SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

This compilation was migrated from our archives
Visit the archived version to read the full article.
JAKARTA, Indonesia – Dewi Yuliawati dan La Memo baru berusia 19 dan 21 tahun. Namun tahun ini mereka akan membawa nama Indonesia di panggung bergengsi Olimpiade Rio 2016 lewat cabang olahraga dayung.
Meskipun sama-sama telah lolos kualifikasi di nomor tunggal, kedua atlet memiliki latar belakang yang berbeda. Dewi merupakan atlet di sekolahnya.
“Awalnya tuh dari sekolah, SMP 261, adanya di Muara Angke,” kata Dewi kepada Rappler di sela-sela sesi latihan intensif Tim Dayung Indonesia di Situ Cileunca, Jawa Barat.
Sementara Memo ditemukan secara tidak sengaja oleh sang pelatih, Boudewijn van Opstal yang sedang mencari atlet saat ia pertama kali datang ke Indonesia.
“Awalnya pelatih tuh kenal di Ambon (Maluku), datang ke sana untuk cari atlet,” tutur pria yang biasa disapa Memo tersebut.
Dewi memulai dayung sejak dini
MUDA BERPRESTASI. Meski baru berusia 19 tahun Dewi Yuliawati menjadi salah satu atlet Indonesia yang berlaga di Olimpiade Rio 2016. Foto oleh Dennis Tumiwa/Rappler
Memulai olahraga dayung sejak di bangku sekolah menengah pertama, Dewi terus menjalankan karirnya sebagai atlet profesional hingga kini.
“Sampai sekarang saya masih menjadi atlet Jakarta dan akhirnya saya dipanggil ke Pelatnas ini,” katanya.
Menurut sang pelatih, Dewi memang tidak memiliki postur tubuh yang ideal bagi seorang atlet dayung pada umumnya. Namun ia memiliki keistimewaannya sendiri.
“Dia sedikit kecil untuk ukuran atlet dayung, namun tekniknya bisa membuatnya menjadi juara,” ujar sang pelatih Boudewijn Van Opstal dalam Bahasa Inggris kepada Rappler.
Kecintaannya pada olahraga dayung membuat perempuan kelahiran Tangerang, 2 Juni 1997 tersebut terus berlatih dengan giat hingga bisa melaju ke Olimpiade.
“Saya sudah di olahraga ini 4 tahun. Enggak bosan, karena apa ya, karena temen-temennya banyak, latihannya juga beda-beda, maksudnya have fun aja, enjoy,” tutur Dewi.
Selain itu, motivasi dari kedua orangtuanya juga sangat membantu dirinya menghadapi masalah yang muncul sebagai seorang atlet profesional.
“Jadi kalau kita down, kadang kalau orangtua kasih semangat, kita jadi semangat lagi,” katanya.
Dewi menyadari keterbatasannya di Olimpiade Rio kali ini, namun tetap bersemangat untuk mengharumkan nama bangsa di sana.
“Kalau misalkan dilihat kan ini masih junior, tapi seenggaknya kalau bisa memecahkan rekor itu luar biasa sih,” tuturnya.
Dewi Yuliawati berhasil lolos kualifikasi Olimpiade Rio 2016 setelah menempati posisi ketiga semifinal kelas single sculls putri Kejuaraan Dayung Asia-Oceania di Danau Langeum, Chungju, Korea Selatan, pada April lalu, meskipun belum berhasil membawa pulang medali di final.
Sang pelatih membuka jalan Memo
BARU DI DUNIA DAYUNG. Pelatih Boudewijn van Opstal membawa La Memo ke dunia olahraga dayung. Foto oleh Dennis Tumiwa/Rappler
Berbeda dengan Dewi, Memo sama sekali buta tentang olahraga ini sebelum akhirnya terpilih sebagai salah satu atlet Pelatnas.
Pria kelahiran Pulau Osi, Maluku, 8 Januari 1995 tersebut bertemu dengan pelatih Tim Dayung Indonesia asal Belanda, Boudewijn van Opstal di Maluku. Ia adalah salah satu tahanan di Penjara Pusat Maluku, ditemukan oleh Boudewijn, dan kemudian dilatih hingga bisa menjadi atlet profesional hingga sekarang.
“Kami ke Papua, Maluku, Sumatera, ke banyak tempat. Di suatu tempat di Maluku, kami menemuka Memo dan melakukan uji coba. Dia besar, tinggi, namun sedikit kurus,” ujar Van Opstal.
Sejak pertama kali berlaga di ajang internasional di SEA Games Naypyidaw pada 2013 ia berhasil memperoleh medali perunggu.
Di SEA Games Singapura dua tahun kemudian, Memo bahkan berhasil merebut dua medali emas.
La Memo juga merupakan atlet dayung pria Indonesia pertama yang lolos kualifikasi Olimpiade.
Meskipun terus menunjukkan prestasi yang gemilang, Memo ternyata juga pernah kehilangan motivasi saat berada di tengah pertandingan. Namun selama ini, Memo dapat mengatasinya.
“Yang capek tuh di jarak 1500, (tiba-tiba) kaki keram, terus naiknya ke otak, jadi kayak ‘enggak bisa, enggak bisa’ gitu. Tapi percaya diri ajalah,” katanya.
Persiapan menuju Olimpiade
Sang pelatih mengatakan bahwa jelang Olimpiade, porsi latihan yang diberikan kepada Dewi dan Memo sangat padat.
“Saya rasa bagi kebanyakan orang Indonesia, mereka akan pikir kami gila karena kami melakukan beberapa hal dalam satu hari yang biasanya dilakukan orang dalam satu bulan,” kata Boudewijn van Opstal menjelaskan rutinitas latihan sehari-hari Tim Dayung Indonesia di Pelatnas Situ Cileunca.
Pelatih asal Belanda tersebut mengatakan mereka berlatih sejak pagi hingga sore hari.
“Di pagi hari, kami biasanya hanya merasakan air dan bersantai, lalu kami makan dan kemudian untuk latihan yang lebih intens,” katanya. “Pada siang hari, kami berlatih angkat beban atau latihan lainnya di air,” tuturnya lagi.
Lalu apa yang diharapkan sang pelatih di Olimpiade Rio nanti?
“Untuk sekarang, kami akan puas jika berhasil menjadi salah satu yang terbaik di Asia,” tuturnya. Namun Boudewijn van Opstal tidak memungkiri keinginannya agar Dewi atau Memo bisa mengalahkan salah satu atlet andalan dari Eropa.
“Kami akan sangat senang!” katanya. —Rappler.com
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.