Debat cagub-cawagub upaya terakhir rebut hati ‘swing voters’

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Debat cagub-cawagub upaya terakhir rebut hati ‘swing voters’
Debat pertama akan diadakan pada Jumat, 13 Januari, dan akan membahas 'Pembangunan Sosial Ekonomi Jakarta'

JAKARTA, Indonesia — Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta akan menghadapi debat publik pertama pada Jumat malam, 13 Januari.

Tiga pasangan calon (paslon) akan menyampaikan gagasan sekaligus menjawab pertanyaan dengan tema “Pembangunan Sosial Ekonomi Jakarta”.

Adapun, debat kali ini akan terbagi dalam 6 segmen.

“Sesi pertama penyampaian visi misi, program kerja unggulan, dan integritas,” kata komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos, dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 12 Januari.

Dalam sesi kedua dan ketiga, moderator akan menanyakan soal yang sama untuk setiap paslon, yang akan dijawab pada gilirannya masing-masing. Pada sesi ini juga setelah dijawab, setiap kandidat berhak menanggapi atau mendebat jawaban yang lainnya.

Dalam sesi keempat dan kelima, setiap paslon dapat saling melempar pertanyaan ke yang lainnya. “Selama tidak keluar tema, mereka boleh melempar pertanyaan. Nanti bisa saling menanggapi,” kata Betty.

Pada sesi ini, para paslon harus sudah menyiapkan data, dan saling menanggapi kalau ada perbedaan atau kelebihan dan kekurangan yang ingin mereka sampaikan kepada publik.

Debat akan dimoderatori oleh mantan presenter Ira Koesno, yang akan menyampaikan pertanyaan dari 4 panelis. Betty mengatakan nama panelis akan dirilis secara resmi pada hari debat.

Terkait undangan, KPUD DKI Jakarta sudah mengundang partai politik pengusung paslon dan pejabat terkait. Sementara untuk suporter dan keluarga, hanya disediakan 100 undangan yang dapat ditukarkan di tempat debat yang akan dilangsungkan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, mulai Jumat siang.

Apa yang bisa diharapkan?

Pengamat politik, Ray Rangkuti, menilai performa paslon nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni adalah daya tarik debat besok. “Rasa penasaran orang begitu tinggi terhadap Agus,” kata dia.

Dalam beberapa kali debat tidak resmi yang diselenggarakan oleh stasiun televisi swasta, Agus-Sylvi adalah satu-satunya pasangan calon yang tak hadir. Perilaku ini pun menuai olok-olok dari pendukung paslon lainnya di media sosial.

Dalam debat resmi dari KPUD DKI Jakarta ini, setiap paslon diwajibkan hadir. Kubu Agus-Sylvi juga sudah mengemukakan bahwa kandidatnya dipastikan akan menghadiri setiap debat resmi gelaran KPUD DKI Jakarta ini.

Saat ditanya siapakah calon yang diprediksi bakal unggul, Ray mengaku tidak bisa menjawab lantaran debat sendiri belum berlangsung. Namun, ia menganalisa karakteristik setiap paslon dari kegiatan mereka selama ini.

Pertama, ia menjabarkan soal paslon nomor 3, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. “Anies itu konseptual, masih punya waktu cara untuk menjabarkan secara teknis,” kata Ray.

Salah satunya adalah saat keduanya mengatakan ingin membuat Jakarta menjadi kota yang bahagia. Ray mengatakan, kebahagiaan adalah sesuatu yang konseptual, dan tidak bisa dikampanyekan.

Seharusnya, menurut Ray, konsep “kebahagiaan” itu bisa dijabarkan menjadi lebih teknis; seperti dengan pengentasan kemiskinan hingga pemberantasan macet.

“Bahagia yang tidak teknis itu hanya bisa dirasakan, bukan dikampanyekan,” katanya.

Untuk itu, lanjut Ray, seharusnya Sandiaga sebagai pasangan Anies bisa lebih dominan di sini, terkait konsep dan hal teknis yang mungkin bukan kekuatan Anies bisa diatas oleh rekannya.

