Menkum HAM bantah pemulihan status WNI Arcandra karena alasan politis

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menkum HAM bantah pemulihan status WNI Arcandra karena alasan politis
Arcandra Tahar mengaku tidak tahu konsekuensi memiliki paspor Indonesia dan Amerika Serikat dapat menyebabkan hilangnya salah satu kewarganegaraannya

JAKARTA, Indonesia – Pemerintah Indonesia akhirnya memulihkan kembali status WNI bagi mantan Menteri ESDM, Arcandra Tahar sejak tanggal 1 September lalu. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly, mengatakan keputusan itu diambil demi mencegah agar pria asal Sumatera Barat tersebut tidak menjadi stateless.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian Hukum dan HAM, Arcandra telah kehilangan kewarganegaraan AS nya secara resmi sejak tanggal 15 Agustus. Penyebabnya, lantaran dia diangkat menjadi Menteri ESDM di Indonesia tanggal 27 Juli lalu.

Pemerintah AS menerbitkan sertifikat kehilangan kewarganegaraan (certificate of loss nationality of the United States) dan disetujui oleh Departemen Luar Negeri.

“Jika dokumen ini tidak dilanjuti, maka Pak Arcandra Tahar akan menjadi stateless. Sementara, di dalam UU Kewarganegaraan Indonesia No. 20 tahun 2006, tidak mengenal dua hal yakni dwi kewarganegaraan dan tidak memiliki warga negara,” ujar Yasonna ketika memberikan keterangan pers di gedung Dirjen Imigrasi kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu, 14 September.

Selain itu, jika pemerintah tidak segera memulihkan status WNI, maka sama saja telah melanggar HAM dan dua aturan yakni Pasal 28 UUD 1945 serta Pasal 26 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999. Pelanggaran HAM yang dirujuk Yasonna yakni Deklarasi Universal HAM tahun 1945 ayat 15. Di dalamnya terdapat dua poin yakni setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan dan tidak ada satu pun orang yang berhak secara semena-mena mencabut atau menolak kewarganegaraan seseorang.

Yasonna mengatakan tidak mudah untuk akhirnya sampai pada keputusan pemulihan WNI. Butuh perdebatan selama 3 hari bagi Kemkum HAM untuk mencari jalan keluar dalam kasus Arcandra.

Tetapi, bagi Yasonna peristiwa Arcandra ini adalah sesuatu yang biasa. Sebab, hal semacam ini bukan peristiwa pertama yang pernah terjadi.

“Jadi heboh, karena saya kira ada (muatan politisnya). Tetapi, memang tidak diduga bisa menimpa kepada pejabat publik yang sudah diberikan kepercayaan cukup tinggi,” katanya lagi.

Lalu, apakah ini berarti pemerintah kecolongan karena tidak mengetahui Arcandra mengantongi dua paspor? Yasonna membantahnya.

“Pemerintah bukan kecolongan (karena Arcandra Tahar tidak melapor sudah memiliki paspor Amerika Serikat tetapi masih menyimpan paspor Indonesia). Itu faktanya sudah terjadi begitu saja,” kata dia.

Tak sadar konsekuensi

Yasonna mengaku sudah mendengar isu Arcandra mengantongi dua paspor. Laporan itu dia peroleh dari direktorat jenderalnya di lapangan.

“Berdasarkan data juga, Arcandra masuk ke Indonesia menggunakan paspor AS hanya dua kali. Kemudian, sejak tahun 2013, dia masuk bolak-balik ke Indonesia menggunakan paspor Indonesia. Akhirnya, Dirjen Imigrasi memanggil Arcandra untuk mencari klarifikasi,” tutur Yasonna menceritakan awal mula Kemkum HAM menemukan fakta tersebut.

Ketika dikonfirmasi, Yasonna melanjutkan, Arcandra tidak membantah. Akhirnya, paspor Indonesia Arcandra diambil oleh Dirjen Imigrasi.

Sementara, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemkum HAM, Freddy Haris menjelaskan, Arcandra mengajukan kewarganegaraan AS demi memudahkan kepentingan bisnisnya. Kepada dia, Arcandra mengaku tersinggung karena sulitnya mengurus visa untuk bisa ke Jerman, padahal tujuannya untuk kepentingan bisnis.

