restaurants in Metro Manila

Wawancara Rappler dengan CEO PT Pindad Silmy Karim

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Wawancara Rappler dengan CEO PT Pindad Silmy Karim
PT Pindad berencana membangun rudal ‘anti-aircraft’. Memenuhi alutsista secara mandiri bagian strategis mendukung posisi Indonesia di panggung global

JAKARTA, Indonesia — Silmy Karim pernah bercita-cita jadi tentara. Tapi, Bos PT Pindad Persero ini kemudian memilih jalur sebagai ekonom dan terlibat dengan transformasi bisnis di lingkungan TNI. 

Pergaulannya dengan tim transformasi bisnis TNI dan tugas menjadi penasihat di Departemen (kini kementerian) Pertahanan membuatnya mendapat kesempatan mendapatkan pendidikan pertahanan secara lengkap.

Ia juga cukup rajin berkicau di media sosial. Dengan nama akun @SilmyKarim yang sudah diverifikasi, Silmy tak pelit membeberkan perkembangan PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad) di lini masanya, tentang tugas pokok Pindad memenuhi kebutuhan alat utama sistem pertahanan TNI AD.  

Pada Jumat, 5 Februari, Rappler mendapat kesempatan mengunjungi kantor pusat Pindad di Bandung, mewawancarai Silmy yang menjadi CEO-nya, melihat proses kerja pembuatan panser di divisi kendaraan militer, serta berlatih menembak menggunakan senjata produksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.  

“Dulu ada lelucon, senjata buatan Pindad, diincar badan, yang kena tetangga. Itu kan lelucon masa lalu. Akhirnya, tahun lalu senjata Pindad bisa juara umum,” kata Silmy.

Suasana wawancara diselingi bunyi mesin las, ketok para teknisi Pindad. Silmy membanggakan sejumlah panser yang dipajang sebagai latar wawancara.  

“Favorit saya tentu saja produk terbaru kami, Panser Badak,” kata dia.  

Di luar bengkel, berjajar belasan Tank Leopard yang pembeliannya memicu kontroversi. Tank-tank itu menjalani pemeliharaan di Pindad.

Berikut petikan wawancara Uni Lubis dengan Silmy Karim: 

Apa rencana besar PT Pindad untuk tahun 2016?

Tahun 2016 adalah tahun kedua saya menjabat Dirut di Pindad (menggantikan Sudirman Said yang pada Oktober 2014 diangkat menjadi Menteri ESDM). Pada tahun pertama, saya melakukan transformasi internal. 

Memasuki tahun kedua ini, separuh, atau katakanlah sepertiga transformasi sudah dilaksanakan. Culture, atau budaya, diperbaiki. Relationship atau hubungan dengan user (pengguna) dan hubungan dengan internasional juga diperbaiki. 

Implementasi rencana kerja akan banyak terjadi di tahun ini, misalnya, pengerjaan pesanan Panser Badak. Panser tempur dengan senjata Canon 90 mm ini sukses menjalani uji tembak yang dilakukan Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD pada Desember 2015. 

Ini kami kembangkan sejak tahun lalu. Kami juga akan kembangkan kerjasama, membuat rudal anti-aircraft, membuat amunisi kaliber besar, untuk amunisi tank, amunisi kendaraam artileri. Kerjasama dengan Jerman.  

Tahun 2016, rencananya Pindad akan meluncurkan 4 jenis produk baru, baik itu senjata, kendaraan, maupun amunisi. Yang juga dimulai tahun lalu dan implementasi tahun ini adalah produksi excavator Pindad

Saat Presiden Jokowi melakukan groundbreaking Proyek Kereta Api Cepat di Walini, excavator kami sudah digunakan.  Tahun ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memesan 1.000 excavator, sedangkan Kementerian BUMN pesan 100 unit. Kami akan memenuhi pesanan ini selama dua tahun ke depan.

Apa yang menjadi pertimbangan proses kreatif dan produksi di Pindad?

Pertama, karena demand, atau permintaan. Kami antisipasi berdasarkan perencanaan yang dilakukan TNI dan Polri.  Karena itu kami perlu transparansi dalam perencanaan kedua institusi ini, dan jangka panjang. Tidak bisa hitungan bulan.