“Kalau Anies, ia pandai, asal jangan bicara yang teknis,” kata Ray.

Sebaliknya, paslon nomor dua, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat justru unggul di bidang teknis. Pengalaman mereka sebagai petahana membuat jabaran program dan proses yang jelas menjadi hal yang mudah.

Meski demikian, status pemain lama juga layaknya pedang bermata dua. Bila program Ahok-Djarot selama memimpin Jakarta ada yang tak dijalankan atau berakhir gagal, bisa dimanfaat paslon lainnya sebagai amunisi serangan.

Tak hanya itu, Ahok juga terkenal sebagai orang yang bersumbu pendek. “Dua pasangan lain bisa mencari pola agar Ahok kehilangan emosi dan bisa mengeluarkan kata-kata di luar skenario,” kata Ray.

Ia tak banyak mengomentari soal Agus, karena memang belum ada rekam jejak yang jelas. Sebelum memutuskan terjun sebagai salah satu cagub, Agus berpangkat mayor di TNI. Meski demikian, bila ternyata Agus mampu menampilkan performa yang bagus, maka keunggulannya di berbagai survei elektabilitas bisa terjaga.

Memperebutkan ‘swing voters’

Direktur Populi Center, Usep S. Ahyar, mengatakan debat menjadi salah satu upaya kampanye yang didanai oleh negara. Untuk Pilkada DKI Jakarta, ini adalah upaya untuk memperebutkan suara dari hampir 33 persen swing voters.

Menurut survei yang dilakukan lembaganya, sebanyak 66 persen pemilih sudah menentukan paslon mana yang akan dicoblosnya. “Soal tingkat loyalitas paling tinggi mungkin nomor 2,” kata Usep.

Meski demikian, ada 29 persen yang masih belum menentukan pilihan mereka. Sementara 4 persen lainnya tidak tahu atau tidak mau menjawab. Debat publik ini adalah cara paslon menggiring warga yang masih bingung untuk memilih mereka.

Alasan mengapa debat lebih efektif ketimbang cara kampanye lainnya adalah karena profil para swing voters ini. “Soal pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan politik, lebih bisa menilai isi atau substansi dari debat. Swing voters lebih diisi masyarakat terdidik,” ujar Usep.

Masyarakat yang tergolong swing voters ini, kata Usep, tidak termakan isu SARA yang melanda Jakarta selama beberapa bulan terakhir. Mereka lebih bisa digoyahkan lewat jawaban debat yang logis dan runut.

Pemilih yang sudah menetapkan hati juga bukan berarti tak bisa dipancing untuk berbelok. Salah satunya adalah lewat faktor minat masalah perkotaan yang akan dibahas dalam debat.

“Seperti misalkan kalau concern-nya kemacetan, atau HAM, mereka bisa membandingkan jawaban para paslon terkait topik tersebut dan memilih yang terbaik,” kata Usep.

Masih ada juga faktor emosional yang bisa dimanfaatkan para paslon lewat gesturnya. Misalnya, bila ada paslon yang diserang terus-terusan dan memainkan perilaku seolah mereka menjadi korban, maka masyarakat akan bersimpati.

“Atau bisa juga kalau ada paslon yang terlalu menyerang, masyarakat masih cenderung tidak suka yang seperti itu. Mereka lebih suka yang santun, ganteng,” katanya.

Pada akhirnya, baik Ray dan Usep sepakat kalau debat ini adalah upaya terakhir dari KPUD DKI Jakarta untuk menggiring pemilih menjadi lebih rasional. “Pilkada [Jakarta] kan unik, tidak banyak bicara keunggulan paslonnya, tetapi menyerang paslon lain,” kata Ray.

Dengan saling beradu gagasan di hadapan publik pemilih, maka jawaban para paslon dapat dibandingkan. Lewat diskusi perbandingan jawaban yang telah dilontarkan, maka ada harapan siapapun gubernur yang terpilih kelak memang yang terbaik.

“Asal jangan kalau jawabannya aneh malah jadi olok-olok, kaya meme di media sosial gitu. Bukannya jadi bahan perbandingan,” kata Ray.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!