Kronologi dua anak tenggelam di kolam renang Novotel Surabaya

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kronologi dua anak tenggelam di kolam renang Novotel Surabaya
Pihak yang bertanggungjawab bisa dijerat dengan pidana tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa dan UU Perlindungan Anak

 

SURABAYA, Indonesia — Meski ada indikasi unsur kelalaian dalam peristiwa tenggelamnya dua anak kecil di kolam renang Hotel Novotel Surabaya, Jawa Timur, pada, Sabtu 9 April, namun hingga kini Polrestabes Surabaya belum menetapkan tersangka.

Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Surabaya AKP Lily Ja’far mengatakan pihaknya masih memeriksa lima orang yang menjadi saksi dalam peristiwa tersebut. Lima orang itu terdiri dari dua orang dari keluarga korban yang mendampingi saat berenang dan tiga orang dari pihak hotel. 

“Mereka masih diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi,” kata Lily saat dihubungi Rappler, Senin, 11 April.

WA (7 tahun) dan APA (8 tahun) menjadi korban tenggelam saat bermain air di kolam renang Hotel Novotel pada Sabtu siang akhir pekan lalu. Ibunda APA, Sri Winarti, datang ke hotel bersama kakak APA, Yuli (25 tahun). Mereka mengajak WA untuk bergabung bersama.

Sri tiba di Surabaya dari Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Jumat siang, 8 April, dan bermalam di Hotel Novotel. Keesokan harinya, Sri berkunjung ke rumah orangtua WA dan mengajak gadis kecil itu kembali ke hotel untuk berenang bersama sepupunya. 

Ajakan ini disambut antusias oleh WA yang sudah lama tak bertemu dengan kedua sepupunya yang tinggal di Balikpapan. Tiba di Novotel, WA disambut oleh APA dan Yuli —yang baru tiba di Surabaya pada Sabtu.

Saat berenang, awalnya WA dan APA bermain air di kolam khusus untuk anak-anak, sedangkan Sri dan Yuli mengawasi dari tepi kolam.

Tak berselang lama, Sri beranjak dari tempatnya untuk kembali ke kamar, mengambil handuk dan makanan ringan. WA dan APA kini berada dalam pengawasan Yuli, namun menurut pernyataan AKP Lily, Yuli saat itu tidak memantau dengan penuh perhatian secara ia sembari memainkan telepon genggamnya di tepi kolam. 

Tanpa diketahui oleh Yuli, WA dan APA bermain di kolam untuk orang dewasa. Karena tak bisa berenang, keduanya pun akhirnya tewas. 

Yuli baru menyadari jika adik kandung dan adik sepupunya sudah mengambang di kolam dewasa saat Novandra, seorang petugas engineering, berteriak. Yuli pun langsung menyeburkan diri ke dalam kolam untuk menolong WA dan APA. Sedangkan Novandra memanggil dua petugas keamanan hotel.

Meski sempat dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) dr Ramelan, namun nyawa dua anak kecil itu sudah tak tertolong.

Staf marketing communication Hotel Novotel Surabaya Tatok Hariyanto mengatakan, pihaknya sudah memenuhi semua standar kerja di kolam renang. Tak hanya menyediakan peralatan keamanan seperti ban dan pelampung, manajemen juga sudah memasang papan peringatan di area kolam renang.  

Papan itu bertuliskan, “Tak ada petugas penyelamat, segala resiko di kolam renang menjadi tanggung jawab pribadi tamu atau member. Jangan berenang jika tidak bisa atau kondisi berhalangan”. 

Papan peringatan ini dituliskan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Sementara itu, Direktur Surabaya Children Crisis Center (SCCC) Edward Dewaruci, mengatakan dalam kasus itu sebenarnya ada pihak-pihak yang  bisa dianggap bertanggung jawab yang menyebabkan nyawa hilang. Pihak-pihak ini bisa dijerat dengan pasal pidana tentang kelalaian yang menyebabkan nyawa melayang.

Selain pasal pidana, pihak-pihak itu, menurut Edward, juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. 

“Dalam UU Perlindungan Anak sebenarnya ada aturan barang siapa yang melakukan kekerasan terhadap anak, lalai atas hak hidup dan tumbuh kembang anak, maka bisa dikenai sanksi,” kata Edward.  

“Sayangnya penggunaan UU Perlindungan Anak penggunaannya saat ini masih sebatas dalam kasus trafficking,” ujarnya lagi. 

Pun demikian juga dengan pihak hotel yang dianggap Edward lepas tanggung jawab. Kata dia, meski sudah ada papan peringatan di sekitar kolam, namun mereka dianggap tetap harus bertanggungjawab. 

“Mereka harus menyediakan fasilitas yang lengkap termasuk petugas penyelamat. Mereka kan sudah mengutip uang dari para pengunjung,” ujar Edward.

Dalam kasus ini, Edward menganalogikan dengan gugatan di Mahkamah Konstitusi soal pengelola parkir yang tak bertanggungjawab atas semua kehilangan yang dialami konsumen. MK pun akhirnya mengabulkan gugatan jika pengelola parkir harus bertanggungjawab atas kehilangan yang dialami konsumen.

“Kasusnya sama. Pengunjung datang membayar, namun mereka tak menyediakan petugas penyelamat. Mereka tak bisa lari dari tanggiungjawab dengan hanya memasang papan peringatan,” kata Edward. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!