Indonesia di balik Marvel Comics

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia di balik Marvel Comics
Saat ini ada hampir 10 seniman Indonesia yang bekerja untuk Marvel, dan perusahaan komik asal Amerika Serikat tersebut masih membuka lebar peluang tersebut bagi seniman Indonesia lainnya

JAKARTA, Indonesia — Mungkin masih teringat peristiwa bulan April 2017 lalu, saat seorang ilustrator asal indonesia Ardian Syaf dipecat dari Marvel Comics karena menyelipkan pesan sensitif dalam karyanya di komik X-Men?

(BACA SELENGKAPNYA: Komik X-Men berisi pesan-pesan Aksi Bela Islam ditarik oleh Marvel)

Tapi Ardian bukanlah satu-satunya talenta Indonesia yang pernah bekerja untuk salah satu perusahaan komik terbesar di dunia tersebut. Sejak 2009, Marvel telah merekrut beberapa seniman Indonesia untuk bekerja dalam proses pembuatan komik-komiknya.

Pintu yang selalu terbuka

Editor in Chief Marvel Comics C.B. Cebulski saat memberikan presentasinya dalam acara 'Marvel Creative Day Out' di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, pada Jumat, 12 Januari. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler

Dalam acara Marvel Creative Day Out 2018, Editor in Chief Marvel Comics C.B. Cebulski menyatakan bahwa perusahaannya selalu membuka peluang bagi siapapun untuk bekerja dengan mereka. 

“Kami selalu membuka pintu. Kami selalu membuka peluang bagi kalian untuk bekerja bersama kami,” katanya dalam acara yang diselenggarakan di Universitas Bina Nusantara pekan lalu.

Acara itu juga dihadiri empat orang ilustrator Indonesia yang saat ini masih aktif bekerja untuk Marvel yakni Yasmine Putri, Ario Anindito, Miralti Firmansyah, dan Sunny Gho.

“Mereka berempat telah membuktikan bahwa mereka mampu melangkah masuk ke dalam gerbang yang kami buka. Karena ini bukanlah soal bakat, tetapi kepercayaan pada diri sendiri dan keinginan yang kuat,” ujar C.B..

Para ilustrator asal Indonesia yang bekerja di Marvel berpose bersama Allen Au-Yeung selaku Vice President Creative, The Walt Disney Greater China, serta Editor in Chief Marvel Comics C.B. Cebulski. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler

Sunny Gho merupakan salah satu seniman Indonesia pertama yang mampu melangkahkan kakinya di Marvel. Ia bekerja dengan Marvel sejak tahun 2009 dan hingga kini ada hampir 10 seniman Indonesia yang bekerja dalam berbagai proyek.

“Membuka gerbang sih enggak, soalnya gerbangnya selalu terbuka. Cuma kita jadi baru tahu aja, ternyata bisa nih masuk [ke Marvel]. Jadi setelah itu baru kasih tahu teman ‘Oh, coba yuk kerja di Marvel’,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Sunny bekerja di Marvel sebagai colorist yang bertugas memberi warna pada panel-panel hitam putih yang dibuat oleh para ilustrator lainnya. Ia pernah terlibat dalam beberapa proyek terkenal Marvel seperti Civil War 2 dan Secret Empire.

Berbeda dengan Sunny, Yasmine Putri mendapatkan kesempatan untuk bekerja dengan Marvel berkat upayanya mengirimkan portofolio lewat salah satu acara Comic Con. 

“Jadi kita moasukin portofolio sekitar seminggu sebelumnya. Terus setelah itu pas portfolio review-nya, pas hari H nya, kalau yang lolos dipanggil. Kebetulan saya dipanggil. Terus setelah itu masih ada satu seleksi lagi, terus habis itu saya baru dapat email,” kata perempuan yang bekerja untuk Marvel sejak tahun 2015 ini.

Sejak saat itu Yasmine telah mengerjakan beberapa proyek, termasuk menjadi bagian dari tim yang membuat Invincible Iron Man, The Amazing Spiderman, Spider Women serta Spider Gwen. 

Tak hanya Yasmine, Miralti Firmansyah juga mendapatkan kesempatan bekerja dengan Marvel berkat mengirimkan contoh karya dalam salah satu Comic Con lokal. Ia mengaku sangat kaget sekaligus bahagia saat mendapatkan email yang menyatakan dirinya diterima sebagai salah satu ilustrator untuk Marvel.

“Ini adalah mimpi saya,” katanya.

Terbuka dengan ide-ide baru

Bekerja sebagai ilustrator di Marvel tidak menutup kemungkinan bagi para seniman untuk memberikan saran pada karakter yang mereka gambar. Ario Anindito mencontohkan salah satu yang pernah dia lakukan pada karakter Scarlett Witch.

“Saya kasih saran untuk gimana Scarlet Witch bisa terbang lebih baik, terus saya kasih saran gimana kalau saya tambahin sayap,” kata Ario pada media di sela-sela Marvel Creative Days 2018. Menurut Ario, saran yang diberikan oleh ilustrator biasanya bisa diterima oleh editor selama menunjang cerita dan tidak keluar dari pakem setiap karakter.

