Digital Transformation

Ahli ingatkan ancaman bencana hidrometeorologi dampak La Nina

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ahli ingatkan ancaman bencana hidrometeorologi dampak La Nina

ANTARA FOTO

Banjir di beberapa provinsi mengindikasikan sebagian wilayah Indonesia tidak mampu menerima curah hujan ekstrem akibat tata kelola permukaan yang tidak layak

SOLO, Indonesia – Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) merekomendasikan pemerintah segera membentuk konsorsium nasional yang bertugas mendesain sistem peringatan dini bencana hidrometeorologi yang akurat, dengan update real-time, dan berskala wilayah terkecil agar bisa dijadikan panduan bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah antisipasi.

BMKG sudah merilis peringatan akurat 17 Juni bahwa akan terjadi curah hujan tinggi hingga 20 Juni. Tetapi, peringatan itu dinilai masih terlalu umum karena tidak diikuti peringatan dari pemerintah tentang informasi potensi bencana berdasarkan lokasi dan waktu, padahal banjir dan longsor adalah jenis bencana yang bisa dideteksi.

“Harus lebih spesifik menyebut wilayah tertentu dengan skala ancamannya, bisa di-update per jam bahkan per menit. Early warning system semacam ini sudah diterapkan di beberapa negara,” kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT dan Ketua Pokja Cuaca Ekstrim IABI Tri Handoko Seto dalam konferensi pers di Solo pada Kamis, 23 Juni.

Iklim dunia saat ini sedang mengalami peralihan dari El Nino menuju La Nina, yang akan berdampak pada anomali cuaca di wilayah kepulauan Indonesia hingga awal tahun 2017.

Berkebalikan dengan El Nino yang menyebabkan kekeringan, La Nina membawa banyak massa uap air, menaikkan curah hujan, menyebabkan kemarau basah antara Juli-September, dan mengalami puncaknya pada November-Desember bertepatan dengan musim hujan. Indonesia diprediksi akan mengalami kelebihan air yang menyebabkan potensi bencana banjir dan longsor.

“Hujan pada musim kemarau saja sudah cukup membuat banjir dan longsor di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara. Ini baru peralihan, belum puncaknya,” kata Tri.

Banjir di beberapa provinsi itu mengindikasikan sebagian wilayah Indonesia tak mampu menerima curah hujan ekstrem akibat tata kelola permukaan yang tidak layak. Jakarta, misalnya, dengan curah hujan 20mm saja sudah cukup membuat genangan banjir.

Pada puncak La Nina, curah hujan di Indonesia dalam satu hari bisa mencapai 100 mm. Daerah yang paling berpotensi mengalami bencana adalah wilayah yang memiliki lereng dan dataran rendah.

Sementara itu, Ketua Pokja Banjir IABI dan pakar teknik sipil Universitas Gadjah Mada, Agus Mariyono, menyarankan restorasi sungai, danau, telaga, dan kolam tangkapan air sebagai solusi banjir. Selain sumbatan sampah yang menggunung dan himpitan pemukiman, sebagian besar sungai besar di Indonesia sudah mengalami kerusakan di antaranya akibat sudetan dan pelurusan aliran yang berakibat pada banjir di bagian hilir – di antaranya adalah Bengawan Solo dan Citarum.

Selain itu, pola pikir masyarakat saat ini didominasi bahwa banjir bisa diselesaikan dengan sistem drainase yang bagus. Padahal, kata Agus, justru drainase konvensional mendatangkan banjir karena semakin lancar saluran pembuangan air permukaan akan semakin cepat pula sungai meluap.

“Drainase itu membuang air permukaan. Jadi makin bagus drainase di Bogor, makin cepat Jakarta kebanjiran,” kata Agus.

Justru yang dibutuhkan saat ini adalah solusi untuk mengurangi air permukaan yang terbuang ke sungai, salah satunya dengan metode memanen air hujan (rain harvesting). Selain dengan menghidupkan kembali danau, telaga, dan kolam-kolam buatan berkonsep eko-hidraulik – dengan vegetasi di sekeliling sebagai ganti beton – air hujan dari atap bisa ditampung dalam bak reservoir di rumah-rumah untuk dimanfaatkan. Pemerintah juga bisa mewajibkan setiap pabrik memiliki kolam tampungan hujan sebagai sumber air untuk industri selain ikut mengurangi banjir.

Cara lainnya adalah dengan membuat sumur resapan (infiltration well), yaitu kolam di dalam tanah untuk menampung air hujan, dan meresapkannya ke dalam tanah untuk mengisi cadangan air tanah. Tidak hanya mengurangi banjir, sumur resapan juga terbukti bisa menghidupkan sumber-sumber air yang mati pada saat musim kemarau.

“Banyak cara bisa dilakukan, yang penting adalah mengurangi air hujan di permukaan agar tak terbuang, bukan membuat drainase besar-besaran,” kata pakar eko-hidraulik itu. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!