Philippine economy

Yang janggal dari kemunduran Yudi Latif

Christian Simbolon

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang janggal dari kemunduran Yudi Latif
Penjelasan Istana terkait kemunduran Yudi Latif sebagai Kepala BPIP terkesan janggal

 

JAKARTA, Indonesia—Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudil Latif memutuskan mundur dari jabatannya. Keputusan tersebut diumumkan Yudi lewat sebuah unggahan di laman Facebook pribadinya, Jumat 8 Juni 2018. Yudi beralasan, sudah saatnya ia mengestafetkan kepemimpinan di BPIP. 

“Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan,” tulis Yudi dalam unggahan bertajuk ‘Terima Kasih, Mohon Pamit’ itu.

Dalam unggahan tersebut, Yudi juga mengelaborasi sejumlah kendala yang dihadapinya ketika ditugasi menjabat sebagai pemimpin dalam lembaga penyemai Pancasila itu. Namun demikian, ia menegaskan, bukan mundur karena alasan-alasan tersebut. 

“Pada titik ini, dari kesadaran penuh harus saya akui bahwa segala kekurangan dan kesalahan lembaga ini selama setahun lamanya merupakan tanggung jawab saya selaku Kepala Pelaksana. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati saya ingin menghaturkan permohonan maaf pada seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Terkesan tiba-tiba

Keputusan mundur Yudi terkesan tiba-tiba. Pasalnya, sebelum memastikan mundur dari jabatannya, Yudi masih terlihat aktif dalam berbagai kegiatan bernuansa Pancasila. Di sisi lain, Yudi memutuskan mundur ketika polemik terkait besaran pendapatan ‘punggawa’ BPIP ramai-ramai dikritik publik. 

LIMA. Kepala BPIP Yudi Latif menyempatkan diri menghadiri gala premier film LIMA yang diproduseri Lola Amaria, dua pekan lalu. Film ini memvisualisasikan nilai-nilai Pancasila. Foto oleh Christian Simbolon/Rappler

Kritik terutama dilontarkan publik terkait gaji Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri yang besarannya mencapai Rp112.548.000. Gaji Megawati bahkan lebih besar ketimbang gaji Yudi yang hanya sebesar Rp76,5 juta. 

Terkait polemik ini, Yudi juga tak mau banyak berkomentar. Dalam keterangan tertulis, akhir Mei lalu, Yudi mengatakan, banyak anggota dewan pengarah BPIP yang tidak mempertimbangkan soal gaji ketika memutuskan bergabung di BPIP. “Mereka pun menjadi ‘korban’. Jadi, tak patut mendapat cemooh,” ujarnya. 

Namun demikian, Yudi tidak menjelaskan secara lebih jauh apa maksud kata ‘korban’ dalam keterangannya tersebut. Terlepas pantas atau tidaknya dewan pengarah menerima hingga Rp 112 juta per bulan, Yudi menyerahkan kepada publik untuk menilai.

Anehnya, keputusan Yudi untuk mundur justru mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Termasuk di antaranya dari mantan staf khusus Menteri ESDM Said Didu yang juga megenal Yudi secara personal. “Ikan koi tak bisa hidup di air butek/keruh,” ujar Said di laman Twitter pribadinya, @saididu. 

Rappler mengonfirmasi pernyataan tersebut ke Said. Menurut dia, tak bisa dimungkiri bahwa BPIP saat ini layaknya kolam yang airnya butek dan keruh. “Opini publik seakan-seakan masih butek. Tidak jelas arahnya ke mana, kewenangannya seperti apa dan apa yang sudah dilakukan. Apalagi, dengan polemik gaji yang besar kemarin itu,” ujarnya. 

Di sisi lain, ia menyebut Yudi yang terkenal bersih dan berperangai objektif bakal tidak kerasan jika harus bertahan lama di BPIP dalam kondisi seperti itu. “Saya tidak mengatakan bahwa ikan koi itu Yudi, tapi yang jelas orang yang objektif susah kalau dipaksa tidak objektif. Orang selalu kemukakan kebenaran itu susah kalau dipaksa melakukan pembenaran,” tuturnya. 

Apresiasi juga datang dari Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai langkah yang Pancasilais. Selain itu, Menurut Fadli, keputusan mundur Yudi mengindikasikan ada persoalan di tubuh BPIP. 

“BPIP ini perlu dilakukan evaluasi, dan mungkin karena tadi ada perubahan dari unit kerja menjadi badan. Harusnya bottom up‎ bukan top down. Jadi kalau Pancasila ini diimplementasikan top down terjadi kesalahan, kalau di atasnya salah bawahnya juga salah,” ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 8 Juni 2018. 

Penjelasan Istana 

Juru Bicara Istana Kepresidenan Johan Budi SP menjelaskan, Yudi Latif telah mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Kepala BPIP kepada Presiden, Kamis, 7 Juni 2018. Namun, surat itu baru diterima oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Jumat, 8 Juni 2018.

Dalam surat pengunduran diri itu, Johan Budi mengungkapkan, peningkatan kapasitas UKP-PIP menjadi BPIP yang setara dengan menteri menyebabkan tingkat kesibukan Yudi menjadi lebih tinggi. “Menurut Pak Yudi Latif dalam suratnya, beliau merasa tidak sanggup karena masih ada urusan-urusan keluarga yang perlu diintensifkan,” kata Johan Budi di Kantor Presiden, Jakarta, seperti dikutip Tempo.

Namun demikian, alasan kesibukan yang terlalu tinggi juga terkesan janggal. Pasalnya, sejak UKP-PIP didirikan tahun 2017, Yudi kerap meminta agar lembaga yang dipimpinnya itu diubah agar setingkat kementerian. Ia bahkan sempat menyebut pekerjaannya akan jauh lebih ringan jika UKP-PIP setingkat kementerian. 

“Agak susah kalau itu level di bawah menteri, terus mengoordinasikan menteri, kan agak susah. Mengkoordinasikan kementerian/lembaga negara masak kementerian dikoordinasikan setingkat dirjen. Mestinya kan memang harus setingkat menteri supaya bisa mengkoordinasikan berbagai program di tingkat kementerian,” ujar Yudi di Istana Kepresidenan, Jakarta, 19 Juli 2017 lalu. 

—Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!