.

Nama besar klub tidak berpengaruh terhadap hasil laga. Itu menunjukkan bahwa kualitas kompetisi meningkat. Kepemimpinan wasit juga relatif lebih adil dibanding ISL yang dulu digelar di bawah PT Liga Indonesia dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Kalah meriah dibanding Piala Presiden

Namun, harus diakui bahwa kemeriahan Piala Jenderal Sudirman sedikit menurun jika dibandingkan Piala Presiden. Salah satu penyebabnya, turnamen yang dimenangkan Persib Bandung itu diikuti tim-tim ISL. Sementara, Piala Jenderal Sudirman juga ikut mengundang tim Divisi Utama seperti Surabaya United.

Yang paling kentara adalah jumlah penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Para suporter laga final tidak mampu memenuhi tribun seperti ketika Persib Bandung dan Sriwijaya bertanding di puncak Piala Presiden.

Secara keseluruhan, PJS merupakan bentuk perbaikan dan inovasi dari penyelenggara, Mahaka Sports. Itu terlihat dari format kompetisi yang mengadopsi Liga Jepang (J-League). Selain itu, ada ketegasan dalam hal aturan dan regulasi.

Di Piala Presiden masih ada peserta yang tiba-tiba mundur dari turnamen. Di Piala Jenderal Sudirman, insiden itu tak pernah terjadi. Pasalnya, sebelum kompetisi digelar ada aturan yang mewajibkan klub membayar denda jika mundur.

Protes kepada wasit pun tak sampai ricuh seperti Piala Presiden. Meskipun adu pukul dan perkelahian lebih banyak di Piala Jenderal Sudirman (salah satunya di ajang semi final antara Arema Cronus versus Mitra Kukar).

Tapi, untungnya (atau sialnya?) itu terjadi hanya antar pemain.

Wasit tetap terproteksi. Sebab, ada aturan tegas yang mengatakan bahwa pemain atau official yang melakukan protes berlebihan bakal didenda hingga Rp 50 juta.

Satu-satunya aib dalam penyelenggaran turnamen tersebut adalah serangan suporter Surabaya United kepada Aremania — sebutan suporter Arema Cronus — di Sragen.

(BACA: Dua tewas dalam tawuran antara Bonek dan Aremania)

Apalagi kericuhan tersebut menewaskan dua Aremania. Tapi, penyelenggara memiliki alibi. Kericuhan tersebut berlangsung di luar stadion.

Secara umum, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengapresiasi konsep turnamen sepak bola PJS.

“Sisi entertainment, sisi sport, dan sisi pengelolaan pertandingan juga pengamanan, disatukan di sini. Ke depan, konsep yang sama bisa kita lakukan,” katanya.

Bintang baru sepak bola Indonesia: Rudolof Yanto Basna

PJS mampu melahirkan bintang baru pesepak bola Merah Putih. Dia adalah bek Mitra Kukar, Rudolof Yanto Basna. Putra Papua itu piawai mengawal gawang Jandia Eka Putra. Meski masih berusia 20 tahun, Yanto tampil sangat tenang.

Yanto melengkapi gelar juara Mitra Kukar. Dia menyabet gelar sebagai pemain terbaik turnamen. Ia mengalahkan rekan setimnya, kiper Jandia Eka Putra, striker Arema Cristian Gonzales, dan penyerang Semen Padang Nur Iskandar.

Yanto menyatakan bahwa dirinya tak pernah berpikir menjadi  pemain terbaik. Bagi dia, masuk nominasi saja sudah sangat bagus.

“Ini membayar lunas perjuangan mereka yang datang ke Jakarta, keluarga, teman dan semua yang mendoakan,” katanya.

Yanto berhak menerima hadiah sebesar Rp 100 juta. Uang tersebut akan disisihkan sebagian untuk pengobatan rekannya, Alfin Tuasalamony, yang mengalami cedera kaki gara-gara kecelakaan.

Rizky Pellu, kapten Mitra Kukar, mengakui Yanto layak menjadi pemain terbaik. “Dia seperti adik saya, mainnya memang bagus dan dia pantas,” ucapnya.

Hal serupa dilontarkan pemain senior Mitra Kukar Zulkifli Syukur. Menurut dia, Yanto bisa memberikan ketenangan kepada pemain lain. “Ini luar biasa, kemenangan kami sempurna dengan gelar Yanto Basna,” kata Zulkifli.

Pesepak bola Mitra Kukar Patrick De Santos berpose saat meraih penghargaan sebagai pencetak gol terbanyak Piala Jenderal Sudirman. Foto oleh Muhammad Adimaja/Antara

Sementara itu, gelar suporter terbaik diraih Aremania. Kemudian, Thoriq Alkatiri ditahbiskan sebagai wasit terbaik.

Pencetak gol terbanyak menjadi milik striker Mitra Kukar Patrick Cruz Dos Santos. Koleksi tujuh gol Brasileiro (warga Brasil) tersebut tak bisa disamai para penyerang lain. Sementara itu, PS TNI berhasil meraih gelar sebagai tim paling fair play.

Seluruh peraih penghargaan mendapatkan hadiah Rp 100 juta. Khusus untuk tim fair play, PS TNI berhak mendapatkan Rp 150 juta.

Sejumlah turnamen menunggu

Kompetisi terdekat usai PJS adalah Piala Gubernur Kaltim. Sejauh ini, sudah ada kepastian rekomendasi dari Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) kepada penyelenggara.

Kompetisi tersebut rencananya bakal diikuti 11 peserta. Namun, kemungkinan besar bertambah. Turnamen yang digelar awal Februari nanti itu akan menjadi “perantara” sebelum turnamen Piala Bhayangkara digelar pada awal Maret.

“Rencana turnamen ke depan masih banyak. Turnamen ini digelar sebelum kami masuk ke liga,” kata Menpora Imam Nahrawi.

Jika PJS mendapat dukungan dari militer, turnamen Bhayangkara akan didukung penuh Polri. Bahkan, kabarnya turnamen tersebut diinisiasi oleh Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti.

“Turnamen ini digelar agar klub, pemain, dan suporter kembali gembira karena sepak bola Indonesia telah bangkit,” kata Imam.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!