Kedua, tren internasional arahnya ke mana? Cepat atau lambat akan kami ikuti.

Ketiga, kemandirian. Produk apa yang belum dibuat oleh Indonesia? Ini penting karena kalau kita bicara kemandirian, berarti harus mampu memproduksi berbagai macam jenis alat utama sistem pertahanan (alutsista) dan alat matra khusus (almatsus).

Ketiga hal itu kami implementasikan, dijabarkan melalui penelitian dan pengembangan, membuat fasilitas produksi.  Kalau ada yang sulit, seperti rudal anti-aircraft ground to air, saya mengajak mitra dari luar. Desain sendiri bisa, tapi perlu waktu dan biaya.

Buat apa kita harus mulai dari awal?  Memang, tidak apa-apa memulai dari nol. Tetapi industri juga harus cepat, dan negara punya kepentingan strategis untuk percepatan penguasaan teknologi. Bisa dikasih transfer teknologi? Bisa kita bermitra? Market-nya apa? Di Indonesia?  

Tapi saya minta juga kerjasama untuk menjamin bahwa pasokan untuk pasar regional bisa dibuat juga di Pindad.  Mereka setuju. Kita jalan.

Mitra-mitra kami misalnya dari negara Skandinavia. Mengapa saya memilih mereka?  

Kesatu, tingkat korupsi di negara-negara itu paling rendah, jadi enggak ada hanky-panky-nya.  

Kedua, teknologinya tinggi.  

Ketiga, jaraknya jauh dari Indonesia sehingga kita bisa melayani yang di sini. Negara-negara itu kan ibaratnya berada di belahan dunia lain.  

Keempat, produk domestik bruto per kapita mereka sudah tinggi, artinya biaya produksi di negara mereka sudah tinggi pula. Ini adalah perfect match buat Pindad. Kami tidak bisa kerjasama dengan negara yang secara teknologi tidak unggul dan biaya produksi rendah juga. Tidak mungkin bersaing di kelas yang sama, jadi harus ada saling komplemen. Melengkapi.

Bicara soal biaya, saya lihat Pindad juga tengah merawat tank Leopard buatan Jerman yang dibeli TNI AD. Kalau dibandingkan, apakah produk Pindad bisa menyaingi produk persenjataan impor? Harganya?

Kalau senjata, produksi kami bisa dibilang harganya bisa seperempat sampai sepersepuluh harga yang diimpor. Produk Pindad rata-rata harganya di bawah Rp 20 juta, yang kecil-kecil (Silmy menunjuk deretan senjata laras panjang dan pistol yang disusun di lokasi wawancara ini, red). Harga panser dari luar negeri sekitar 2 juta dolar AS per unit. Produksi Pindad harganya di bawah 1 juta dolar AS per unit.  

Tapi, pertanyaan saya, mengapa soal harga murah menjadi isu? Mengapa justru kalau buatan dalam negeri harus ditawar harganya supaya murah? Kalau beli dari luar negeri mengapa tidak ditawar?

Harusnya harga produk dalam negeri yang dibuat lebih mahal, minimal tidak ditawar, karena duitnya kan untuk membayar pajak, riset, kembali ke masyarakat juga. Ini yang saya sering heran, mengapa kalau beli di dalam negeri maunya murah? 

Jenis senjata yang diproduksi Pindad. Foto oleh Uni Lubis/Rappler  

Bagaimana dengan kualitasnya? Bisa bersaing dengan buatan luar negeri seperti Leopard?

Bicara kualitas itu relatif. Kalau kami langsung disuruh bikin, misalnya kalau mobil Rolls Royce atau Mercedes, ya tidak bisa seketika. Kita dulu kan mulai membuat mobil dengan Kijang kotak, akhirnya sekarang bisa memproduksi dengan kualitas bagus. Harus apple to apple.  

Dulu ada lelucon, senjata buatan Pindad, diincar badan, yang kena tetangga. Itu kan lelucon masa lalu. Akhirnya, tahun lalu senjata Pindad bisa juara umum, lawannya US Army, US Navy, British Army, itu faktanya.  