Pada ilustrator juga dapat berkreasi sesuai dengan latar belakang masing-masing. Contohnya seperti yang dilakukan Ario dalam salah satu proyeknya, Deadpool. Ia menambahkan wajah Macan Cisewu di bagian punggung Deadpool saat sedang bertarung melawan Scarlet Witch.

“Saya bersedih karena Macan Cisewu itu berjasa, dan lucu mukanya. Jadi saya pikir saya mau mengabadikan si Macan Cisewu itu di komik Marvel dan pastinya yang paling cocok yang di Deadpool di mana dia cukup gila karakternya,” kata Ario pada media di sela-sela Marvel Creative Days 2018.

Penambahan unsur dalam komik Marvel yang dilakukan para ilustrator kerap dilakukan dan diperbolehkan, asal masih sesuai koridor yang dimiliki perusahaan.

“Selama tidak bentrok sama sesuatu yang sensitif, kayak politik, suku, atau agama, sebenernya enggak masalah. Kalau yang lucu-lucuan dan enggak melanggar hak cipta, apapun itu enggak masalah,” ujar Ario.

Peluang bekerja untuk Marvel masih terbuka lebar

Editor in Chief Marvel Comics C.B. Cebulski mengatakan bahwa Marvel sangat terbuka bagi ide untuk memunculkan super hero asli Indonesia. Namun sebelum itu, masih ada tantangan yang harus dijawab.

“Kita juga membutuhkan para penulis. Jadi kita masih mencari para penulis lokal yang bisa membawakan cerita orisinal dan karakter orisinal, serta menyatukannya dengan dunia Marvel yang sudah ada,” ujar pria yang telah bekerja penuh di Marvel sejak tahun 2002 tersebut.

Para pengunjung berfoto bersama Hulk dan Thor dalam 'Marvel Creative Day Out 2018' di Universitas Bina Nusantara pada Jumat, 12 Januari. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler

Membuat komik memang tidak hanya membutuhkan seorang ilustrator, tetapi juga membutuhkan penulis yang membuat cerita. Meskipun peluang memang selalu ada, hingga saat ini belum ada orang Indonesia yang bekerja sebagai penulis di Marvel.

Sebagai salah satu orang Indonesia pertama yang bekerja di Marvel, Sunny melihat bahwa memang pada dasarnya jumlah penulis di Marvel yang tidak berasal dari Amerika atau Inggris sangatlah sedikit.

“Memang pada dasarnya mother tongue kita itu bukan bahasa Inggris. Jadi meskipun kita bisa menulis bahasa Inggris, atau ngomong bahasa Inggris, menulis bahasa Inggris [yang sesuai] agak-agak lain, jadi memang PR,” tutur Sunny.

Tak hanya masalah bahasa, namun juga kultur. Orang Indonesia pada umumnya, menurut Sunny, masih tidak mengetahui bahwa ada pekerjaan dengan titel “penulis komik”. Masyarakat awam biasanya mengetahui bahwa seorang komikus adalah yang juga sekaligus menulis ceritanya.

“Jadi kebanyakan orang mau bikin komik saja, termasuk gambar termasuk menulis,” katanya.

Sunny mengakui bahwa banyak penulis-penulis fiksi berbakat dari Indonesia, tapi belum banyak yang mengenal medium komik sebagai sarana bercerita.

“Penulis fiksi kita banyak, tapi belum pernah bertemu sama medium komik.”

Namun Ario mengingatkan bahwa tantangan ini sebenarnya adalah peluang emas. “Posisi writer untuk komik Marvel itu sangat terbuka, itu posisi yang belum ada yang mengisi. Jadi sebenarnya itu peluang emas untuk jadi writer pertama dari Indonesia buat Marvel,” katanya.

Ada tiga kunci utama yang harus dimiliki seseorang jika tertarik untuk mengikuti jejak Yasmine, Ario, Sunny, dan Miralti.

Beberapa karya ilustrasi yang dipamerkan dalam 'Marvel Creative Day Out 2018' di Universitas Bina Nusantara pada Jumat, 12 Januari. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler

Yang pertama adalah punya mimpi yang besar. “Karena kita bisa begini karena kita awalnya punya mimpi,” tutur Ario.

Ario juga menambahkan poin kedua, yaitu memiliki passion yang besar di bidang komik.

“Waktu awal-awal kita semua ngerjain komik tuh enggak kepikiran kayak sekarang, diliput media atau dibayar sekian sama Marvel, enggak. Tapi karena kita memang suka gambar, suka ngomik, kita senang ngelakuinnya. Tapi ternyata tiba-tiba arah kerjaan kita kesini, kita sangat bersyukur karena this is a dream come true,” katanya.

Miralti pun menambahkan satu poin terakhir dan yang paling penting untuk seseorang yang ingin mengejar cita-citanya dengan mengutip pernyataan C.B. Cebulski.

“Benar kata Cebulski, it’s not about talent, it’s about believing yourself, karena banyak orang yang bisa gambar tapi dia enggak pede, dia enggak berani keluar. Itu yang harus diperbaiki,” katanya.

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!