Fakta baru persidangan kasus kopi sianida Mirna

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Fakta baru persidangan kasus kopi sianida Mirna

ANTARA FOTO

Para pegawai Olivier mengungkap apa saja yang terjadi pada hari kematian Wayan Mirna Salihin. Mulai dari proses pemilihan meja hingga es kopi Vietnam yang diduga mencabut nyawa Mirna.

JAKARTA, Indonesia – Fakta baru mengenai kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin terus terungkap dalam persidangan. Pada pekan lalu, sahabat baik Mirna, Hani Boon Juwita mengungkap bagaimana kronologi Mirna minum es kopi Vietnam lalu pingsan dan meninggal dunia.

Kini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi para pegawai Cafe Olivier, tempat Mirna ditemukan tewas.

Berikut rangkuman fakta baru tentang kasus ini dari kesaksian para pegawai Cafe Olivier:

Tempat duduk Jessica

Sebelumnya, ayah Mirna, Darmawan Salihin, sempat menyebut Jessica sengaja memilih tempat duduk yang tak terjangkau kamera pengawas (CCTV). Namun, resepsionis Olivier, Aprilia Cindy Cornelia membantah hal tersebut.

Saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 20 Juli lalu, ia mengatakan kalau dirinya yang membawa Jessica ke meja tersebut.

“Dia datang pukul 3:30 (15:30 – Ed) untuk reservasi tempat buat 4 orang,” kata dia dalam sesi persidangan. Jessica sengaja memesan terlebih dulu sebab kawan-kawannya baru akan datang pukul 16:30 hingga 19:00.

Cindy mengatakan kalau setelah pukul 3 sore dan jumlahnya di bawah 5 orang, sebenarnya tak perlu reservasi karena restoran tak terlalu penuh. Namun, ia tetap mencatat nama dan nomor telepon Jessica sebelum menunjukkan tempat.

Selama Cindy mencatat identitas, ia memperhatikan Jessica sempat pergi ke lorong untuk melihat-lihat ke dalam.

Jessica meminta tempat di area tidak merokok yang terletak di dalam. Tidak ada permintaan khusus lainnya, sehingga Cindy menunjukkan jalan ke meja berkursi sofa. Pilihannya adalah nomor 53, 54, dan 55.

Cindy mengakui ada meja lain yang kosong di area tidak merokok itu, namun dia mengatakan banyak tamu yang lebih memilih kursi sofa. Dan benar, Jessica tidak keberatan dengan meja nomor 54, yang belakangan diketahui tidak tersorot jelas di CCTV.

Hakim sempat bertanya mengapa bukan meja nomor 53 dan 55 yang dipilih. “Ada orangnya,” jawab Cindy.

Setelah itu, Jessica meninggalkan tempat dan baru kembali pukul 16:14 dengan membawa 3 kantong kertas. “Disusun di atas meja semua, sehingga saya tidak bisa meletakkan menu,” kata dia.

Padahal, ukuran sofa cukup luas sehingga tak ada masalah kalau Jessica meletakkan kantong tersebut di sofa. “Setelah itu saya tak tahu, karena resepsionis tidak mengambi pesanan,” ujar Cindy.

Sedotan dalam gelas

Saksi selanjutnya adalah Marlon Alex Napitupulu, pelayan yang mengantarkan dua cocktail pesanan Jessica ke meja. Ia kemudian membeberkan beberapa perilaku tak lazim yang ia temui saat itu.

Pertama, saat mengantarkan minuman, ia melihat sudah ada es kopi Vietnam di meja Jessica. “Padahal biasanya minuman baru disajikan kalau tamu sudah datang, karena itu signature kami,” kata dia. Selain itu, sedotan juga sudah masuk ke dalam gelas.

Ia kemudian menjelaskan standar penyajian es kopi Vietnam, di mana barista hanya menyajikan kopi di dalam dripper, serta susu kental manis di dalam gelas. Kalau yang dipesan dingin, maka akan ada juga es batu.

“Sedotan tidak dimasukkan, biasanya ada di samping gelas, yang masukin tamu,” kata dia. Namun, es kopi Vietnam di meja Jessica saat itu sudah ada sedotannya, meski masih tertutup tisu di bagian bibirnya.

Kesaksian Marlon ini disambut dengan tepuk tangan dari keluarga Mirna yang juga menyaksikan jalannya persidangan.

Saksi lain, Agus Triyono, yang membawakan es kopi Vietnam ke meja Jessica, mengaku meletakkan tisu, sedotan, dan gelas berisikan es dengan bubuk kopi yang sudah tersedia sekitar pukul 16:24. Sedotan diletakannya di atas tisu dalam keadaan terbungkus kertas di bagian kepala sedotannya.