Tapi stigma itu sampai sekarang masih ada. Kalau ada kekurangan itu biasa. Memangnya buatan luar negeri enggak ada kurangnya? Tapi mengapa kalau produk Pindad ada kekurangan beritanya jadi besar? Tapi kalau produk impor yang punya kekurangan, tidak memberikan layanan purna jual, menjadi rongsokan, kok tidak diramaikan? Is it fair?

Bagaimana dengan kapasitas produksi?

Kapasitas produksi Pindad untuk kendaraan, satu tahun kalau satu shift 200 unit. Kalau tiga shift setahun 600 unit. Tapi rata-rata pesanan di bawah itu, which is enggak ada masalah. Tapi luar negeri jangan dibeli, dong? Kalau bisa semua kebutuhan kendaraan TNI (dan Polri) dibeli dari dalam negeri, baik itu senjata, peluru maupun kendaraan.  

Kalau produk Pindad punya kekurangan, masalah Pindad atau masalah negara? Menurut saya, ya masalah kita semua, bukan berarti terus semua enggak dibeli? Bagaimana kita bangkitkan perusahaan dan produk nasional bersama-sama.

Ini yang saya minta kepada pemegang saham ketika saya diminta untuk masuk membenahi Pindad. Perlu dukungan nyata dari pemangku kepentingan, terutama pengguna.

Sekarang bagaimana tanggapan dari pemerintah? 

Sangat luar biasa. Presiden secara langsung kasih perintah, Sekretaris Kabinet menulis surat bahwa omset PT Pindad, PT PAL dari pesanan pengguna harus naik 30-40 persen. Ditujukan ke Menteri Pertahanan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, sehingga ada alokasi anggaran.  

Saya juga berkunjung ke Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan, ke Menhan. Mereka menanggapi dengan luar biasa.  Pesanan dari Mabes TNI naik 300 persen tahun lalu. TNI AD naik 129 persen, Kemhan naik 27 persen. Artinya mereka mendukung Pindad.

Bahwasanya ada yang pesanannya masih kecil, artinya kita perlu melakukan pendekatan dan sosialisasi bahwa ini lho, ada arahan dari Presiden, kita perlu bangkitkan industri pertahanan. Ingat saat kita alami embargo?  Maka kita harus mandiri. Kesadaran ini harus kita miliki bersama.

Kalau beli impor mungkin komisinya besar?

Saya tahu, rekanan-rekanan itu lebih lincah. Masalah waktu, bahwa rekanan-rekanan itu akan habis, karena di aturan UU, semua harus langsung ke pabrikan, tidak ada middle man. Kalau beli ke Pindad harus langsung. Sementara beli  impor melalui agen.  

Di sisi lain, rekanan bertansformasi menjadi konsultan. Sehingga yang maju tetap asing, seolah direct, tetap sebenarnya ada middle man sebagai konsultan, nanti dia akan mendapatkan fee konsultan juga.

Seberapa penting memenuhi alutsista secara mandiri dalam konteks rivalitas geopolitik?

Saya satu bulan terakhir tengah mempelajari presiden-presiden Indonesia dalam ambil keputusan strategis. Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto. 

Bung Karno, pada tahun 50-an sudah beli kapal selam, dan memerintahkan dibangunnya PT Krakatau Steel, pabrik besi baja. Artinya  sudah berpikir bawah kita akan jadi negara besar, disiapkan untuk itu, maka perilaku kita harus negara besar dong. Kita bukan Botswana, bukan Sudan. Kita harus bisa buat sendiri.  

Indonesia urutan nomor 16 dunia, dalam kekuatan ekonomi. Purchasing Power Parity Indonesia ada di nomor 9 ekonomi dunia. Bahwa kemajuan ekonomi belum terdistribusi merata, itu pekerjaan rumah kita. Tapi ukuran ekonomi Indonesia besar sekali.  Perilaku kita harus menyesuaikan. Harus bisa membuat produk sendiri. Dampaknya ke luar negeri, ada deterrent effect, efek gentar. 

