Menlu tiga negara akan bertemu di Jakarta bahas rencana atasi pembajakan

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menlu tiga negara akan bertemu di Jakarta bahas rencana atasi pembajakan

ANTARA FOTO

Dua kapal berbendera Indonesia menjadi korban pembajakan oleh kelompok bersenjata Filipina dalam waktu satu bulan terakhir.

JAKARTA, Indonesia – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan mengatakan pasca terjadi beberapa aksi pembajakan, Indonesia mengusulkan adanya patroli bersama di wilayah perairan Filipina selatan. Patroli bersama ini nantinya akan dilakukan oleh Angkatan Laut dari Filipina, Malaysia dan Indonesia.

Untuk membahas rencana tersebut, Menteri Luar Negeri dari ketiga negara akan menggelar pertemuan di Jakarta pada 3 Mei mendatang.

“Pertemuan itu juga akan diikuti oleh kepala angkatan bersenjata Malaysia, Indonesia dan Filipina. Tujuan dari pertemuan itu, karena kami tidak ingin wilayah perairan tersebut menjadi Somalia baru,” ujar Luhut di kantornya pada Kamis, 21 April.

Rencana tersebut mendapat respons positif dari Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein. Dia melihat tidak ada alasan bagi ketiga negara untuk tidak merealisasikan kerjasama tersebut.

Hishammuddin menyebut pola patroli bersama bisa dicontoh dari operasi serupa di Selat Malaka yang dilakukan oleh Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand.

“Ancaman yang kami hadapi di perairan ini atau di Laut Sulu tidak bisa dihadapi oleh satu negara saja,” ujar Hishammuddin seperti dikutip oleh Channel News Asia.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo telah menjelaskan kemungkinan pola patroli yakni AL dari masing-masing negara berpatroli di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

“Setelah itu, di wilayah Filipina ya Filipina (yang menjaga) dan di wilayah Malaysia ya menjadi kewenangan Malaysia,” tutur dia.

Pemerintah Indonesia juga telah mengirimkan dua kapal perang yakni KRI Badau-841 dan KRI Slamet Riyadi-352 ke perbatasan Filipina.

Tidak efektif

Lalu efektifkah rencana patroli itu untuk mencegah aksi pembajakan? Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan cara patroli itu tidak akan efektif. Menurut Hikmahanto ada dua alasan yang melatar belakangi pendapatnya. 

“Pertama, aksi pembajakan terjadi bukan di laut lepas, tetapi di wilayah perairan Filipina. Kedua, Pemerintah Filipina tidak menguasai secara de yure area tersebut, karena area itu dikuasai oleh kelompok pemberontak,” tutur Hikmahanto ketika dihubungi Rappler melalui telepon pada Kamis, 21 April. 

Lagipula, kata mantan dekan Fakultas Hukum itu, kapal-kapal yang digunakan kelompok bersenjata Filipina bukan tergolong jenis kapal modern. Sehingga tidak mungkin bisa menjangkau wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. 

“Maka rata-rata yang disasar adalah kapal tongkang yang tengah berlayar dari atau menuju ke Filipina,” ujarnya.

Jika Indonesia memaksa untuk memasuki wilayah perairan Filipina, justru akan dipandang sebagai sinyal negatif oleh kelompok pemberontak dan turut dianggap membahayakan.

“Selain itu, hal tersebut bertentangan dengan konstitusi Filipina. Jika itu dilanggar, maka Presidennya bisa kena impeachment,” kata dia lagi.

Apa yang sebaiknya dilakukan perusahaan pemilik kapal untuk meminimalisasi aksi pembajakan? Hikmahanto memberikan saran agar kapal-kapal itu menghindari wilayah perairan Sulu. Memang biaya yang dikeluarkan bisa lebih banyak dengan memilih rute lain dan memutar.

“Tetapi, itu alternatif terbaik ketimbang setiap kapal yang berlayar ke sana dibajak dan dimintai uang tebusan,” ujar Hikmahanto.

Pemerintah tak ikut campur soal uang tebusan

Dalam kesempatan itu, Luhut mengatakan tak setuju jika aksi penyanderaan berakhir dengan membayar uang tebusan kepada kelompok militan Abu Sayyaf sebesar 50 juta Peso atau setara Rp 14,2 miliar. Tetapi, jika perusahaan pemilik kapal bersikeras untuk membayar, pemerintah Indonesia tidak akan ikut campur.

“Itu kan urusan perusahaan, karena (yang diculik) itu pegawainya. Nanti, kalau tidak diurus oleh pihak perusahaan, justru mereka yang akan dituntut oleh keluarga korban karena dianggap menelantarkan kru kapal. Biar lah masalah negosiasi diurus oleh perusahaan,” kata Luhut.

Namun, ujar Luhut lagi, pemerintah terus memantau prosesnya secara cermat dari waktu ke waktu.

Pemerintah Indonesia juga belum mengambil keputusan dengan mengirimkan pasukan ke Filipina selatan dan melakukan operasi pembebasan. Sebab, selain operasi itu rumit, konstitusi Filipina tidak mengizinkan.

Juru bicara angkatan bersenjata Filipina Brigadir Jenderal Restituto Padila sudah meminta kepada Indonesia agar tidak memberikan uang tebusan kepada penculik karena justru akan menyuburkan praktik penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf. Aksi penculikan dan meminta uang tebusan merupakan salah satu modus yang digunakan kelompok itu untuk memperoleh penghasilan dan memenuhi kebutuhan logistik.

Akibat situasi yang tak aman di wilayah utara Pulau Kalimantan, otoritas pelayaran di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Trisakti Banjarmasin kemudian mengeluarkan surat edaran tentang larangan bagi kapal yang berlayar dari Banjarmasin menuju ke perairan Filipina.

“Sehubungan dengan hal itu, untuk sementara kapal-kapal yang akan berlayar menuju Filipina, terutama untuk tujuan perairan barat Tawi-Tawi dan perairan Laut Sulu, dilarang hingga kondisi aman,” ujar Kepala KSOP Banjarmasin M Takwin Masuku.

Surat edaran itu dikeluarkan dengan mempertimbangkan dua aksi pembajakan yang berlangsung dalam satu bulan terakhir. Pertama, pada 26 Maret yang menyasar kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 dan insiden kedua terjadi pada 15 April yang menimpa kapal tunda Henry dan kapal tongkang Cristi.

Sepuluh kru kapal Brahma 12 hingga saat ini masih disekap. Sementara, dari 10 kru kapal Henry, 6 di antaranya berhasil menyelamatkan diri. Sementara, 4 kru diculik oleh kelompok bersenjata Filipina. Belum diketahui siapa yang melakukan penculikan.

Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Herman Prayitno mengatakan kapal tunda Henry dan tongkang Cristi saat ini sudah berangkat dari Lahat Datu menuju ke Tarakan. 

“Kedua kapal itu dikawal petugas keamanan Sabah Timur. Diperkirakan waktu tempuh memakan waktu 14 jam. Konsulat RI di Tawau telah berkoordinasi dengan TNI Angkatan Laut untuk menerima kapal di wilayah perbatasan,” tutur Herman melalui pesan pendek kepada Rappler. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!