Login
To share your thoughts
Don't have an account?
Check your inbox
We just sent a link to your inbox. Click the link to continue signing in. Can’t find it? Check your spam & junk mail.
Didn't get a link?
Sign up
Ready to get started
Already have an account?
Check your inbox
We just sent a link to your inbox. Click the link to continue registering. Can’t find it? Check your spam & junk mail.
Didn't get a link?
Join Rappler+
How often would you like to pay?
Monthly Subscription
Your payment was interrupted
Exiting the registration flow at this point will mean you will loose your progress
Your payment didn’t go through
Exiting the registration flow at this point will mean you will loose your progress
Meski berisiko tinggi, masyarakat Indonesia belum siap menghadapi bencana. Karena itulah jumlah korban dan kerugian masih sangat tinggi.
“Pengetahuan kebencanaan memang meningkat, tapi belum menjadi sikap dan perilaku yang mengaitkan hidup dengan mitigasi bencana,” kata Sutopo.
Hal ini ditunjukkan lewat survei oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan UNESCO pada 2006 di Padang dan Bengkulu.
Pemerintah daerah juga belum menempatkan masalah penanganan bencana sebagai prioritas pembangunan. Alokasi anggaran penanggulangan bencana di BPBD masuh jauh dari memadai.
“Idealnya 1 persen dari APBD per tahun, atpi saat ini hanya 0,02-0,07 persen. Jadi pengurangan risiko belum optimal,” kata dia.
Fasilitas rusak
Sebenarnya, untuk longsor, BNPB sudah memiliki landslide early warning system (LEWS) yang terpasang di beberapa daerah termasuk Bogor, Banjarnegara, dan Bandung. Tapi, alat yang berfungsi memberi peringatan dini tak menjalankan perannya dengan baik.
“Masyarakat tidak merasa memiliki, kerusakan teknis, dan alat yang tidak terawat, juga karena tidak adanya biaya operasi dan pemeliharaan,” kata dia.
Di Banjarnegara, misalnya, LEWS malah dipotong kabelnya karena dianggap berisik dan membuat resah, bahkan ada yang dijadikan jemuran.
Lantas, bagaimana solusi untuk menyadarkan masyarakat? BNPB memiliki program sosialisasi lewat poster dan selebaran untuk meningkatkan kesadaran. Juga terus mendesak pemda untuk menjadikan mitigasi bencana sebagai prioritas.
Terkait masyarakat dan teknologi, dilakukan juga pendekatan sosial yang berbasis komunitas. “Jadi dikenalkan soal teknis bekerjanya,” kata Sutopo.
Bagaimanapun juga, perlu komitmen tinggi dari masyarakat dan pemerintah untuk menyelamatkan diri dari ancaman longsor.
Selama 2016 ini, sudah ada 1062 kejadian bencana yang menyebabkan 217 jiwa meninggal dan 1,7 juta pengungsi. Angka ini masih bisa terus bertambah; mengingat ada 40,9 juta jiwa yang terancam.
“Ingat, bencana bisa terjadi di manapun dan kapanpun,” kata Sutopo.-Rappler.com