Caranya, ya dengan membangun kekuatan pertahanan. Kalau membeli, efeknya semu. Kalau dengan membuat, luar biasa. Mengapa semua takut dengan kemampuan militer Rusia? AS? Bahkan kalau Korea Utara nge-test, heboh. Itu karena mereka semua bisa membuat alutsista sendiri.

Negara yang beli produk terus, dan kaya, ada di Timur Tengah, saya enggak sebut nama negara. Mereka lagi kesulitan dapat alutsista. Duit ada, tapi enggak bisa beli.

Maka pasarnya besar. Ini juga pelajaran buat kita, bahwa kita punya uang tapi kita enggak buat, deterrent-nya beda, efek gentar kepada siapapun termasuk tetangga yang mau main-main dengan Indoensia jadi ciut. Tapi kalau kita beli, selesai.

Sekarang begini, berapa cadangan minyak kita yang siap diproduksi? Infomasinya di bawah 2 minggu bahkan saya cek lagi, hanya hitungan hari. Seandainya terjadi perang, apakah pesawat tempur kita bisa terbang? Lebih dari satu bulan?

Sehingga bahwasanya membangun kekuatan dan pertahanan itu penting, pula harus seimbang antara yang kita beli karena kita belum mampu, dengan yang bisa kita produksi sebagai basis untuk kebutuhan ke depan.

Presiden Soeharto memiliki visi, memastikan jaminan rakyat bisa makan (harga pangan terjangkau), dan menjaga keamanan dalam negeri.

Apakah tim di Pindad mengikuti visi anda?

Ini soal tranformasi. Tadi saya bilang sepertiga sudah menjalani. Saya memang masih punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan ke depan. Ubah kultur bukan sulap, ubah mindset bukan sulap, perlu konsistensi. Itu yang pertama kali saya lakukan, sehingga siapapun yang memimpin Pindad polanya sama. Mendasar perubahannya.  

Saya enggak mau jika saya pergi, lalu kembali ke pola lama. Sekarang eselon I Pindad saya dorong untuk ikut Lemhanas (kursus Lembaga Pertahanan Nasional). Biar gaul. Bukan cuma penting masalah ilmu, tapi dengan ikut Lemhanas, mereka jadi dekat dengan kalangan pengguna dan merasa sejajar. Jangan kita merasa di bawah. Kalau kita merasa di bawah, akhirnya apa ide dan pemikiran kita terhambat. Tapi kalau berteman dengan user, kita bisa diskusi, memberitahu, dengan satu level.  

Pola pikir ini saya kembangkan di Pindad. Tahun ini rencana kirim dua, sudah tes, dilanjutkan tahun depan.

Bagaimana memengaruhi pengguna?

Itu penting. Di samping mengubah kultur di internal Pindad, user atau pengguna harus diedukasi. Makanya saya secara rutin bertemu dengan pimpinan di setiap matra untuk berdiskusi. Bertemu menteri untuk terus memperbarui informasi, agar mereka merasa bahwa Pindad ini bagian dari mereka. 

Bahkan waktu Rapim TNI AD, saya persilakan Inspektorat Jenderal TNI memeriksa keuangan Pindad. Apakah ada yang lari dari aturan yang ada? Karena semua saya kembalikan untuk bangun Pindad. Untuk perbaiki layanan, sumber daya manusia. 

Integrasi dengan pengguna sangat penting, karena trust atau rasa percaya sempat hilang. Saat dipegang BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis), trust hilang, karena ada jarak. Dulu itu ada Pak BJ Habibie. Setelah Pak Habibie enggak menjabat, selesai. Trust hilang.  

Saya enggak mau membangun rasa percaya terhadap produk Pindad berdasarkan power atau kekuasaan seseorang.  Kita harus bangun berdasarkan trust. Bahwa pada awalnya ada dukungan Presiden, Wapres, Menhan, Panglima, Kastaf, itu basis awal, tapi kita juga harus bangun kepercayaan secara konsisten. Sampai saya menyempatkan mengajar di sesko, sekolah komando, karena itu bagian dari mengubah dan membangun mindset. Karena mereka, yang menjalani sesko, adalah calon-calon pemimpin. 