“Saat mengurus visa di Kedutaan Jerman, dia malah diminta kembali datang satu bulan kemudian. Lalu, di sampingnya ada pria asal Brasil yang ingin ke Jerman, karena ingin menonton bola, tetapi visanya bisa selesai dalam waktu satu hari,” tutur Freddy menceritakan hasil wawancaranya dengan Arcandra tempo hari.

Arcandra mengaku bingung kenapa di saat dia ingin menjalin kesepakatan bisnis dengan sebuah perusahaan offshore di Jerman, visanya justru dipersulit. Dari situ, dia kemudian bertekad untuk mengajukan permohonan sebagai warga negara AS.

Seharusnya, di saat permohonan itu dikabulkan dan dia memperoleh paspor AS, Arcandra melaporkan informasi tersebut ke KJRI Houston. Sehingga, atase imigrasi bisa mengambil paspor Indonesia milik Arcandra. Namun, yang terjadi dia malah menyimpan dan menggunakan kedua paspor itu untuk masuk ke Indonesia.

“Arcandra mengaku tidak tahu konsekuensi yang harus dia tanggung dengan memiliki dua paspor. Dia pikir itu adalah hal normal yang terjadi, karena Pemerintah AS membolehkan warganya memiliki dua kewarganegaraan,” kata Freddy.

Semula, pemerintah akan mengeluarkan surat penegasan bahwa status WNI Arcandra secara otomatis hilang. Tetapi, mengetahui fakta status kewarganegaraan AS nya pun ikut hilang di saat dia menerima jabatan menjadi Menteri, maka pemerintah menahan keputusan tersebut.

Lalu, apakah setelah status WNI nya dipulihkan Arcandra juga akan diangkat kembali sebagai Menteri ESDM? Freddy mengaku tidak tahu. Itu semua tergantung dari keputusan akhir Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

“Urusan apakah dia kembali menjadi Menteri atau tidak, bukan urusan kami lagi,” ujarnya.

Usulan dwi kewarganegaraan terbatas

Sementara, di mata pakar hukum tata negara, Refly Harun, ada baiknya pemerintah mulai memikirkan opsi dwi kewarganegaraan terbatas. Hal ini untuk mencegah agar tidak ada lagi kasus Arcandra Tahar lainnya.

“Pemerintah baru tahu jika ada warga Indonesia yang menjadi warga negara asing, jika individu yang bersangkutan melapor atau dilaporkan ke perwakilan RI di luar negeri. Orang kan bisa saja memiliki banyak kewarganegaraan tanpa perlu melapor,” kata Refly dalam forum yang sama.

Dengan memberikan dwi kewarganegaraan yang sifatnya terbatas, Refly menilai bisa menyelamatkan talenta-talenta Indonesia yang berprestasi di luar negeri. Mereka tetap bisa berkontribusi bagi Indonesia walau berada jauh dari Tanah Air.

“Pemberian dwi kewarganegaraan ini terbatas hanya diberikan kepada orang-orang yang terpaksa menjadi warga negara lain karena terpaksa mengikuti aturan yang ada. Misal, terlahir di negara yang memiliki asas ius soli seperti di Amerika Serikat,” ujar Refly.

Jika diharuskan memilih salah satu dari kewarganegaraan itu, sementara dia tinggal di AS, maka anak tersebut akan dianggap sebagai warga negara asing.

“Otomatis kewajiban seperti membayar pajak akan jauh lebih mahal. Dan jika negara membutuhkan individu tersebut untuk berkarir di pemerintahan, maka harus diakomodir melalui pasal 20 UU Kewarganegaraan yang isinya dianggap pernah berjasa bagi negara,” katanya.

Sementara, Menteri Yasonna mengaku proses untuk memberikan dwi kewarganegaraan terbatas masih jauh. Sebab, pemerintah harus merevisi terlebih dahulu UU Kewarganegaraan.

Yasonna mengatakan pemerintah tetap menjunjung asas kewarganegaraan tunggal.

Berikut video jumpa pers Yasonna mengenai isu Arcandra Tahar:

 

“Biasanya jika ditemukan ada warga Indonesia yang memiliki paspor negara lain, maka paspor Indonesianya langsung kami cabut,” kata Yasonna. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!