Afi Nihaya Faradisa ingin menjadi pejuang pendidikan seperti Malala

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Afi Nihaya Faradisa ingin menjadi pejuang pendidikan seperti Malala
Siswi ini diundang untuk berbicara di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang dan panggung acara Car Free Day di Jakarta

JAKARTA, Indonesia — Asa Firda Inayah merasa tersanjung ia bisa berbicara di atas panggung dalam acara Car Free Day di Jakarta pada Minggu, 21 Mei. Ia didapuk menjadi pembicara tamu di samping Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Namun gadis 18 tahun yang namanya melejit usai akun media sosialnya diblokir oleh Facebook itu tidak bangga berlebihan atau menjadi besar kepala.

Salah satu pertanyaan yang sering ia dapat adalah, “Sekarang enak, dong, jadi orang terkenal?”

“Jika sekarang saya menjadi sorotan, itu sama sekali bukanlah sebuah kesengajaan,” kata Asa yang memiliki nama pena Afi Nihaya Faradisa di Facebook itu.

“Seperti saya yang tidak menyangka bahwa ada orang yang menelepon dengan nomor pribadi pukul setengah tiga pagi, berkata bahwa ia dan kawan-kawannya tidak hanya bisa menghabisi akun saya, tapi juga bisa menghabisi pemiliknya.”

(BACA: Afi Nihaya Faradisa ingin terus menulis meski suaranya dibungkam)

Sebelumnya, akun Facebook Asa ditangguhkan pekan lalu selama hampir 24 jam karena banyak yang melaporkan tulisannya yang berjudul Warisan. Tulisan tersebut membahas bagaimana agama, kewarganegaraan, dan nama diturunkan dari keluarga.

Ia menulis hal itu untuk mengkritisi sikap dan perilaku superioritas penganut agama yang menurutnya dapat merusak kesatuan Republik Indonesia.

“Mereka menganggap bahwa saya menjadi penghalang sebuah perjuangan di jalan Tuhan. Saya heran, sebenarnya bahaya apa yang disebabkan hanya dari ajakan seorang anak untuk berpikir?”

“Mereka menganggap bahwa saya menjadi penghalang sebuah perjuangan di jalan Tuhan,” kata Asa melalui status Facebook yang ia unggah pada 21 Mei. “Saya heran, sebenarnya bahaya apa yang disebabkan hanya dari ajakan seorang anak untuk berpikir?”

Setelah menjadi salah satu pembicara di panggung CFD, ia pun diserbu oleh para kuli tinta. Salah satu pertanyaan yang diajukan, “Bagaimana perasaanmu ketika di-bully atau diserang?”

“Saya hanya satu orang, sedangkan serangan datang bergantian dari sekian puluh ribu orang. Peristiwa semacam itu menguji kualitas diri saya pribadi, apakah selama ini saya benar-benar sebaik tulisan-tulisan saya ketika menghadapi masalah,” jawab Asa. 

“Lagipula, saya sepenuhnya sadar terhadap konsekuensi yang akan saya hadapi setelah sebuah tulisan dipublikasi.”

Wartawan kembali bertanya, “Lalu, bagaimana rasanya dikontra bahkan dikecam sekian banyak orang?”

“Tujuan saya menulis bukan untuk disetujui, bukan pula mereguk sanjung puji. Jika itu tujuan saya, kan mudah saja. Tinggal menulis hal yang memuaskan semua orang lalu mengalirlah beragam pujian. Bagaimanapun, saya selalu menulis untuk menyampaikan pemikiran, bukan untuk membuat orang-orang terkesan,” kata Asa.

WARISAN. Asa Firda Inayah saat memberikan pidato di hadapan BEM se-Jawa Timur di kampus Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Foto dari Facebook/afihinaya

Sebelum bertolak ke Jakarta, Asa juga sempat diundang oleh rektor Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang untuk berbicara di depan para profesor dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jawa timur. Pada kesempatan tersebut ia merendah bahwa pada usianya yang masih belia, ia bukan siapa-siapa dibandingkan para hadirin yang mengisi ruang auditorium tersebut.

“Secara akademik, saya tentu jauh lebih rendah dibandingkan Anda semua. Saya hanyalah anak yang baru lulus SMA di bulan ini, sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan Anda,” kata Asa.

“Di tengah segala keterbatasan, saya hanya berusaha melakukan hal yang saya mampu untuk memberi kontribusi bagi negara ini. Tapi, dengan kemampuan Anda dan segala yang Anda miliki sejauh ini, saya yakin Anda semua pasti bisa melakukan hal yang jauh lebih hebat daripada apa yang telah saya lakukan. Demi NKRI, demi negara yang di atasnya kita mencari makan tiap hari.”

(Baca tulisan Afi Nihaya Faradisa yang berjudul Warisan di sini)

Ia juga mengambil contoh dari aktivis pendidikan Pakistan, Malala Yousafzai, yang diserang secara fisik oleh kelompok radikal di negaranya.

“Seperti yang Malala Yousafzai katakan, dengan pistol Anda bisa membunuh teroris. Tapi dengan pendidikan yang baik Anda bisa membunuh terorisme. Saya Muslim dan saya mencintai toleransi. Mari bersatu tolak diadu,” katanya.

Beberapa hadirin bertepuk tangan sambil berdiri ketika pidatonya berakhir. 

Asa mengatakan, salah satu momen paling mengesankan dalam hidupnya adalah ketika setelah rampungnya acara, seorang ibu dosen tiba-tiba menghampiri dan memegang pipinya. Ibu dosen itu berkata dengan mata yang berkaca-kaca, “Nak, kau tahu tidak, begitu banyak orang yang punya pendapat dan suara tapi lebih memilih untuk tidak mengungkapkannya”. 

“Saya adalah salah satu orang di antara mereka. Dan kamu berani, Nak. Saya tidak tahu apa yang harus saya ungkapkan padamu. Saya terharu,” kata Asa menirukan ucapan ibu dosen tersebut. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!