Pemuda Muhammadiyah minta Presiden bentuk tim pencari fakta Novel Baswedan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemuda Muhammadiyah minta Presiden bentuk tim pencari fakta Novel Baswedan
Usulan pembentukan tim pencari fakta didasari rasa tidak percaya terhadap Polri

JAKARTA, Indonesia – Peristiwa penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sudah berlalu selama 108 hari. Namun, hingga hari ini, Polri masih belum bisa mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, hal tersebut tidak biasa mengingat kemampuan personel Polri yang telah teruji dalam berburu para teroris. Apalagi banyak pernyataan dari petinggi Polri bahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menyatakan kasus itu sulit diungkap.

“Padahal, sebagai penyidik, Novel paham betul, bagaimana kasus yang sulit dan teknis penyidikannya. Suatu kasus dinyatakan sulit diungkap bila diduga terkait dengan mereka yang sangat berpengaruh, berkuasa atau pemilik senjata,” kata Dahnil dalam keterangan tertulis pada Jumat, 28 Juli.

Ia dan Novel pun sepakat jika kasus penyerangannya pun terasa ganjil. Sebab, sebelum diserang sudah banyak operasi intelijen untuk mengawasi Novel dan penyidik lainnya. Bahkan, salah satu petinggi Polri mengirim tim untuk mengamankan Novel. Artinya, intelijen kepolisian bekerja dengan baik saat itu, hingga terjadi teror penyiraman air keras pada Selasa subuh, 11 April.

“Jadi, agak ganjil jika teror penyiraman air keras terhadap Novel justru bisa terlewatkan dari pengawasan intelijen kepolisian,” katanya.

Keganjilan lainnya terungkap dari proses penyidikan. Misal, sidik jari di gelas yang digunakan untuk menampung air keras yang akhirnya hilang, pernyataan dari pihak kepolisian kerap berubah dan tiga saksi kunci malah dibebaskan karena dinyatakan memiliki alibi yang kuat.

Dahnil pun mengungkap fakta mencengangkan bahwa ada ‘konflik’ di dalam KPK terkait beberapa hal. Salah satunya, upaya untuk menghilangkan barang bukti terkait kasus tertentu yang dapat menjerat orang berpengaruh dan berpangkat tinggi.

Novel kemudian membuat semakin terang dengan adanya dugaan adanya jenderal kepolisian dalam kasus penyerangannya. Tentu, dugaan itu harus diproses hukum secara adil dan jujur. Tetapi, bagaimana cara membuktikannya, jika ada internal kepolisian yang terlibat?

“Maka, pilihannya yakni dengan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) dan diisi dengan pihak yang independen dan kredibel. Kemudian, TGPF langsung dipimpin di bawah Presiden. Mengapa? Karena secara langsung polisi di bawah Presiden,” katanya.

Tetapi, menurut Dahnil, Polri belum memberikan respons positif terhadap ide pembentukan TGPF. Novel dan beberapa rekan di LSM mengaku tidak terkejut jika terjadi penolakan.

“Maka kami meminta kepada Presiden untuk membentuknya,” tutur Dahnil. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!