Amerika: Indonesia perlu dialog tentang kesetaraan hak kaum LGBT

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Amerika: Indonesia perlu dialog tentang kesetaraan hak kaum LGBT

EPA

Amerika Serikat juga melalui perjuangan yang panjang sebelum bisa melegalkan pernikahan sesama jenis.

 

JAKARTA, Indonesia—Utusan Khusus untuk Hak Asasi Manusia kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transeksual, Interseks, dan Questioning (LGBTIQ) Departemen Luar Negeri Amerika Serika Randy Berry mengatakan Indonesia bisa belajar dari negara Paman Sam dalam hal memperjuangkan kesetaraan hak kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transeksual, dan Interseks, hingga bisa mewujudkan legalisasi pernikahan sesama jenis.

“Saya kira perlu ada dialog yang sangat fundamental tentang apa itu kesetaraan (secara umum),” ujar Berry pada Rappler saat sesi wawancara via telepon, Jumat, 5 Februari kemarin. 

Amerika sendiri, kata Berry harus melewati masa yang panjang sebelum melegalkan pernikahan sesama jenis pada tahun 2015. 

Setelah dialog, “Kami berupaya memperkuatnya dengan mewujudkan kesetaran hak tersebut pada masyarakat menjadi sesuatu yang nyata,” katanya. 

Jaminan kesetaraan itu, ujar Berry, sebenarnya sudah tertuang lama dalam sebuah kalimat di dokumen negara yang menyatakan bahwa Amerika percaya manusia diciptakan sama. Tapi kata-kata itu pun belum dipahami benar pada saat dokumen itu ditulis pada 1700-an hingga hari ini. 

Tantangannya, Berry melanjutkan adalah saat melakukan kajian apakah persamaan dan kesetaraan itu sudah benar terwujud setelah tertulis di dokumen tersebut. 

Mulai dari melihat kembali apakah negara sudah menjamin kesetaraan hak untuk kaum perempuan di Seneca Falls. 

Pada 1848, sebuah konvensi untuk hak-hak perempuan diselenggarakan di Seneca Falls, New York. Di forum itu juga dibahas mengenai hak sipil dan agama. 

Hasil konvensi di Seneca menginspirasi gerakan perempuan di belahan negara bagian lainnya, salah satunya di Massachusetts dua tahun setelah itu, yakni pada 1850. 

Dari gerakan kesetaraan secara umum itu lah, hak sipil-perempuan-agama, maka perjuangan untuk hak kaum LGBT dibangun di negeri Paman Sam tersebut.  

Mengapa berpijak ke hak-hak kesetaraan yang umum? “Karena ini semua adalah bagian bawaan mendasar dari realitas manusia yang membentuk keragaman besar kita sebagai umat manusia.”

“Jadi kami tidak mengkampanyekan pada hal yang spesifik, tapi kami terus bekerja mengadvokasi bahwa diskriminasi terhadap komunitas ini (LGBT) adalah sama salahnya dengan diskriminasi yang memuat SARA (Suku dan ras),” katanya. 

Tapi Berry mengingatkan bahwa ia belum berkunjung ke Indonesia. Ia mengaku ingin sekali mengetahui sendiri situasi terkait isu LGBT ini di Indonesia. 

Dan ia mengatakan, memang tak mungkin Indonesia mengadopsi cara-cara Amerika Serikat untuk menerapkan hak-hak kesetaraan kaum LGBT, Indonesia perlu proses. 

Hal yang harus ditekankan pada masyarakat di Indonesia bahwa pengakuan terhadap hak-hak kaum LGBT bukan kepentingan Amerika yang baru saja melegalkan pernikahan sejenis, tapi tuntutan global yang harus dijawab oleh negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!