Jelang hari Bhayangkara, anggota Polri ditusuk dengan pisau sangkur

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jelang hari Bhayangkara, anggota Polri ditusuk dengan pisau sangkur
Pelaku ikut menunaikan salat di samping korban sebelum beraksi

JAKARTA, Indonesia (UPDATED) –  Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan pelaku penyerangan terhadap dua anggota brimob di Masjid Falatehan sempat meneriakan kata “kafir” sebelum beraksi. Pelaku yang diketahui seorang pria kemudian menusuk dua anggota brimob di bagian wajah dan leher pada Jumat, 30 Juni. 

“Aksi dilakukan ketika memasuki waktu salat Isya sekitar pukul 19:40 WIB. Saat itu salat dilakukan secara berjemaah. Saf salat terdiri atas tiga baris yakni anggota brimob dan masyarakat,” ujar Rikwanto ketika memberikan keterangan pers di Mabes Polri hari ini. 

Usai salat, antara masyarakat dan anggota kepolisian saling berjabat tangan. Begitu juga pelaku. 

“Tetapi, begitu dekat anggota Brimob, pelaku langsung mengeluarkan sangkur dan secara acak menyerang sambil berteriak ‘kafir-kafir’,” kata dia. 

Pelaku sempat melukai dua anggota brimob yang belakangan diketahui bernama AKP Dede dan Briptu Saiful Bahri. Mereka mengalami luka di bagian wajah dan leher. Keduanya telah dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diberi perawatan medis.

“Setelah melukai korban, pelaku kemudian kabur ke arah Blok M Square. Tetapi, berkat kesigapan anggota brimob yang lain, pelaku langsung dikejar,” tutur Rikwanto. 

Saat diberi tembakan peringatan, pelaku bukannya menyerah, justru malah mengancam balik. Akhirnya pelaku ditembak oleh anggota brimob dan tewas di tempat. Jasadnya kemudian dibawa ke RS Polri Kramat Jati. 

“Untuk motif dan identitas pelaku masih terus diselidiki,” kata dia. 

Walaupun di tubuh pelaku ditemukan identitas atas nama Mulyadi. Tetapi, kepolisian belum ingin terburu-buru menyimpulkan. 

Teror yang berulang

Ini menjadi teror yang ketiga dalam tiga bulan berturut-turut yang menimpa institusi Polri. Teror pertama terjadi pada 24 Mei lalu, ketika dua pelaku bom bunuh diri menyasar personel Polri yang tengah berjaga di Terminal Kampung Melayu. Empat orang anggota Polri tewas saat itu. 

Teror kedua terjadi di Mapolda Sumatera Utara beberapa jam sebelum salat Ied. Pelaku yang terdiri dari dua orang menyasar anggota Polri yang tengah beristirahat di pos jaga. Satu anggota Polri atas nama Aiptu Martua Sigalingging tewas akibat kena tusukan. 

Salah satu pelaku tewas di tempat akibat terkena timah panas kepolisian. Sedangkan, satu pelaku lainnya berhasil ditangkap dalam keadaan selamat. Belakangan, diketahui jika pelaku merupakan bagian dari Jemaah Anshar Daulah (JAD) yang memiliki kaitan dengan Bahrun Naim. 

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan alasan mengapa institusi yang dipimpinnya kerap dijadikan sasaran teroris. Polri, kata Tito dianggap kafir sehingga dijadikan prioritas untuk diserang. 

“Di dalam pikiran teroris, Indonesia dianggap sebagai negara yang ‘thogut’ atau menyembah selain Allah. Sementara, mereka di sini ingin mendirikan negara khilafah,” kata Tito yang ditemui usai halal bihalal di Istana Kepresidenan pada hari Minggu kemarin. 

Orang-orang dengan paham seperti itu mengkategorikan kafir menjadi dua bagian. Pertama, ada kafir yang memusuhi mereka secara aktif sehingga harus dilawan. Kedua, ada kafir yang tidak aktif menyerang, namun suatu saat akan ditundukkan.

“Karena tugas polisi menegakan hukum dan memberantas teroris serta berada di garis terdepan, maka harus diserang lebih dulu,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).  – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!