Selanjutnya, ia menuangkan air panas dari teko berwarna perak selama satu menit. “Setelah itu saya istirahat karena yang gantiin sudah datang,” kata dia.

Agus menegaskan tidak meletakkan sedotan dalam gelas karena bukan haknya.

Warna kopi

Agus melihat kopi Vietnam di meja Jessica berubah warna menjadi kuning layaknya kunyit. Saat melihat warna kopi layaknya kunyit, Agus mengaku sempat berbisik setengah bercanda pada rekannya, Rossy.

“Itu ibu table 54 minum jamu kunyit ya,”ujar Agus dalam kesaksiannya. Setelah itu, Rossy mengatakan akan melihat keadaan di meja 54, namun ternyata Mirna sudah kejang-kejang. Gelas kopi, kata Agus, diangkat dan dioperkan padanya dan kemudian ia berikan ke bar untuk disimpan.

Belakangan, kopi tersebut dihadirkan JPU dalam persidangan. Namun, Agus mengatakan barang bukti tersebut berbeda dengan apa yang dilihatnya.

“Warnanya berbeda, waktu itu kuning kunyit. Mungkin karena ini sudah disimpan lama,” kata dia.

Agus sendiri sempat dicecar hakim lantaran jawabannya dinilai berbelit-belit. Saat itu, ia ditanya apakah Mirna meminum kopi tersebut.

Agus pun akhirnya mengakui jumlah Es Kopi Vietnam Mirna berkurang. Awalnya, ia hanya menjawab tak tahu. “Di gelas masih terlihat banyak,” kata dia.

Misteri sedotan setelah Mirna tewas

Persoalan sedotan tidak berhenti pada sidang hari Rabu. Pada Kamis, 21 Juli, hakim dan pengacara Jessica kembali menyecar soal sedotan kepada dua saksi lain, yakni barista Olivier Rangga Dwi Saputra dan Johanes. Keduanya ternyata memberikan jawaban berbeda.

Johanes mengaku mengetahui Manajer Olivier, Devi sempat mencicipi minuman tersebut menggunakan sedotan. Namun, bukan dengan sedotan yang sudah disajikan di dalam gelas, melainkan sedotan baru yang tersedia di tempat barista.

Namun sempat ada keterangannya yang bertentangan dengan Rangga, soal sedotan di gelas bekas Mirna. 

“Seingat saya, setahu saya, tidak ada sedotan,” kata Johanes.

Namun, Rangga mengatakan sudah ada sedotan saat Devi mencicipi minuman tersebut dengan meneteskan minuman ke tangan lewat sedotan. Saat itu, Rangga tidak mengatakan apakah sedotan itu baru atau tidak.

Setelah dicecar hakim, akhirnya Johanes mengaku kalau dia tidak melihat langsung kejadian tersebut, hanya diceritakan oleh Devi.

Air panas kopi Mirna

Rangga juga dicecar soal air panas yang digunakan dalam pembuatan es kopi. Sebelumnya, disebutkan kalau air dituangkan terpisah di depan tamu sebagai ciri khas Olivier.

Persoalan air panas ini dianggap penting oleh kubu Jessica, sebab menjadi salah satu alibi yang menunjukkan bahwa sumber racun sianida di gelas kopi Mirna, bisa saja berasal dari teko berisi air panas. Mereka ingin membuktikan kemungkinan-kemungkinan lain terkait asal usul racun.

Rangga menjawab, dalam standar operasional kafe, setiap air panas yang sisa harus dibuang. Alasannya, air itu suhunya tidak lagi memenuhi syarat untuk menyeduh kopi. Minimal suhu untuk melarutkan kopi adalah 80 sampai 90 derajat celcius.

“Air sisa teko dibawa ke pantry. Saya kurang tahu,” kata dia.

Hakim Binsar juga turut mencecar soal air panas. “Menurut saksi sebelumnya, itu sisa air panas itu masih bisa dikasih ke konsumen lain karena bisa dua atau 3 gelas lebih. Ini saudara membuang air itu, anehnya teko itu belum saudara cuci,” kata dia.

Ia meminta supaya Rangga menjawab dengan jujur sesuai dengan sumpahnya. Namun, barista ini bersikukuh kalau air panas itu dibuang karena hanya digunakan untuk satu pemesan. Sesuai standar, sisanya dibuang karena suhunya akan menurun dan tak bisa lagi digunakan untuk menyeduh kopi. 

Satu-satunya pesanan kopi Vietnam pada jam tersebut hanyalah dari Jessica. Rangga menjelaskan, pesanan berikutnya baru muncul pukul 20:00, untuk dibawa pulang. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!