Rasa berbeda si ‘Raksasa Baik Hati’ ala Disney

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Rasa berbeda si ‘Raksasa Baik Hati’ ala Disney
Rasa berbeda dari karya Roald Dahl, 'The BFG', di bawah besutan Steven Spielberg dan Disney.

JAKARTA, Indonesia — “Jangan bangkit dari kasur! Jangan mendatangi jendela! Jangan mengintip ke balik tirai!”

Namun, bila Sophie kecil tidak melanggar ketiganya, maka ia tidak akan bertemu dengan si Raksasa Baik Hati (Big Friendly Giant/BFG) dan bertualang hingga ke negeri raksasa.

Setidaknya, itulah yang dikisahkan oleh pendongeng ulung Roald Dahl dalam novel klasiknya yang berjudul The BFG yang dirilis pada 1982. Kini, 34 tahun kemudian, sutradara Steven Spielberg dan The Walt Disney Studios mengadaptasinya ke layar lebar.

Adapun, pendatang baru Ruby Barnhill didapuk untuk memerankan Sophie, sementara aktor kawakan Mark Rylance menjadi si raksasa. Dalam film ini, Spielberg menggabungkan teknik live-action dan efek visual yang memanjakan mata untuk menghidupkan sosok si raksasa tua bertelinga lebar.

The BFG adalah cerita tentang persahabatan, kisah tentang kesetiakawanan di mana sahabat dapat saling mengandalkan,” kata Spielberg melalui siaran pers.

Memang, film yang berdurasi 1 jam 57 menit ini memperlihatkan bagaimana Sophie dan BFG saling membantu untuk menyelamatkan anak-anak di seluruh dunia dari ancaman 9 raksasa kanibal.

Antara novel dan film

Alur film kurang lebih mirip dengan novel aslinya, namun dengan nuansa yang lebih ringan bila dibandingkan dengan narasi Roald Dahl.

9 Raksasa Kanibal. Foto oleh @BFGMovie

Dalam kisah aslinya, Dahl menjelaskan secara rinci bagaimana para raksasa menyantap anak-anak dari seluruh dunia. Kepada Sophie, BFG menggambarkan kalau anak dari Turki memiliki rasa seperti kalkun; sementara dari Swedia memiliki rasa “asam manis”; dan dari Wales memiliki rasa seperti ikan.

BFG juga menuturkan bagaimana para raksasa memburu anak-anak yang akan disantap. Metodenya kurang lebih mirip dengan nama yang ditahbiskan Dahl kepada mereka: Maidmasher yang suka menyantap gadis-gadis kecil yang tengah berkumpul; Gizzardgulper yang diam di atas atap bangunan perkotaan, dan menyantap siapa saja yang lewat di bawahnya.

Namun, detil mengerikan seperti itu dihilangkan oleh Spielberg dan Disney dalam film The BFG. Penonton hanya mengetahui kalau anak-anak menghilang setiap harinya di seluruh dunia pada bagian akhir film, ketika Ratu Inggris bertemu Sophie dan mengaitkan kisahnya dengan berita di halaman depan surat kabar.

Seperti kisah ala Disney pada umumnya, The BFG lebih menonjolkan nuansa ringan dan kekeluargaan. Sophie yang pemberani dan baik hati adalah karakter utama film ini. Ia menyemangati BFG yang selalu diremehkan raksasa lain karena ukurannya yang kecil.

Karakter raksasa tua kita yang baik hati ini juga dibuat berkembang. Ia tak lagi diam saat diperlakukan semena-mena dan berani melawan. BFG yang pada dasarnya pemalu dan rendah diri, mendobrak zona nyamannya dengan mengikuti Sophie hingga ke Istana Buckingham untuk menghadap Ratu Inggris.

Selain pertunjukkan visual, penonton juga akan dibuat terpingkal-pingkal dengan aksi kocak para pegawai istana saat bertemu BFG. Belum lagi, saat mereka mencicipi minuman Frobscottles yang berwarna hijau dengan gelembung ke arah bawah.

Mereka, termasuk anjing-anjing corgi peliharaan Ratu Inggris, pun mengeluarkan ledakan kentut berwarna kehijauan, yang menurut BFG adalah ungkapan kebahagiaan.

Rasa Roald Dahl

Foto oleh @BFGMovie

Meski nuansa cerita agak diubah, namun Spielberg dan Disney tetap menjaga keunggulan dari karya Roald Dahl: permainan kata. Para raksasa tidak berbicara dengan bahasa Inggris normal; mereka menyebutnya sebagai gobblefunk.

Agak sulit untuk menemukan padanan plesetan kata ala Dahl dalam bahasa Indonesia, seperti frase “human beans” yang merupakan bahasa raksasa dari “human beings”. Dahl hanya bermain dengan kemiripan bunyi, namun dalam terjemahan bahasa Indonesia, diubah menjadi “manusia tomat”.

Terjemahan dari permainan kata ini mungkin sulit dipahami bila tak memahami bagaimana Dahl membuat para raksasa berbicara. Namun, pada kata-kata lain seperti “kupu-kupu” bisa dipelesetkan secara aman menjadi “kutu-kutu”.

Namun, kendala penerjemahan bahasa ini tidak menjadi ganjalan berarti. Kisah The BFG ini masih sangat menghibur untuk ditonton, apalagi bagi anak-anak yang mudah bahagia dengan suguhan efek visual cantik.

The BFG akan dirilis di seluruh bioskop Indonesia mulai 7 September 2016, bertepatan dengan perayaan 100 tahun karya Roald Dahl. Namun, bagi yang ingin menonton versi 3D, sudah dapat disaksikan di studio IMAX terdekat mulai Jumat, 2 September.

Selamat menyaksikan petualangan BFG dan Sophie, wahai para manusia tomat! —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!