Kemkominfo resmi cabut pemblokiran aplikasi Telegram web

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kemkominfo resmi cabut pemblokiran aplikasi Telegram web

ANTARA FOTO

Pemblokiran dicabut setelah Telegram memenuhi tiga permintaan pemerintah. Apa saja permintaan itu?

JAKARTA, Indonesia – Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya resmi mencabut pemblokiran terhadap aplikasi pesan pendek Telegram. Pencabutan blokir dilakukan sekitar pukul 10:46 WIB.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, pihaknya mencabut pemblokiran terhadap aplikasi besutan Pavel Durov itu, karena mereka telah mengikuti ketentuan yang diminta oleh pemerintah. Ada tiga hal yang disediakan oleh Telegram agar aplikasi itu bisa kembali diakses melalui website.

Pertama, Telegram akan mengirimkan perwakilan yang dapat memahami Bahasa Indonesia sehingga memudahkan proses komunikasi. Kedua, mereka sudah menyiapkan script atau program kecil untuk melakukan berbagai penyaringan di program Telegramnya sendiri. Ketiga, sudah dibuat prosedur standar jika masih ditemukan konten-konten yang negatif khususnya berkaitan dengan radikalisme dan terorisme,” ujar Rudiantara ketika memberikan keterangan pers pada Kamis, 10 Agustus di kantornya.

Telegram menjanjikan kepada Rudiantara, jika selanjutnya masih ada aduan mengenai konten negatif, maka mereka sudah diberikan informasi bagaimana cara mengontak perwakilan Telegram di Jakarta.

“Mereka menjanjikan service level di hari yang sama, konten negatif tersebut akan ditarik,” katanya lagi.

Ia pun mengimbau kepada publik jika masih menemukan konten negatif, maka dapat melaporkannya kepada Kemkominfo. Jika informasi itu terdapat di aplikasi Telegram, maka mereka akan mengontak perwakilan Telegram di Jakarta.

Rudiantara yang didampingi Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan dan Taruli, Koordinator tim Trust+ mengatakan pembukaan blokir Telegram versi web ini berkat upaya dari kedua belah pihak dalam mengatasi konten negatif. Mereka menggaris bawahi khususnya konten terkait radikalisme dan terorisme.

“Dengan progres yang sama-sama dilakukan Telegram, dikerjakan oleh Kemkominfo, maupun tim dari Telegram. Jadi, hari ini Telegram untuk webnya dibuka kembali sehingga masyarakat bisa menggunakan dan memanfaatkan kembali Telegram web,” katanya.

Kemkominfo memutuskan untuk memblokir aplikasi Telegram di web, karena kelompok teroris kerap bertukar informasi dan data dalam kapasitas besar melalui Telegram web. Maka, ada sekitar 11 DNS yang diblokir oleh pemerintah. 

Sebelumnya, aplikasi itu diblokir sebagian pada 14 Juli lantaran di dalamnya banyak memuat informasi yang menyangkut radikalisme dan terorisme. Bahkan, beberapa kelompok teror di Indonesia merembukan rencana mereka dengan menggunakan Telegram sebagai alat komunikasi.

Kemkominfo mengaku sudah berupaya untuk menghubungi Telegram sejak Maret 2015 tetapi tidak direspons. Pasca diblokir dan mendapatkan keluhan dari warga net, Pavel akhirnya mengakui bahwa pihak mereka lah yang lambat dalam merespons permintaan Kemkominfo.

Untuk menyelesaikan masalah itu, Pavel kemudian datang ke Jakarta dan bertemu Rudiantara pada 1 Agustus lalu. Mantan Komisaris perusahaan telekomunikasi itu bahkan turut menjamu Pavel dengan makanan khas Indonesia.

Di dalam channel resminya yang ditulis pada 3 Agustus, Pavel mengaku tidak menyadari tingginya jumlah pengguna Telegram di Indonesia. Menurut data yang dimiliki oleh Telegram jumlahnya setiap hari bertambah 20 ribu pengguna. Sementara, 600 ribu pengguna baru Telegram muncul di seluruh dunia.

Ia pun mengaku merasa nyaman dengan Pemerintah Indonesia, karena mereka menjamin akan menghormati privasi setiap pengguna Telegram. Artinya, Pemerintah Indonesia tidak akan memantau setiap penggunanya di Telegram.

“Saya sangat bahagia mendengar itu, karena sayangnya, pemerintah di beberapa negara besar lainnya di Asia, tidak selalu memahaminya (iya Tiongkok, saya merujuk kepada kalian saat ini). Kami di Telegram merasa bangga bahwa kami sejauh ini belum pernah mengungkap satu data pun kepada pihak ketiga. Kami akan terus mempertahankan cara tersebut dan tanpa pengecualian apa pun,” tulis Pavel.

Justru karena menjaga kerahasiaan itu lah, Telegram banyak dipilih oleh kelompok teroris. Pavel bukannya tidak menyadari hal tersebut.

Ia pun membantah jika perusahaannya bermitra dengan kelompok teroris. Pria berusia 32 tahun itu justru mengaku setiap hari timnya menghapus ribuan konten terkait terorisme dan dipublikasikan di channel @isiswatch. 

– Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!