Anda pernah belajar ilmu pertahanan dan intelijen. Diminta memimpin Pindad apakah semacam dream comes true? Sesuai passion?

Sebenarnya passion saya, waktu saya restart hidup saya di tahun 2005, saya ingin negara saya enggak dihina orang.  Pernah enggak melihat di aiport di Dubai, berserakkan rakyat Indonesia, tidur, duduk, diusir, dimaki-maki sama sekuriti bandara? Itu saya enggak terima.

Saya memang berkesempatan mendalami pertahanan. Saya juga senang, saya optimal, sekolah defense sampai khatam istilahnya. Mulai dari pendidikan di NATO, macam-macam, semata-mata saya lakukan karena dedikasi saya ke sektor pertahanan RI.

Dream comes true? Menurut saya pekerjaan adalah tugas. Impian saya bukan menjadi Dirut Pindad, tetapi bagaimana agar Indonesia tidak dihina lagi. Saya banyak mengetahui bagaimana perlakuan terhadap kita di luar negeri. Ini kita harus aware, sadar diri. Jangan dimabukkan bahwa kita tidak dilecehkan lagi di luar negeri.  

Apakah Anda mencoba semua produk Pindad?  

Iya. Menembak, juga mengemudikan panser. Bisa, tapi tidak jago hehehe. Sebenarnya dulu pernah ingin jadi tentara,  cuma enggak boleh. Mencoba itu senang, lebih senang lagi kita menghasilkan produk baru, user-nya happy.

Teman-teman di Polda datang ke Pindad dan mengatakan bahwa senjata kita lebih bagus dari Sig Sauer, produksi  senjata yang menginduk ke Swiss Army (kantor pusat di Jerman). Mereka membandingkan dengan pistol G2 Pindad. 

Dari sisi penampilan kita kurang bagus, estetika kurang. Ini pekerjaan rumah yang harus kita perbaiki. Tim Laos memenangi kejuaraan menembak militer menggunakan  pistol kita.

Dukungan anggaran dari DPR?

Begini, salah satu yang dikeluhkan waktu saya masuk pertama kali adalah temuan BPK yang sejak 2005 tidak ditindaklanjuti, sekarang sudah selesai. Jadi ada perubahan secara manajemen, kita merespons penyimpangan. 

DPR bagian dari kesuksesan Pindad, kami dapat penambahan modal negara Rp  700 miliar tahun lalu. Kami dialog, mereka tahu di Pindad ada banyak perubahan. Tidak hanya di Pindad, sektor lain harusnya seperti itu.

Jadi, betul saya mendapatkan dukungan secara politik anggaran. Yang krusial memang masalah waktu. Industri pertahanan harus didukung, tidak mungkin ada penghematan di sektor anggaran pertahanan, karena saat ini baru 0,7 persen dari PDB.  

Bandingkan dengan negara lain yang rata-rata 2 persen. AS 5 persen, meskipun ada tren turun. Singapura 4 persen dari PDB. Malaysia 2 persen. Kalau proporsi anggaran pertahanan kita dinaikkan, ya jangan belanja dari luar negeri lagi. Beli dari dalam. Potensinya besar.

Bagaimana Anda melihat posisi Pindad lima tahun dari sekarang?

Kita punya jenis produk yang lengkap, sesuai tugas pokoknya, yaitu memenuhi kebutuhan TNI AD. Kalau Dirgantara Indonesia tupoksi-nya untuk Angkatan Udara, PT PAL untuk Angkatan Laut, sementara PT LEN untuk elektronika. 

Lima tahun dari sekarang seharusnya semua kebutuhan TNI AD sudah bisa dipenuhi secara lengkap. Dalam konteks angka penjualan, harus di atas Rp 5 triliun.  

Tahun 2016 target penjualan Pindad Rp 3,5 triliun, optimisnya Rp 4 triliun. Memang, lima tahun dari sekarang harusnya lebih dari Rp 5 triliun. Tapi angka ini fokus untuk alutsista. Di luar itu sebagaimana saya jelaskan, kami ada peluang menjual excavator. —Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!