Mixed Martial Arts

Efektif kah aplikasi Telegram diblokir untuk memberantas terorisme?

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Efektif kah aplikasi Telegram diblokir untuk memberantas terorisme?
Saat ini yang diblokir hanya layanan Telegram melalui komputer. Pengguna masih bisa menggunakan Telegram dengan menggunakan ponsel

JAKARTA, Indonesia – Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya memblokir 11 Domain Name System (DNS) milik Telegram mulai Jumat, 14 Juli. Pemblokiran tersebut dinilai perlu dilakukan karena banyak informasi di kanal tersebut mengandung muatan radikalisme, terorisme, paham kebencian, dan cara perakitan bom.

Ke-11 DNS yang diblokir itu yakni: t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org. Dampak dari pemblokiran terhadap 11 DNS tersebut yaitu layanan Telegram tidak bisa diakses melalui komputer. Namun, layanan pesan pendek Telegram melalui ponsel masih bisa digunakan secara lancar saat berita ini ditulis.

Rupanya, pemblokiran ini dilakukan secara bertahap. Sebab, ke depan, pemerintah akan melakukan pemblokiran terhadap aplikasi layanan pesan pendek itu secara menyeluruh.

“Saat ini, kami juga sedang menyiapkan proses penutupan aplikasi Telegram secara menyeluruh di Indonesia, jika Telegram tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan melalui keterangan tertulis pada hari ini.

Dia menjelaskan jika langkah yang ditempuh oleh Kemkominfo adalah bagian dari upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Telegram dianggap berbahaya, karena mereka tidak memiliki SOP untuk penanganan kasus terorisme.

Kendati mengundang protes, Dirjen Aptika mengelak apa yang mereka lakukan hanya menjalankan UU nomor 19 tahun 2016 pasal 40 mengenai informasi dan transaksi elektronik. Mereka mengklaim sebelum mengambil kebijakan, sudah ada koordinasi lebih dulu dengan lembaga-lembaga negara dan aparat penegak hukum.

Tidak efektif

Tetapi, efektif kah kebijakan itu untuk memberantas semakin berkembangnya paham radikalisme di Indonesia? Ali Fauzy, mantan anggota kelompok Jemaah Islamiyah justru meragukannya. Menurut pria yang kini menjadi pengamat terorisme itu, Telegram hanya salah satu cara bagi kelompok teroris untuk berkomunikasi.

Seiring dengan perkembangan teknologi, mereka akan memiliki jalur lain untuk menyebar luaskan paham dan ideologinya.

“Mungkin itu effektif untuk sementara waktu. Tetapi kan bisa dicari cara lain. Mereka masih punya cara radikalisasi melalui media sosial. Telegram itu hanya salah satu cara saja,” ujar Ali yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Jumat malam, 14 Juli.

Alih-alih menutup aplikasi pesan pendek Telegram, Ali berpendapat pemerintah justru tidak mengatasi akar permasalahannya. Seharusnya, Kemkominfo, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan polisi ikut menggandeng Kementerian Agama.

“Dengan melibatkan Kemenag, maka bisa dilakukan diskusi mengenai ideologi dan pengembangan pemikiran aliran. Persoalannya sekarang, mau tidak Kemenag mengoptimalkan SDM tersebut, padahal mereka memiliki banyak orang yang mampu untuk itu, tetapi tidak dipakai,” kata dia.

Yang lebih parah, menurut Ali, Kemenag justru tidak paham pemetaan penyebaran kelompok radikal yang ada di Indonesia.

Isu lain yang seharusnya dihadapi pemerintah yakni menyamakan persepsi publik bahwa terorisme adalah ancaman yang nyata. Saat ini, ketika terjadi teror, sebagian dari masyarakat malah masih ada yang menganggap itu hanya rekayasa belaka.

“Banyak yang masih menganggap itu akal-akalan polisi lah, pengalihan isu lah. Masih terjadi kontradiksi. Jadi, mari menyamakan perspektif di level akadmik, pemuda dan agama mengenai ancaman terorisme,” tuturnya. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!