Tips: Bagaimana perempuan menghadapi bully di media sosial?

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tips: Bagaimana perempuan menghadapi bully di media sosial?
Jika ancaman atau bully yang kamu terima bermuatan pemerasan, kamu harus siapkan bukti otentiknya.

JAKARTA, Indonesia—Kekerasan terhadap perempuan terus berulang dan diproduksi. Dulu, kekerasan kerap kita jumpai di rumah atau tempat dianggap paling nyaman oleh perempuan. 

Bagaimana dengan sekarang? Ternyata kekerasan masih terjadi, hanya saja kini ruangnya berbeda.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, kini bentuk kekerasan tersebut terjadi di media sosial. 

Data Persatuan Bangsa-Bangsa memperkirakan, 95 persen perilaku agresif, pelecehan, penggunaan kata-kata kasar, merendahkan, dan eksploitasi foto menyasar perempuan. 

Aktivis akar rumput dan media sosial yang juga vokal mengampanyekan kebebasan berekspresi di dunia digital, Dhyta Caturani membagi tips mengatasi bully atau kekerasan di media sosial, di acara #positionofstrength atau suara untuk perempuan di media sosial yang diselenggarakan oleh Twitter, Sabtu, 23 April di Kekini Coworking Space, Menteng. 

Apa saja yang harus kamu lakukan saat menerima bully? Baca tipsnya di bawah ini: 

Pertama, mendokumentasikan postingan yang mem-bully kamu. “Bukan untuk disebarkan, tapi untuk alat bukti jika akan melaporkan ke penegak hukum,” kata Dhyta. 

Apalagi jika ancaman yang kamu terima bermuatan pemerasan, kamu harus siapkan bukti otentiknya. 

Kedua, laporkan ke sistim pelaporan di media sosial. Pastikan kamu klik report sesaat sebelum twit atau postingan tersebut dilayangkan padamu. Sebelum akun yang membully kamu menghapusnya atau menghilangkan jejak. 

Setelah itu yang ketiga, kamu boleh memblokir orang yang bersangkutan. “Bisa block atau mute,” ujar Dhyta. 

Tujuannya tentu saja bukan untuk mengebiri hak bicara sang pem-bully. Kamu sebagai pemilik  platform media sosial punya hak untuk memblokir seseorang. 

Keempat, ceritakan pada orang terdekat. “Jangan disimpan sendiri, apalagi kamu anak muda,” kata Dhyta. 

Jika kamu memiliki komunitas untuk berbagi, akan lebih baik. Misal komunitas perempuan. “Cobalah menggalang solidaritas di antara perempuan,” katanya. 

Kelima, tak semua mention harus dijawab. Menurut pengalaman pribadi, Dhyta selalu menyeleksi komentar yang akan ia jawab. 

“Aku sih gampang, tidak pernah mau melayani debat-debat yang sifatnya kontra produktif, abaikan dan carry on,” katanya. 

Tapi jika ada penanya yang membuka ruang dialog, kewajibanmu untuk melayani pertanyaan mereka. 

“Kalau sifatnya serangan atau argumen yang tidak mendasar, abaikan,” katanya. 

Menurut Dhyta, tips di atas penting bagi semua perempuan yang ingin tetap bersuara tentang hak-haknya di media sosial. “Jangan sampai kekerasan di media sosial, seperti bully itu membungkam kamu, karena itu sebenarnya tujuan mereka.” —Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!